Tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) dan Perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto melambaikan tangan saat akan menjalani pemeriksaan oleh KPK di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Senin (13/01).
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, selesai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/01). KPK menjelaskan Hasto tidak ditahan karena pihaknya masih membutuhkan waktu untuk memeriksa saksi-saksi lain yang belum hadir.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan tim penyidik tidak menahan Hasto karena penyidik masih membutuhkan waktu untuk memeriksa beberapa saksi yang belum hadir.
“Yang bersangkutan [Hasto Kristiyanto] tidak dilakukan penahanan hari ini karena penyidik masih membutuhkan waktu untuk memeriksa beberapa saksi yang masih belum hadir,” kata Tessa dalam jumpa pers, Senin (13/01) sore.
Tessa menjelaskan, tim penyidik masih membutuhkan keterangan dari beberapa saksi yang belum hadir.
Saksi itu, antara lain, kader PDI-P dan eks napi kasus ini, Saeful Bahri, serta anggota DPR dari Fraksi PDI-P Maria Lestari. Ada pula sejumlah saksi lainnya.
“Jadi penyidik menilai belum diperlukan untuk dilakukan penahanan,” katanya.
“Dan tentunya bila penyidik dan jaksa penuntut umum sepakat berkas sudah siap untuk dilimpahkan, maka proses tersebut akan dilanjutkan,” tambah Tessa.
‘Hasto pasti akan diperiksa kembali’
Ditanya apakah kapan Hasto akan diperiksa kembali, Tessa mengatakan yang bersangkutan pasti akan diperiksa kembali.
Menyinggung tentang hal apa saja yang ditanyakan kepada Hasto, Tessa berkata, penyidik bertanya “seputar dokumen, barang bukti elektronik”.
“Maupun mengklarifikasi keterangan-keterangan saksi yang lain, termasuk juga pengetahuan Hasto terkait perkara yang disangkakan maupun tersangka yang lain,” ungkapnya.
Tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) dan Perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto (kanan) berpelukan dengan pendukungnya usai menjalani pemeriksaan oleh KPK di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Senin (13/01).
Tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) dan Perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto (kanan) melambaikan tangan saat akan menjalani pemeriksaan oleh KPK di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Senin (13/01).
Tessa tidak mau menjelaskan detil-detil isi materi pemeriksaannya. Dia berdalih rincian tersebut sudah masuk materi penyidikan.
Ditanya sikap KPK terhadap permintaan Hasto agar KPK menunda pemeriksaannya lantaran pihaknya sedang menempuh proses praperadilan, KPK menolak permohonan tersebut.
“Prosesnya tetap berlanjut apakah nanti saudara HK [Hasto Kristiyanto] akan dilakukan pemanggilan selama proses praperadilan itu nanti dikembalikan kepada penyidik lagi,” kata Tessa.
Dia menjelaskan, kerja penyidikan dan proses praperadilan merupakan hal yang berbeda.
Tessa berujar penyidik memiliki wewenang untuk memeriksa Hasto walaupun sedang ada praperadilan.
Diperiksa sekitar empat jam, Hasto irit bicara
Sekitar pukul 13.30 WIB, Hasto keluar dari ruang pemeriksaan. Dia tidak menjelaskan panjang lebar dari hasil pemeriksaan yang berjalan sekitar empat jam.
Maqdir Ismail, kuasa hukum Hasto, menyebut kliennya akan terus bersikap kooperatif dengan penyidik KPK.
“Pemeriksaan-pemeriksaan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang tentu akan kami ikuti sesuai kebutuhan pihak penyidik,” ujar Maqdir kepada pers.
Hasto diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait kasus Harun Masiku.
Sebelum pemeriksaan hari ini, Hasto tidak memenuhi panggilan KPK dengan berbagai alasan.
Di hadapan wartawan, Hasto mengatakan, kehadirannya ke gedung KPK, sebagai bukti bahwa dirinya “menjunjung supremasi hukum yang berkeadilan”.
Hasto juga menyatakan pihaknya akan menyerahkan surat ke pimpinan KPK tentang upayanya mengajukan pra-peradilan atas kasusnya.
“Saya mempunyai suatu hak untuk melakukan praperadilan sehingga pada kesempatan ini kuasa hukum saya akan memberikan surat pada pimpinan KPK berkaitan dengan praperadilan itu,” kata Hasto.
Pada pekan ketiga Desember 2024 lalu, KPK telah menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan terkait kasus Harun Masiku.
Hasto adalah tersangka keenam dalam kasus dugaan suap tersebut.
Selain Harun dan Hasto, empat nama lainnya adalah Wahyu Setiawan, Donny Tri Istiqomah, Agustiani Tio Fridelina, serta Saeful Bahri.
Wahyu, Agustiani, dan Saeful telah dijatuhi vonis penjara dan sekarang sudah menjalani masa hukumannya.
‘Bekerja atas penugasan dari Megawati’
Sebelum masuk ke Gedung KPK untuk memulai pemeriksaannya, Hasto bilang bahwa sebagai sekretaris jenderal PDIP, dirinya bekerja “atas penugasan Megawati Soekarnoputri”, orang nomor satu di partai tersebut.
Sejak ditunjuk oleh Megawati, kata Hasto membuat klaim, dia selalu mendasarkan setiap tindakannya sebagai anggota partai pada nilai demokrasi dan meritokrasi.
Hasto menjadi tersangka dalam perkara dugaan suap terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait pergantian antarwaktu (PAW) yang juga menjerat eks calon anggota legislatif (caleg) PDIP, Harun Masiku.
KPK, dalam keterangan resminya, mengatakan Hasto diduga memberikan suap kepada Wahyu Setiawan melalui orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah.
Pengunjuk rasa membawa poster buron KPK yang juga politikus PDI-P, Harun Masiku, di depan gedung KPK, Jakarta, Maret 2023.
Terkait kasus ini, KPK sudah memeriksa beberapa orang saksi.
Di antaranya adalah eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
KPK juga sudah memeriksa eks Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Sompie.
PDIP berulangkali menyebut penetapan tersangka Hasto sebagai “bernuansa politik”.
Sehari setelah Hasto dinyatakan sebagai tersangka, Ketua DPP PDI-P Ronny Talapessy menudingnya bermotif politik.
Menurutnya, indikasinya terlihat dari apa yang disebutnya sebagai “pembocoran” Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Hasto.
Seharusnya, kata Ronny, SPDP yang dikeluarkan KPK seharusnya bersifat “rahasia”.
“Pembocoran SPDP yang bersifat rahasia kepada media massa/publik sebelum surat tersebut diterima yang bersangkutan,” kata Ronny dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (24/12) malam.
“Ini adalah upaya cipta kondisi untuk mendapatkan simpati publik,” ujarnya.
Ronny menilai upaya pemidanaan Hasto itu “dipaksakan atau kriminalisasi”.
“Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen DPP PDI Perjuangan sebagai tersangka adalah motif politik,” tegasnya.
Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.
Partai berlogo kepala banteng itu juga menganggap, dari hasil persidangan terhadap tersangka lainnya, seperti Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, Hasto tidak terlibat dalam kasus ini.
“Uang [suap] itu dari Harun Masiku,” kata Ronny Talapessy kepada wartawan di gedung KPK, Senin (13/01) pagi.
Sampai sejauh ini Harus Masiku masih dinyatakan buron.
Usai Hasto ditetapkan sebagai tersangka, PDI-P juga mengancam akan membuka apa yang mereka sebut sebagai skandal korupsi para pejabat tinggi negara.
Para pegiat anti-korupsi mencurigai ancaman itu hanya “gertak sambal”.
Apabila PDI-P memiliki bukti-bukti itu, para pegiat anti-korupsi meminta agar mereka merilisnya.
Namun di sisi lain, mereka mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut kasus Harun Masiku secara independen.
Megawati: ‘Yang diubrek-ubrek hanya Hasto saja’
Bagaimanapun, atmosfir politis di balik penetapan status tersangka terhadap Hasto, sulit dienyahkan.
Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDI-P dalam pidato ulang tahun partainya, melontarkan tuduhan kepada KPK terkait kasus Hasto.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat perayaan HUT ke-52 PDI Perjuangan di Jakarta, Jumat (10/01).
“Masa (KPK) enggak ada kerjaan lain, yang dituding, yang diubrek-ubrek hanya Hasto saja,” kata Mega.
“Sebenarnya banyak yang malah sudah tersangka, tapi meneng wae [diam saja].
“Saya buka koran, mungkin ada tambahan [tersangka], tapi enggak ada,” kata Mega.
Bagi KPK, penetapan status tersangka Hasto dilatari aspek hukum semata.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP dan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah, dalam perkara yang melibatkan Harun Masiku.
Menurut Setyo, Hasto Kristiyanto “mengatur dan mengendalikan” Donny untuk melobi komisioner KPU, Wahyu Setiawan, agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil 1 Sumsel.
Hasto Kristiyanto, lanjut Setyo, “mengatur dan mengendalikan” Donny Tri Istiqomah untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio.
Siapa Harun Masiku dan bagaimana jejak pelariannya?
Seorang mahasiswa membawa poster saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (17/12).
Harun Masiku adalah politikus PDI Perjuangan. Dia adalah tersangka kasus suap terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Kasus ini bermula ketika caleg PDIP daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas meninggal dunia.
KPU memutuskan perolehan suara Nazaruddin, yang merupakan suara mayoritas di dapil tersebut, dialihkan ke caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia.
Namun rapat pleno PDIP menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin.
PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Mereka bahkan menyurati KPU agar melantik Harun.
Tapi KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky.
Suap yang diberikan kepada Wahyu diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wahyu Setiawan meminta duit Rp900 juta untuk mengegolkan Harun Masiku, melalui mekanisme pergantian antarwaktu di KPU.
Wahyu juga diduga menerima Rp200 juta dan Rp400 juta dalam bentuk Dollar Singapura dari Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, melalui orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina Sitorus.
Saeful dan Donny adalah kader PDIP.
Semua ini mulai terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap delapan orang pada 8 Januari 2020.
Jejak pelarian Harun Masiku
Harun Masiku menghilang sebelum ditangkap. Jejak terakhirnya terpantau di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), tetapi upaya penangkapan diduga terhalang.
Harun diketahui terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020.
Namun dilaporkan dia kembali ke Indonesia sehari kemudian dengan menggunakan penerbangan Batik Air, ungkap Tempo.
Rekaman video pengawas (CCTV) di Bandara Soekarno-Hatta menunjukkan dia mengenakan kaus biru tua, membawa tas, dan meninggalkan bandara dengan taksi. Setelah itu, keberadaannya menjadi misteri.
Pada 29 Januari 2020, KPK memasukkan Harun dalam daftar buronan.
Semula Kementerian Hukum dan HAM sempat menyangkal bahwa Harun telah kembali ke Indonesia, tetapi akhirnya mengakui keberadaannya di Indonesia setelah mendapatkan bukti kuat.
Pada 30 Juli 2021, Harun Masiku dimasukkan dalam daftar buronan internasional (red notice) pada 30 Juli 2021.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi teatrikal memperingati 900 hari hilangnya Harun Masiku di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (28/06/2022).
Pada Agustus 2023, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Krishna Murti, menyatakan bahwa berdasarkan data perlintasan, Harun diyakini masih berada di Indonesia.
Isu yang menyebut Harun berada di Kamboja dibantah oleh Polri.
Tetapi Krishna tidak menutup Harun bisa saja telah mengubah identitas untuk keluar negeri melalui jalur tidak resmi.
Pada 2024, KPK terus mengupayakan pencarian Harun Masiku.
Beberapa saksi yang diduga memiliki informasi penting, seperti pengacara Simon Petrus dan mahasiswa Hugo Ganda, telah diperiksa pada Mei 2024.
Penyidik mendalami peran pihak-pihak yang diduga melindungi Harun sehingga mempersulit proses pencariannya.
Selain itu, KPK mengonfirmasi bahwa berbagai upaya seperti penyadapan nomor telepon telah dilakukan. Namun, hingga kini, keberadaan Harun masih menjadi teka-teki.
Pada 6 Desember 2024, KPK menerbitkan kembali surat daftar pencarian orang (DPO) Harun Masiku. Surat ini memuat empat foto terbaru Harun dengan berbagai penampilan
Selain Hasto dan Harun Masiku, siapa saja yang terlibat dalam kasus ini?
Donny Tri Istiqomah
Donny Tri Istiqomah diduga melobi Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk menggolkan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR.
Pada pekan ketiga Desember 2024 lalu, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus suap Harun Masiku.
Dilaporkan Donny pernah mencalonkan diri sebagai caleg DPR dari Fraksi PDIP untuk Dapil Jawa Timur IV pada Pemilu 2019.
Dia juga disebut menjabat sebagai advokat partai PDIP, demikian laporan Tempo.co.
Donny disebut berperan aktif dalam melobi Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk memastikan Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil I Sumatera Selatan.
“Tersangka DTI bersama-sama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto.
Menurut KPK, Donny diduga terlibat aktif dalam pengambilan dan pengantaran uang suap sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar AS kepada Wahyu Setiawan.
Disebutkan uang suap itu disampaikan ke Wahyu Setiawan melalui kader PDIP dan eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Uang ini diberikan dalam rentang waktu 16 hingga 23 Desember 2019 untuk memuluskan langkah Harun Masiku menjadi anggota DPR.
Setyo Budiyanto menyatakan bahwa Hasto Kristiyanto mengatur dan mengendalikan Donny untuk menjalankan misi ini.
Tuduhan ini berulangkali dibantah kubu Hasto Kristiyanto
Wahyu Setiawan
Tersangka mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (14/02/2020).
Wahyu Setiawan ditangkap oleh KPK dalam operasi tangkap tangan, Januari 2020.
Saat itu Wahyu masih menjabat Komisioner Komisi Pemilihan Umum.
Wahyu kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pergantian antar waktu anggota DPR RI (2019-2024) Harun Masiku.
Harun menyuap Wahyu senilai 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura atau setara Rp600 juta agar bisa menjadi anggota DPR.
Selain menjabat Komisioner KPU waktu itu, Wahyu disebutkan juga sebagai kader PDIP.
Wahyu kemudian divonis bersalah dan dihukum tujuh tahun pidana penjara.
Namun dia mendapatkan program pembebasan bersyarat sejak 6 Oktober 2023.
Pada Senin (06/01) lalu, KPK memeriksa Wahyu Setiawan (WS) sebagai saksi untuk tersangka Hasto Kristiyanto dalam kasus yang sama.
Mantan narapidana ini mengatakan bahwa pemeriksaan dirinya hanya meneliti kembali jawabannya pada berita acara pemeriksaan yang lalu.
“Pada dasarnya pemeriksaan saya sudah rampung,” katanya.
Agustiani Tio Fridelina
Mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (08/01).
Dalam kasus suap ini, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani bersama Wahyu Setiawan terbukti menerima uang suap dari Harun Masiku.
Menurut KPK, peran Agustiani merupakan perantara sekaligus penerima uang dari Harun Masiku.
Dia disebut menerima uang sebesar 19.000 Dolar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta.
Suap itu diberikan agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Pada pekan ketiga Agustus 2020, Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Agustiani terbukti bersalah dalam kasus suap tersebut.
Dia divonis pidana empat tahun hukuman penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
Agustiani sudah menjalani proses hukumannya.
Pada pekan lalu, Rabu, 8 Januari 2025, Agustiani Tio Fridelina diperiksa KPK.
Kuasa hukum Agustiani, Army Mulyanto mengatakan, walau pemeriksaan tidak selesai, penyidik KPK mencecar Agustiani dengan pertanyaan seputar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang berkaitan dengan Harun Masiku.
Saeful Bahri
Saeful Bahri, kader PDIP, terbukti secara bersama-sama tersangka lainnya, memberi suap kepada Wahyu Setiawan terkait kasus Harun Masiku.
Dalam vonisnya pada 28 Mei 2020, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonisnya bersalah.
Saeful kemudian dihukum pidana penjara satu tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
Dalam amar putusannya, Pengadilan Tipikor menyatakan uang suap sebesar Rp600 juta itu diberikan melalui Saeful kepada Wahyu Setiawan.
Tujuannya agar KPU menyetujui permohonan Penggantian Antar Waktu (PAW) Partai PDI Perjuangan (PDIP) dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) 1 kepada Harun Masiku.
Berita ini akan terus diperbarui.
sumber: bbc