KESAKSIAN PARA KORBAN TUMPAHAN CAIRAN KIMIA BERBAHAYA SODA API DI BANDUNG BARAT – ‘RASANYA LEBIH PANAS DARI AIR MENDIDIH’

Suryadi Maryana, korban tumpahan soda api di Bandung Barat, dirawat di RSUD Cikalongwetan, Rabu (25/12).

Kebocoran truk tangki pengangkut soda api di Bandung Barat membuat lebih dari 100 orang terluka dan setidaknya 1.210 kendaraan rusak. Pegiat lingkungan pun khawatir paparan cairan kimia itu bakal merusak kesuburan tanah dan mencemari air di sekitar lokasi kejadian. Perusahaan diminta bertanggung jawab sepenuhnya.

Suryadi Maryana terbaring lemas di ruang perawatan RSUD Cikalongwetan, Bandung Barat, di tengah libur Natal pada Rabu (25/12).

Mata kanannya sembab. Perban membungkus bagian kanan tubuhnya, termasuk area kepala, tangan, dan kaki.

“Mata kanan perih,” kata pelajar SMK berusia 17 tahun itu kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

“[Luka-luka] masih terasa panas.”

Suryadi terluka berat karena terpapar cairan caustic soda atau soda api.

Mata kanan Suryadi terkena cairan itu setelah truk tangki yang membawanya bocor.

Akibatnya cairan itu berceceran di jalanan yang membentang delapan kilometer dari Jembatan Cigentur, Kecamatan Cikalongwetan, hingga kawasan Cikamuning, Kecamatan Padalarang, Bandung Barat, pada Selasa pagi (24/12).

Hari itu, sekitar pukul 6.00 WIB, Suryadi tengah dibonceng kakaknya, Agus Ridwan, dalam perjalanan pulang ke rumahnya di Desa Tagogapu, Padalarang.

Saat melalui area Cikubang, Suryadi melihat ada genangan membasahi jalan. Mungkin genangan air hujan, pikirnya.

Agus, 24 tahun, pun tak menaruh curiga. Ia membawa sepeda motornya melintasi genangan tersebut.

Tak lama, sepeda motor itu mati. Jalanan yang licin membuat sepeda motor tergelincir sehingga Suryadi dan Agus terjatuh ke genangan tersebut.

“Airnya bening, seperti minyak, jadi licin,” kata Suryadi.

Mata Suryadi sontak terasa perih. Kulitnya gatal, lalu terasa panas. Ia bilang panasnya melebihi air mendidih.

Kakak beradik itu langsung dibawa ke puskemas terdekat dan mendapat perawatan.

Bibir Agus terluka. Tak hanya itu, kulit di panggul dan pahanya melepuh hingga hitam setelah terkena genangan air yang ternyata soda api itu.

Kondisi Suryadi lebih parah. Nyaris seluruh bagian kanan tubuhnya melepuh hingga hitam dari kepala hingga kaki.

Puskesmas sempat membersihkan soda api di tubuh Suryadi dan membalut luka-luka yang ada dengan perban, sebelum merujuknya ke RSUD Cikalongwetan.

“Kepala, telinga, tangan, badan, sama kaki sebelah kanan, seperti luka bakar. Kalau bahasa Sundanya itu tutung, hitam-hitam begitu, melepuh,” kata Aisanti, tante Suryadi yang mendampingi di RSUD Cikalongwetan.

“Di rumah sakit juga dibuka lagi perbannya, diobati lagi. Lukanya dibersihkan dua kali kemarin.”

Suryadi Maryana, korban tumpahan soda api di Bandung Barat, dirawat di RSUD Cikalongwetan, Rabu (25/12).

Awalnya, mata kanan Suryadi tidak berhenti mengeluarkan air mata karena efek cairan kimia tersebut, kata Aisanti. Dokter lalu memberinya obat tetes mata yang harus digunakan enam jam sekali.

Menurut Wishnu Pramulo Ady, Direktur RSUD Cikalongwetan, Suryadi mengalami luka bakar lebih dari 30% di bagian kanan tubuhnya.

Wishnu bilang penting untuk membersihkan luka-luka Suryadi dan memastikan tak ada cairan kimia yang tersisa di sana. Bila tidak, imbuhnya, akan terus muncul luka bakar baru.

“Harus dilakukan pembersihan secara total agar mencegah zat kimia terus merusak organ ataupun kulit,” kata Wishnu.

Meski hingga Rabu malam Suryadi masih mengeluhkan rasa panas dan perih di luka-lukanya, dokter tidak menemukan lepuh tambahan.

Rumah sakit masih akan memantau kondisinya dalam beberapa hari ke depan.

“Setelah yakin tidak ada zat kimia lagi, baru diperbolehkan pulang,” kata Wishnu.

Suryadi Maryana, korban tumpahan soda api di Bandung Barat, didampingi tantenya Aisanti (kiri) dan ibunya Suminar (kanan) di RSUD Cikalongwetan, Rabu (25/12).

Tak hanya Suryadi, RSUD Cikalongwetan sempat merawat tiga korban paparan soda api lainnya.

Namun, kata Wishnu, ketiga korban itu hanya menjalani perawatan di instalasi gawat darurat, sebelum kemudian diizinkan pulang karena luka-lukanya tergolong ringan.

Total, ada setidaknya 100 orang yang mengalami luka ringan karena paparan soda api yang bocor dan berceceran di Bandung Barat, menurut Polres Cimahi.

Tim kimia, biologi, dan radioaktif (KBR) di Detasemen Gegana Brimob, Polda Jawa Barat, sempat menjelaskan bahwa soda api bersifat korosif, sehingga bisa memicu iritasi bila mengenai kulit.

Saat cairan menguap, misalnya karena kena hujan, ia bisa membuat perih mata orang-orang yang terpapar. Bila terhirup, ia pun bisa menyebabkan gangguan paru-paru atau infeksi pernapasan.

Bagaimana kronologi kejadiannya?

Menurut catatan polisi, truk tangki dengan nomor polisi D 9475 AF yang mengangkut cairan caustic soda atau soda api itu adalah milik CV Yasindo Multi Pratama.

Wawan Gunawan, 54 tahun, bertugas sebagai sopir yang membawa truk tersebut dari pabrik PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills di Karawang ke gudang CV Yasindo Multi Pratama di Kota Bandung. Total, ia mengangkut 20 ton soda api.

Di Karawang, PT Pindo Deli memang tercatat memiliki fasilitas produksi soda api, yang umum digunakan sebagai pembersih kamar mandi serta bahan pembuatan bubur kertas.

Wawan, yang kini berstatus saksi, berangkat sendiri tanpa kernet dari Karawang pada Senin (23/12), sekitar pukul 21.30 WIB.

Ia sempat beristirahat di sekitar Kecamatan Darangdan, Purwakarta, kira-kira pukul 23.00 WIB, sebelum melanjutkan perjalanan pada pukul 4.30 WIB keesokan harinya.

Saat Wawan melintasi Kampung Cikamuning, Padalarang, seorang pengemudi sepeda motor memberhentikannya dan memberi tahu bahwa tangki truknya bocor, sehingga soda api yang diangkutnya berceceran di jalan.

Tim kimia, biologi, dan radioaktif (KBR) Detasemen Gegana Brimob, Polda Jawa Barat, memeriksa truk pengangkut soda api yang mengalami kebocoran di Bandung Barat, Rabu (25/12).

Kebocoran diduga telah terjadi sejak truk melalui Jembatan Cigentur di Kecamatan Cikalongwetan, Bandung Barat. Karena itu, soda api tercecer sepanjang jalan sejauh delapan kilometer dari Jembatan Cigentur hingga Kampung Cikamuning.

Kendaraan bermotor yang melalui jalan itu pun satu per satu jadi korban.

Menurut Lilis Nurhayati, pemilik warung dekat Jembatan Cigentur, pada pukul 7.00 WIB sudah banyak sepeda motor yang mogok.

Para pemilik sepeda motor itu lalu mampir ke warung Lilis, meminta air untuk menyirami kendaraannya yang mendadak dihiasi bercak-bercak putih.

Salah satu sepeda motor yang mogok setelah melintasi genangan soda api yang bocor dari sebuah truk tangki di Bandung Barat pada Selasa (24/12).

“Ya silakan, kata saya. Habis airnya dua gentong. Makin lama, makin banyak. Ada lebih dari 30 motor antre. Semuanya minta air untuk menyiram,” kata Lilis, 49 tahun.

Lilis mengaku tidak terdampak tumpahan cairan kimia tersebut, meski menyaksikan sebagian badan jalan tiba-tiba berubah warna jadi putih.

Polres Cimahi mencatat ada total 1.210 kendaraan yang rusak karena paparan soda api.

Bagaimana penanganan kasus ini?

Pada Rabu (25/12), tim kimia, biologi, dan radioaktif (KBR) di Detasemen Gegana Brimob, Polda Jawa Barat, menyisir jalan yang jadi lokasi tumpahan soda api untuk mengambil sampel dan melakukan dekontaminasi.

Proses penaburan pasir di lokasi kebocoran soda api di Bandung Barat.

Setelah mengambil sampel di tiga titik, yaitu Jembatan Cigentur, Cikubang, dan Cikamuning, tim KBR mengatakan tak ada lagi soda api di sana. Namun, mereka justru menemukan zat kimia lain: amonium tiosianat, hidrogen peroksida, dan natrium nitrat.

“Ini berarti soda api sudah bereaksi secara kimia karena alam. Dari kemarin sudah dua kali hujan. Kemungkinan kedua, di jalan itu dia ketemu dengan solar atau bensin yang bocor,” kata Adjang Suhendar, Komandan Detasemen Gegana Brimob, Polda Jawa Barat.

“Dari ketiga jenis kimia tersebut juga sudah dilakukan dekontaminasi sehingga dipastikan sudah clear, tidak ada lagi zat kimia yang berbahaya di sekitar lokasi bocornya atau tercecernya zat kimia yang dilaporkan.”

Temuan tim KBR, imbuhnya, akan diserahkan ke Polres Cimahi untuk melengkapi materi penyidikan.

Tim kimia, biologi, dan radioaktif (KBR) Detasemen Gegana Brimob, Polda Jawa Barat, mengambil sampel di Jembatan Cigentur, Cikalongwetan, Bandung Barat, yang diduga jadi titik awal kebocoran truk pengangkut soda api.

Per Kamis (26/12), Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Cimahi telah meminta keterangan 10 saksi berbeda, termasuk Wawan Gunawan, sopir truk tangki yang mengalami kebocoran, serta warga di sekitar lokasi kejadian.

“[Polisi] harus memeriksa beberapa ahli supaya keterangannya bisa sinkron dengan pengemudi karena ini kaitannya membawa bahan kimia,” kata Bayu Subakti, Kepala Unit Penegakan Hukum Satlantas Polres Cimahi.

Yang pasti, Bayu bilang kondisi truk yang bocor sesungguhnya masih laik jalan. Hasil uji kelayakan kendaraan (KIR) untuk truk itu masih berlaku hingga 25 Juni 2025. Dari total masa pakai 15 tahun, ia pun baru digunakan 10 tahun.

“KIR-nya berlaku sampai 25 juni 2025. Itu bisa dipertanggungjawabkan,” kata Bayu.

“Secara legal ada suratnya. Itu masih berlaku.”

Meski begitu, Kepala Polres Cimahi, Tri Suhartanto, menegaskan pihaknya akan melakukan pemeriksaan secara komprehensif.

Hal itu dilakukan untuk memastikan apakah kejadian ini adalah kecelakaan atau terjadi karena kelalaian.

Budi Susandi, peneliti di Institut Studi Transportasi (INSTRAN), mengatakan ada sejumlah hal yang mesti diselidiki dalam kasus ini.

Pertama, katanya, truk tangki yang digunakan wajib memiliki sertifikat atau izin untuk mengangkut soda api, yang termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3).

Pengemudi truk pun disebut mesti menjalani sertifikasi sehingga memiliki kompetensi yang tepat.

Hal itu harus dilakukan untuk memastikan sopir paham klasifikasi bahan kimia yang dibawa dan cara menanganinya bila muncul hal yang tak diinginkan.

Misalnya saja, sambungnya, reaksi kimia karena suhu terlalu panas atau kebocoran seperti yang terjadi di Bandung Barat.

Idealnya, kata Budi, setelah menyadari ada kebocoran, sopir mesti segera memarkir kendaraannya.

Lalu sang sopir segera memagari area yang terkena tumpahan cairan kimia agar masyarakat sekitar tidak terpapar, tambahnya.

Tidak lupa, ia mesti melaporkan kejadian ini ke otoritas terkait seperti polisi dan bagian keselamatan kerja perusahaannya agar segera dilakukan penanganan.

Cairan kimia yang berceceran tidak boleh disiram air atau dialihkan ke selokan.

“Karena itu bisa merusak tanah dan air,” ujar Budi, yang sebelumnya sempat menjadi investigator di Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Tim kimia, biologi, dan radioaktif (KBR) Detasemen Gegana Brimob, Polda Jawa Barat, memeriksa truk pengangkut soda api yang mengalami kebocoran di Bandung Barat, Rabu (25/12).

Sopir yang mengangkut B3 juga harus mengenakan alat pelindung diri atau APD yang memadai, termasuk masker, sarung tangan, dan rompi khusus.

Di video yang direkam salah satu warga yang terdampak tumpahan soda api di Bandung Barat, terlihat sopir truk tangki terkait tidak mengenakan APD seperti yang disebutkan di atas, dan tumpahan soda api mengalir ke selokan dekat lokasi parkir truk.

“Ini jadi pertanyaan kepada regulator, bagaimana pengawasan kepada pengemudi angkutan B3 ini?” kata Budi.

“Selalu kita itu kan kalau tidak ada yang mengawasi, maka dianggap bebas melakukan apa pun. Tapi ketika ada kejadian, baru mereka aware, buru-buru mereka taati. Jadi, kita itu bisa dibilang belum taat hukum, baru sadar hukum.”

Maka, bila memang ditemukan unsur kelalaian dalam kasus ini, atau sopir dan truknya tidak memiliki izin yang tepat untuk mengangkut B3, perusahaan terkait disebut mesti bertanggung jawab.

Ramai-ramai menuntut tanggung jawab perusahaan

Sejumlah warga mengerumuni Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polres Cimahi, Padalarang, pada Rabu (25/12).

Di dekat mereka, terparkir 21 sepeda motor yang mati total akibat terkena soda api. Semuanya memiliki ciri serupa: bercak putih menyelimuti bagian badan dan/atau bannya.

Di sana, Ilham Abdilah tampak gelisah. Sepeda motornya ikut jadi korban.

Padahal, itu alat transportasi utamanya sehari-hari, termasuk untuk pulang-pergi bekerja di sebuah pabrik.

Tanpa sepeda motor itu, menurutnya ia mesti keluar kira-kira Rp80.000 per hari untuk ongkos transportasi.

Ilham Abdilah di sebelah sepeda motornya yang mati total akibat terkena soda api di Bandung Barat.

Hingga saat itu, belum ada kepastian soal ganti rugi dari CV Yasindo Multi Pratama selaku pemilik truk bocor.

“Ini kerusakannya kemungkinan 70%. Enggak bisa dibenerin pakai uang pribadi. Perusahaan harus mau bertanggung jawab,” kata Ilham.

“Saya minta ganti rugi full dari perusahaan sama kerugian pribadi. Soalnya saya cuma dikasih izin [tidak masuk kerja] sampai hari ini. Kalau besok saya enggak masuk kerja, saya bisa kena SP satu.”

Bersama istrinya di kursi belakang, Ilham sedang memacu sepeda motornya menuju rumah di Padalarang pada Selasa pagi (24/12), saat tiba-tiba matanya perih dan kulit wajahnya gatal ketika melalui pertigaan Cikalong.

Ia sempat berhenti untuk membeli air dan membasuh mukanya, sebelum kembali melanjutkan perjalanan. Namun, hal yang sama kembali terjadi.

Di wilayah Cikamuning, sepeda motornya mati total dan mengeluarkan asap.

Saat itulah Ilham melihat sebuah truk terparkir di pinggir jalan. Cairan terlihat keluar deras dari bagian belakang truk itu.

Ternyata, cairan itu adalah soda api yang membuat sepeda motornya mogok.

Tak hanya Ilham, Asep Rosidin pun mengeluhkan masalah serupa.

Rem hingga sensor sepeda motornya rusak, sementara cat di sejumlah bagian juga mengelupas.

Asep Rosidin di sebelah sepeda motornya yang rusak berat akibat terkena soda api di Bandung Barat.

“Kalau dihitung-hitung butuh biaya sekitar Rp3 juta ke atas [untuk servis],” kata Asep, yang berusia 20 tahun.

“Kegiatan saya juga jadi terhambat soalnya kan motor ini satu-satunya buat kerja sama buat ke mana-mana.”

Kepolisian telah berupaya memfasilitasi proses ganti rugi antara korban dan perusahaan.

Hingga Rabu (25/12), perusahaan telah memberi ganti rugi kepada 169 orang yang sepeda motornya rusak ringan, kata Bayu Subakti, Kepala Unit Penegakan Hukum Satlantas Polres Cimahi.

Untuk 21 sepeda motor yang rusak berat, Bayu bilang perusahaan akan mendatangkan teknisi untuk mendata kerusakan apa saja yang ada di masing-masing kendaraan pada 2-3 Januari 2025.

Bayu Subakti, Kepala Unit Penegakan Hukum Satuan Lalu Lintas Polres Cimahi.

Suminar, ibu dari Suryadi Maryana yang luka berat karena paparan soda api, juga meminta perusahaan bertanggung jawab.

“Saya hanya ingin pengobatannya ditanggung hingga tuntas, sampai sembuh. Sebabnya bukan karena kelalaian anak saya, tapi karena hal itu [kebocoran truk tangki],” kata Suminar, seraya mengatakan belum ada perwakilan perusahaan yang menemui keluarganya hingga Rabu (25/12).

Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), mengatakan perusahaan terkait wajib bertanggung jawab memulihkan kondisi manusia, barang, dan juga lingkungan yang terdampak tumpahan soda api.

“Tanggung jawabnya adalah mengganti biaya pengobatan dari masyarakat yang mengalami sakit-sakit, atau kalau masyarakatnya belum melakukan pengobatan, berarti menanggung biaya pengobatannya sampai masing-masing individu ini sembuh,” ujar Fajri.

“Ini termasuk juga kerusakan benda, baik itu kendaraan atau benda lain. Misalnya ada biaya-biaya untuk memperbaiki barang-barang yang rusak tadi, itu juga harus ditanggung oleh pihak yang memiliki atau mengelola si kendaraan ini.”

Sepeda motor yang rusak akibat terkena soda api kini terparkir di Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polres Cimahi.

Menurut Fajri, perlu juga dilakukan uji kualitas lingkungan, terutama untuk mengecek kondisi air dan tanah di sekitar lokasi kejadian.

Dari sana, bisa diketahui seberapa parah pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi, yang mesti dibenahi oleh perusahaan.

Dwi Sawung, Manajer Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), mengatakan soda api dapat mengganggu kesuburan tanah, sehingga wilayah yang terpapar bisa jadi akan sulit dimanfaatkan untuk menanam tumbuhan.

Kekhawatiran lainnya adalah bila soda api itu juga mencemari air tanah yang biasa dikonsumsi warga sehari-hari.

Karena itu, Sawung bilang sebaiknya warga sekitar lokasi kejadian menghindari minum air tanah, setidaknya untuk sementara.

“Jangan diminum dulu sebenarnya. Jangan dikonsumsi,” kata Sawung.

“Itu bisa merusak kalau di dalam tubuh, karena dia korosif.”

Tim kimia, biologi, dan radioaktif (KBR) Detasemen Gegana Brimob, Polda Jawa Barat, mengambil sampel di Jembatan Cigentur, Cikalongwetan, Bandung Barat, yang diduga jadi titik awal kebocoran truk pengangkut soda api.

Melihat segala dampak yang muncul dari kejadian ini, Sawung menilai seluruh perusahaan yang terlibat dalam proses jual-beli dan pengiriman soda api ini mesti bertanggung jawab.

“Ketika perusahaan menjual [soda api] ini, dia pun harus memastikan wadah untuk mengangkutnya aman,” ujarnya.

“Jadi, enggak bisa dia lepas tangan begitu saja.”

Sementara itu, Fajri dari ICEL meminta pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menghukum perusahaan yang terbukti bersalah hingga bisa terjadi kebocoran.

Sanksi yang ada, imbuhnya, bisa dalam bentuk pencabutan izin operasi ataupun denda.

“Agar tidak terjadi lagi kebocoran seperti sekarang di masa depan,” kata Fajri.

Liputan ini dikerjakan wartawan Yuli Saputra di Bandung dan Viriya Singgih di Jakarta.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.