PERBUDAKAN MODERN: RIBUAN WNI TERJERAT JARINGAN PENIPUAN INTERNASIONAL

Puluhan WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) diselamatkan Kepolisian Thailand dan KBRI Bangkok

Ribuan WNI telah dibujuk untuk bekerja di negara-negara Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir, dengan iming-iming gaji lebih tinggi.

Budi, seorang penjual buah, berharap dapat memulai babak baru dalam kariernya di bidang Teknologi Informasi (TI) di Kamboja. Alih-alih meraih impiannya, ia justru terperangkap di tempat penahanan yang dijaga ketat. Lebih parah lagi, Budi dipaksa menjadi bagian dari sindikat penipuan daring.

“Saat tiba di sana, saya diminta membaca skrip,” kata Budi, bukan nama sebenarnya, kepada AFP dengan syarat anonim. “Ternyata kami diminta bekerja sebagai penipu.”

Pria berusia 26 tahun itu dipaksa bekerja 14 jam sehari di sebuah lokasi yang menggunakan kawat berduri dan dijaga oleh penjaga bersenjata. Setiap hari, ia dihantui ancaman dari atasan, dan malam-malamnya selalu terasa singkat. Setelah enam minggu, ia hanya menerima $390 dari $800 yang dijanjikan.

Ribuan WNI telah dibujuk untuk bekerja di negara-negara Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir, dengan iming-iming gaji lebih tinggi. Namun mereka justru jatuh ke dalam jaringan penipuan internasional yang kejam.

“Dia menceritakan apa yang dialaminya — dia disetrum, dan juga dipukuli — tetapi dia tidak menceritakannya secara rinci agar saya tidak terlalu memikirkannya,” kata Nanda yang berusia 46 tahun itu.

Dia mengatakan suaminya dijual dan dipindahkan ke operasi penipuan lain pada awal tahun ini.

Seperti Budi, suaminya dapat menceritakan kondisinya di perantauan itu ketika dia diizinkan menggunakan telepon.

Ponsel mereka dikumpulkan di awal hari kerja, dan log panggilan serta pesan disaring oleh para operator penipuan.

Namun, komunikasi secara diam-diam, terkadang dengan kata-kata sandi singkat, sering menjadi satu-satunya petunjuk yang membantu kelompok aktivis dan pihak berwenang dalam menemukan lokasi-lokasi penipuan untuk menyelamatkan para korban.

“Ada berbagai faktor yang memengaruhi kecepatan penanganan kasus ini,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa jaringan penipuan di Myawaddy semakin sulit dijangkau karena adanya konflik di wilayah tersebut, yang memperlambat proses penyelamatan dan pemulangan.

Pihak berwenang Kamboja menyatakan akan mengambil tindakan tegas terhadap operator penipuan tersebut. Namun mereka juga mengimbau pemerintah serta negara-negara lain untuk gencar melakukan kampanye kesadaran publik tentang bahaya penipuan semacam itu.

“Jangan menunggu sampai ada masalah dan saling menyalahkan. Itu sama sekali bukan solusi,” kata Chou Bun Eng, Wakil Ketua Komite Nasional Anti-Perdagangan Manusia Kamboja kepada AFP.

Pemerintah Kamboja “tidak akan membiarkan penjahat bekerja bebas,” tegasnya.

Hanindha Kristy dari LSM Beranda Migran mengatakan korban tidak memiliki banyak pilihan selain berjuang untuk bertahan hidup di bawah tekanan yang berat. Ia mengatakan pihaknya sering mendapatkan permohonan bantuan dari WNI yang menjadi korban penipuan.

“Ini adalah praktik perbudakan modern, di mana mereka direkrut dan ditipu untuk bekerja sebagai penipu,” ujarnya.

Budi berhasil kabur setelah dipindahkan ke jaringan penipuan lain di kota perbatasan Kamboja, Poipet.

Meski merasa bersyukur berhasil kabur, Budi, yang kini bekerja di perkebunan kelapa sawit, masih dihantui rasa bersalah akibat penipuan yang terpaksa dilakukannya.

“Rasa bersalah itu akan terus menghantui saya seumur hidup, karena saat kita merampas hak milik orang, rasanya seperti ada yang mengganjal di hati,” tukasnya. [ah/ft]
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.