KERANGKENG MANUSIA DI LANGKAT: EKS BUPATI TERBIT RENCANA PERANGIN-ANGIN DIHUKUM EMPAT TAHUN PENJARA, MA BATALKAN VONIS BEBAS

Terbit Rencana Perangin-angin saat menunjukkan sel kerangkeng yang diklaimnya untuk tempat pembinaan pelaku penyalahgunaan narkoba.

Mahkamah Agung (MA) menghukum empat tahun kurungan penjara kepada eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, terkait temuan kasus kerangkeng manusia di rumahnya. Putusan kasasi ini membatalkan vonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

MA mengumumkan putusan kasasi tersebut di situs resminya, Selasa (26/11).

Sang mantan bupati itu dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 11 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

“Pidana penjara empat tahun, denda Rp200 juta subsidair kurungan dua bulan,” demikian putusan MA.

Upaya hukum kasasi diajukan Kejaksaan setelah PN Stabat pada 8 Juli 2024 lalu membebaskan Terbit.

Vonis bebas ini, yang menuai protes, membuatnya lolos dari tuntutan 14 tahun pidana penjara oleh jaksa penuntut.

Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Rabu, 26 Januari 2022.

Kerangkeng manusia di rumah Terbit terungkap ke publik pada Januari 2022 ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Terbit dalam kasus dugaan korupsi.

Semula Terbit berkukuh kerangkeng yang menampung sekitar 30 orang itu sebagai tempat rehabilitasi pengguna narkoba.

Mereka yang dikerangkeng itu dipekerjakan di pabrik sawit milik bupati nonaktif Langkat.

Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin (atas) saat menjalani sidang vonis kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Pengadilan Negeri Stabat, Senin, 8 Juli 2024.

Orang-orang itu tidak dibayar dengan dalih memberi keahlian kepada “warga binaan” sebagai bekal selepas keluar dari tempat tersebut.

Klaim ini sempat dikukuhkan Mabes Polri dan menimbulkan kritikan di masyarakat. Apalagi belakangan keberadaan kerangkeng itu tidak berizin.

Badan Narkotika Nasional (BNN)—sebagai lembaga yang berwenang dalam program rehabilitasi narkoba—mengatakan kerangkeng tersebut bukan tempat rehabilitasi pengguna narkoba.

Komnas HAM temukan ‘besi panas’, palu’, alat dalam 26 bentuk kekerasan

Pada Februari 2022, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kemudian menurunkan tim untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM di balik keberadaan kerangkeng itu.

Penyelidikan Komnas HAM ini menindaklanjuti temuan yang diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care).

Hasil penyelidikan Komnas HAM telah mengonfirmasi adanya praktik kekerasan, penyiksaan, perbudakan, hingga perdagangan orang di kerangkeng manusia itu.

Mereka menyimpulkan telah menemukan setidaknya 26 bentuk kekerasan yang dialami penghuni kerangkeng, dengan 18 alat yang digunakan tindakan kekerasan.

Kerangkeng manusia itu sendiri dibangun atas inisiatif Bupati Langkat sejak 2010, yang awalnya ditujukan untuk pembinaan anggota organisasi masyarakat.

Tetapi pada perkembangannya kerangkeng manusia itu menjadi “tempat rehabilitasi”, tetapi Komnas HAM menyatakan tidak ada catatan medis terkait rehabilitasi narkoba selama para korban menghuni kerangkeng tersebut.

Warga mengamati ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Rabu, 26 Januari 2022.

Komnas HAM mengungkapkan kondisi terakhir kerangkeng yang disebut tidak layak itu dihuni oleh 57 orang, dua di antaranya diduga merupakan pelajar SMA.

Belum diketahui berapa banyak orang yang pernah menjadi korban selama kerangkeng itu berdiri, meski polisi sebelumnya menyebutkan jumlahnya mencapai 656 orang.

Komnas HAM juga menyatakan kehadiran kerangkeng manusia itu telah diketahui oleh sejumlah institusi dan lembaga di Langkat.

Komnas HAM menemukan terdapat 18 alat yang digunakan untuk melakukan kekerasan tersebut seperti palu, cabai, rokok, korek, hingga besi panas.

Kerangkeng manusia di rumah Terbit terungkap ke publik pada Januari 2022 ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Terbit dalam kasus dugaan korupsi.

“Selain penderitaan fisik juga ada dampak traumatis akibat kekerasan, salah satunya sampai menyebabkan salah satu penghuni kereng melakukan percobaan bunuh diri,” kata Yasdad.

Tindakan kekerasan itu juga terbukti melalui bekas-bekas luka yang ditemukan Komnas HAM pada tubuh korban.

Para korban juga dipekerjakan tanpa upah di sejumlah kebun sawit, termasuk milik Bupati Terbit, tanpa diupah.

Sedangkan hasil penyelidikan LPSK menemukan dugaan perdagangan orang, pembunuhan, hingga penganiayaan berat.

Bahkan, ada korban yang mengaku “dipaksa minum air kencing hingga mengalami kekerasan seksual seperti sodomi”.

Bagaimana perjalanan penyelesaian hukum ‘kerangkeng manusia’?

Upaya penyelesaian hukum kasus kerangkeng manusia di rumah eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, berawal dari status tersangka atas dirinya pada 5 April 2022 oleh Polda Sumut.

Terbit dikenakan pasal berlapis terkait kasus kerangkeng manusia di rumahnya itu.

Dia dipersangkakan melanggar Pasal 2, Pasal 7, Pasal 10 Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Para pecandu narkoba yang dikerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, dipekerjakan di pabrik sawit tanpa dibayar dengan dalih memberi keahlian untuk para ‘warga binaan’.

Terbit juga dikenakan Pasal 333 KUHP, Pasal 351, Pasal 352 dan Pasal 353 penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia serta Pasal 170 KUHP.

Terbit kemudian diadili di PN Stabat, Kabupaten Langkat.

Dalam proses persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Terbit 14 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Terbit diduga menjadi otak dari pembuatan kerangkeng manusia tersebut. Dalam dakwaannya, selama dalam kurungan, para korban mengalami penganiayaan hingga menyebabkan empat orang tewas.

Badan Narkotika Nasional (BNN)—sebagai lembaga yang berwenang dalam program rehabilitasi narkoba—mengatakan kerangkeng tersebut bukan tempat rehabilitasi pengguna narkoba.

Namun, eks Bupati Langkat itu divonis bebas oleh majelis hakim PN Stabat, Sumatera Utara, pada 8 Juli 2024.

Majelis hakim menyimpulkan Terbit tidak terkait dalam kasus tindak pidana perdagangan orang dan sudah ada yang bertanggung jawab atas kematian korban.

Majelis hakim menilai, Terbit tidak terbukti melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus rehabilitasi narkoba pada 2010- 2022 yang didakwakan jaksa.

Atas putusan ini, tim jaksa penuntut umum kemudian melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada pertengahan Juli 2024.

Dalam perkembangan terbaru, MA mengabulkan upaya kasasi tersebut.

MA dalam putusannya menghukum empat tahun kurungan penjara kepada eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, terkait temuan kasus kerangkeng manusia di rumahnya.

Putusan kasasi ini membatalkan vonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.