Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, dan pemimpin militer Hamas.
Dalam pernyataan resminya, ICC menyatakan majelis pra peradilan menolak gugatan Israel atas yurisdiksi pengadilan dan mengeluarkan surat perintah untuk Netanyahu dan Gallant.
Surat perintah penangkapan juga dikeluarkan untuk komandan militer Hamas, Mohammed Deif. Sebelumnya, militer Israel mengeklaim bahwa Deif tewas dalam serangan udara di Gaza pada bulan Juli.
Para hakim Mahkamah menyatakan bahwa ada “dasar yang wajar” bahwa ketiga individu disebut memikul “tanggung jawab pidana” atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama perang antara Israel dan Hamas.
Baik Israel maupun Hamas menyanggah tuduhan tersebut.
Sejauh ini belum ada respons dari Netanyahu, Gallant dan Deif.
Presiden Israel, Isaac Herzog, mengatakan: “[Keputusan ini] diambil dengan itikad buruk, keputusan yang keterlaluan di ICC. Ini telah mengubah keadilan universal menjadi bahan tertawaan universal.”
“Keputusan tersebut telah memilih sisi teror dan kejahatan daripada demokrasi dan kebebasan, dan mengubah sistem keadilan menjadi perisai manusia untuk kejahatan Hamas terhadap kemanusiaan,” tambahnya.
Di sisi lain, Hamas menyambut baik surat perintah penangkapan Netanyahu dan Gallant, dengan mengatakan bahwa hal tersebut “merupakan preseden sejarah yang penting, dan sebuah koreksi terhadap jalan panjang ketidakadilan historis terhadap rakyat kami”.
Mereka juga meminta negara-negara di seluruh dunia untuk menegakkan surat perintah tersebut dan bekerja untuk menghentikan apa yang mereka sebut sebagai “kejahatan genosida terhadap warga sipil yang tak berdaya di Jalur Gaza”.
Israel membantah keras bahwa pasukannya melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza.
Orang-orang turun ke jalan untuk unjuk rasa menuntut gencatan senjata di Gaza, pada Minggu 20 Oktober 2024 di Brussels.
Bola saat ini berada di tangan 124 negara anggota ICC—yang mana tidak mencakup Israel dan sekutunya, Amerika Serikat—untuk memutuskan apakah mereka akan memberlakukan surat perintah penangkapan tersebut atau tidak.
Patut diketahui bahwa seorang individu belum tentu dapat langsung ditangkap meskipun ICC sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan.
Presiden Sudan, Omar Hassan al-Bashir, disambut Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (KTT-OKI) pada tahun 2016 meskipun ICC sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan kepadanya pada tahun 2009 dan 2010 atas tudingan genosida dan kejahatan kemanusiaan.
Indonesia sendiri bukanlah anggota ICC karena belum meratifikasi Statuta Roma.
Pada Mei 2024, jaksa penuntut ICC, Karim Khan, meminta kepada Mahkamah untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu, Gallant, Deif, dan dua pemimpin Hamas lainnya yang telah terbunuh, Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar.
Meskipun pihak Israel meyakini bahwa Deif juga telah terbunuh, mereka tidak dapat mengonfirmasi kematiannya.
Khan menuduh para pemimpin Hamas melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang termasuk pemusnahan, pembunuhan, penyanderaan, pemerkosaan dan penyiksaan.
Khan juga menuduh para pemimpin Israel melakukan serangan yang disengaja terhadap warga sipil dan menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, sekaligus pemusnahan dan pembunuhan.
Kasus yang diajukan oleh jaksa penuntut terhadap mereka bermula dari peristiwa 7 Oktober 2023, ketika kelompok bersenjata Hamas menyerang Israel selatan.
Serangan ini menewaskan sekitar 1.200 orang warga Israel sementara 251 orang lainnya dijadikan sandera oleh Hamas.
Israel membalas serangan tersebut dengan melancarkan berbagai serangan militer untuk memberantas Hamas. Akibatnya sekitar 44.000 orang telah terbunuh di Gaza, menurut kementerian kesehatan Hamas.
Surat perintah penangkapan ICC ini dirilis hampir 11 bulan setelah Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Israel mencegah genosida atau membantai warga Palestina.
Pernyataan ICJ itu dirilis pada Januari 2024 dalam sidang putusan sela terkait gugatan genosida yang diajukan Afrika Selatan terhadap Israel.
Akan tetapi, ICJ tidak memerintahkan gencatan senjata segera.
Berita ini akan terus diperbarui
sumbet: bbc