Belum sampai sepekan dilantik, sejumlah pembantu Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan pernyataan dan sikap yang mendapat sorotan publik. Pengamat menilai rangkaian kontroversi itu menunjukkan para menteri terkesan “ingin tampil” dan ada ketimpangan kompetensi di kabinet gemuk Prabowo.
Sejumlah pernyataan menteri-menteri Prabowo, mulai dari soal Peristiwa 1998 bukan pelanggaran HAM berat, penggunaan kop kementerian untuk acara keluarga, hingga permintaan anggaran kementerian yang disebut tidak masuk akal, menuai polemik dan dikritik sejumlah pihak.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, melihat belum adanya arahan kepada para menteri dalam bersikap dan berucap, sehingga mereka terkesan “ingin tampil, menonjol, dilihat, dan dianggap hebat sendiri-sendiri.”
“Kabinet ini lahir dari agak ketergesaan di dalam menentukan orang,“ kata Suko kepada BBC News Indonesia, Kamis (24/10).
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, melihat rangkaian pernyataan dan sikap kontroversial itu menunjukkan adanya ketimpangan kompetensi di antara para pembantu Prabowo, yang muncul akibat kabinet gemuk.
BBC News Indonesia telah menghubungi Kantor Komunikasi Presiden dan beberapa politikus Partai Gerindra, namun hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan.
Presiden Prabowo Subianto di tengah menteri-menteri dalam Kabinet Merah Putih.
Awal pekan ini, Presiden Prabowo telah melantik 48 menteri dan 56 wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih. Jumlah itu diklaim sebagai kabinet paling gemuk sejak Orde Baru hingga Reformasi.
Prabowo juga melantik lima kepala badan khusus dan enam wakilnya, serta tujuh Penasihat Khusus Presiden dan tujuh Utusan Khusus Presiden.
BBC News Indonesia merangkum beberapa pernyataan dan sikap kontroversial para pembantu Prabowo sesaat usai dilantik.
Yusril Ihza Mahendra dan Tragedi 1998
Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyebut peristiwa kekerasan dan kerusuhan yang terjadi pada 1998 tidak masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat.
Pernyataan itu bermula ketika Yusril ditanya tentang upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di masa kepemimpinannya.
Yusril menjawab, selama beberapa tahun terakhir tidak terjadi pelanggaran HAM berat di Indonesia. Menurutnya, pelanggaran HAM berat itu jika terjadi genosida, massive kiling, dan ethnic cleansing.
“Tidak terjadi dalam beberapa dekade terakhir ini. Mungkin terjadi justru pada masa kolonial, pada waktu awal perang kemerdekaan,” kata Yusril sebelum acara pelantikan menteri Kabinet Merah Putih, i Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10).
Yusril Ihza Mahendra berjalan saat dipanggil Presiden Prabowo Subianto dalam pengumuman jajaran menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (20/10).
Mendengar itu, seorang wartawan lalu bertanya, “[Tragedi] 98 tidak termasuk ya, Prof?”
“Enggak,” jawab Yusril.
Pernyataan Yusril itu mengundang kritik dari Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
“Pernyataan itu mengabaikan laporan-laporan resmi pencarian fakta tim gabungan bentukan pemerintah dan penyelidikan pro-justisia Komnas HAM atas sejumlah peristiwa pada masa lalu yang menyimpulkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan atau crimes against humanity,” ujar Usman.
“Jadi pelanggaran HAM yang berat menurut hukum nasional bukan hanya genosida dan pembersihan etnis.”
Selain itu, kata Usman, pernyataan Yusril bukan hanya tidak akurat secara historis dan hukum tapi juga menunjukkan sikap nirempati ke korban yang mengalami peristiwa maupun yang bertahun-tahun mencari keadilan.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil mengkritik pernyataan Yusril, dengan menyebutnya sebagai “upaya negara untuk memutihkan pelanggaran berat HAM yang pernah terjadi.”
Namun, dalam keterangan terbaru, Yusril mengklarifikasi soal Tragedi 1998 yang sebelumnya ia sebut “bukan” pelanggaran HAM berat.
“Kemarin tidak begitu jelas apa yang ditanyakan kepada saya. Apakah terkait dengan genocide atau ethnic cleansing? Kalau memang dua poin itu yang ditanyakan, memang tidak terjadi pada waktu 1998,” kata Yusril di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (22/10).
Presiden Prabowo Subianto bersiap memimpin sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (23/10).
Dalam Tragedi 1998, menurut laporan penyelidikan Komnas HAM dan surat keputusan dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Agustus 1998, Prabowo Subianto—saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus—diklaim terlibat dalam kasus penghilangan orang secara paksa pada periode 1997-1998.
Sepanjang tahun 1997-1998, terdapat 23 aktivis prodemokrasi yang disebut diculik.
Dari jumlah itu, hanya sembilan orang yang kembali dengan selamat, satu ditemukan tewas dan 13 lainnya hilang hingga kini.
Yandri dan kop surat kementerian
Penggunaan surat kementerian untuk kepentingan pribadi terungkap dalam unggahan di akun Instagram mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, pada Selasa (22/10).
Mahfud mengunggah surat undangan yang ditandatangani Menteri Desa dan Daerah Tertinggal Yandri Susanto, tentang ‘Undangan Haul, Hari Santri dan Tasyakuran‘ tertanggal 21 Oktober 2024.
Mahfud pun menuliskan penggunaan surat dengan kop dan stempel resmi kementerian untuk acara pribadi dan keluarga sebagai kesalahan.
Postingan Mahfud itu mendapat lebih dari 7.000 komentar. Ada yang menuliskan “Menteri kok ga paham hal begini, Gmn kami gak pesimis“.
Komentar lainnya berbunyi, “Kasihan @Prabowo baru dilantik sudah seperti ini menterinya“.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional Yandri Susanto (kiri) tersenyum didampingi Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad saat tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10).
Saat dijumpai usai acara serah terima jabatan menteri pertahanan pada Selasa (22/10), Mahfud mengatakan bahwa hal itu melanggar etika birokrasi.
“Kan tidak boleh ya urusan pribadi, urusan tahlilan, urusan syukuran gitu, lalu menggunakan kop dan stempel menteri. Karena itu berarti lalu menjadi tugas kementerian,” kata Mahfud.
Yandri kemudian mengklarifikasi dan mengakui penggunaan kop surat kementerian untuk acara pribadi murni kesalahan administrasi.
Namun, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu beralasan, dirinya baru belajar menjadi menteri setelah dilantik beberapa hari lalu. Dia pun berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama ke depannya.
“Tapi intinya dari acara itu tidak satu sen pun uang Kemendes yang saya gunakan, demi Allah demi Rasul, enggak ada,” kata Yandri, Rabu (23/10).
Usai insiden ini, Sekretaris Kabinet (Seskab) Mayor Teddy Indra Wijaya memberikan peringatan melalui grup WhatsApp kepada semua menteri Kabinet Merah Putih untuk berhati-hati menggunakan kop surat kementerian dan tanda tangan menteri.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi di Istana, Jakarta, Rabu (23/10).
“Iya [Seskab memberi peringatan], kita harus siaga bersama. Kepercayaan publik yang besar ini harus kita jaga bersama ya. Semua imbauan untuk semua menteri di Kabinet Merah Putih,” ujar Budi.
Permintaan anggaran Kementerian HAM hingga Rp20 triliun yang ‘tidak masuk akal’
Pernyataan kontroversial juga datang dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, yang menghendaki alokasi anggaran di kementeriannya sebesar Rp20 triliun, jika negara menyanggupi.
“Rombak itu. Dari Rp20 T (pagu anggaran) cuma Rp64 M. Tidak bisa. Tidak tercapai cita-cita dan visi keinginan Presiden Indonesia,” ujar Natalius Pigai saat acara penyambutan di Gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (21/10).
Dia mengatakan, anggaran yang besar itu dibutuhkan untuk memperkuat perlindungan HAM.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyambut kedatangan pegiat HAM Natalius Pigai di kediaman Presiden terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10).
“Anggaran yang ada kan Rp64 miliar ya, anggaran yang dikasih ini mereka berpikir Kementerian HAM hanya mengawasi pekerjaan-pekerjaan pemerintah. Tidak, Kementerian HAM itu pembangunan hak asasi manusia,” kata Pigai.
“Sesuai dengan amanat konstitusi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan HAM, kebutuhan akan sandang, pangan dan papan.”
Mantan Komisioner Komnas HAM itu juga menyampaikan ide pendirian Universitas Hak Asasi Manusia (Unham). Menurutnya, Unham akan memberi kontribusi penting bagi penguatan HAM di Indonesia.
“Saya mau mendirikan Unham, Universitas Hak Asasi Manusia dengan jurusan ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya, pusat laboratorium HAM di situ, pusat studi HAM di situ, itu anggarannya berapa itu yang saya butuh, itu akan satu-satunya di dunia lho,” katanya.
Pernyataan Pigai mendapat kritikan dari mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal.
“Pernyataan Menteri HAM Natalius Pigai untuk naikkan anggaran dari Rp60 miliar menjadi Rp20 triliun adalah yang hal yang tidak masuk akal, dan tidak akan mungkin dikabulkan Presiden Prabowo, Menteri Keuangan dan DPR, karena akan menghamburkan uang negara untuk program yang tidak jelas dan akan berbuntut korupsi,” kata Dino dalam keterangannya yang dibagikan ke wartawan, Rabu (23/10).
Layar memperlihatkan Dino Patti Djalal, Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), selama Forum Fujian-ASEAN.
“Koordinasi dulu dengan Menko-nya, Setneg dan Kantor Presiden sebelum membuat pernyataan kebijakan yang berisiko tinggi. Ingat, Anda sekarang pejabat pemerintah, bukan aktivis lagi. Credibility is everything,” tegas Dino kemudian.
Terkait dengan keinginan Pigai, Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan pihaknya perlu melihat terlebih dulu kebutuhan apa saja yang diperlukan dari anggaran itu.
“Kita belum lihat ya apa-apa saja yang diajukan dari Rp60 miliar sampai Rp20 triliun. Nanti kita akan lihat apakah masuk akal atau tidak,” kata Adies, Rabu (23/10).
Pelantikan Mayor Teddy dan dugaan pelanggaran UU TNI
Kontroversi lain yang menjadi sorotan publik adalah pelantikan Mayor TNI Teddy Indra Wijaya menjadi Sekretaris Kabinet (Seskab). Penunjukkan Teddy dianggap melanggar UU TNI dan disebut menjadi “noda awal reformasi TNI”.
“Karena yang jelas Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang TNI itu sudah spesifik menjabarkan kementerian mana saja yang diperbolehkan diduduki oleh TNI aktif, tanpa pensiun dini,” kata peneliti SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, kepada BBC News Indonesia, Selasa (22/10).
Merujuk pada UU TNI, prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Namun syarat ini tidak berlaku ketika prajurit aktif menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Tapi pihak Istana berdalih posisi Teddy tidak setara menteri, dan Presiden Prabowo telah mengubah nomenklaturnya menjadi seperti “Sekretaris Militer, Sekretaris Pribadi” yang akan bekerja di bawah Kementerian Sekretariat Negara.
“Seskab (sekretariat kabinet) itu kemungkinan besar ada di bawah Kementerian Sekretariat Negara nantinya,” kata Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, Senin (21/10).
Oleh sebab itu, Sufmi Dasco Ahmad, politikus Gerindra sekaligus tangan kanan Presiden Prabowo Subianto mengatakan, Mayor Teddy tak perlu pensiun dini atau mundur dari keanggotaan TNI.
Dasco menambahkan, jabatan tingkat seperti yang diduduki Teddy itu batasan paling tinggi adalah setara eselon dua, atau berpangkat Brigadir Jenderal.
Dengan demikian, menurut Dasco, Teddy yang berpangkat mayor masih bisa mengisi jabatan sekretaris tersebut.
“Dengan perubahan nomenklatur ini, dapat diisi oleh saudara Teddy tanpa harus pensiun dari TNI karena bukan setingkat menteri,” kata dia.
Para pembantu Prabowo lain yang juga ‘bermasalah’
Selain itu, jajaran pembantu Prabowo yang lain juga tak luput dari masalah.
Di dunia pendidikan, gelar doktor yang diperoleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dari Universitas Indonesia (UI) memicu kritik dari Dewan Guru Besar UI.
“Kami bersama Senat Akademik UI sudah membentuk tim investigasi untuk memeriksa kasus ini,” ujar Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo.
Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menjawab pertanyaan awak media usai melakukan pertemuan dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (17/10).
Harkristuti menyebut bahwa tim investigasi dibentuk karena adanya sejumlah kejanggalan yang ditemukan dalam proses pemberian gelar doktor keBahlil.
Selain itu sejumlah alumni UI membuat petisi yang berjudul ‘Tolak Komersialisasi Gelar Doktor, Pertahankan Integritas Akademik’ dan telah memperoleh 13.788 dukungan.
Masih dalam isu yang sama, Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, Raffi Ahmad juga mendapatkan kritik usai memperoleh gelar doktor honoris causa (HC) yang diterimanya dari Universal Institute of Professional Management (UIPM).
Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni terpilih Raffi Farid Ahmad melakukan sikap hormat saat dilantik Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/10).
Pasalnya, Kemendikbudristek (yang kini telah dipecah ke beberapa kementerian) tidak mengakui gelar yang dikeluarkan oleh UIPM itu.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Prof. Abdul Haris mengatakan, gelar tersebut tidak sah karena UIPM tidak memiliki izin operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia.
“Tanpa izin operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi dari pemerintah, gelar akademik yang diperoleh dari perguruan tinggi asing tersebut tidak dapat diakui,” kata Haris.
Selain di dunia pendidikan, beberapa menteri Prabowo juga pernah berurusan dengan kasus hukum. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat beberapa nama.
Pertama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor sawit mentah dan turunannya.
Kerugian negara akibat kasus izin ekspor CPO berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Rp6,47 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyapa wartawan setibanya di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024).
Kemudian ketika menjabat di era Joko Widodo, Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo terseret kasus korupsi proyek menara pemancar komunikasi (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka di kasus itu, Dito disebut menerima uang Rp27 miliar.
Dalam pemerintahan Prabowo, dia kembali menjabat di pos kementerian yang sama.
Menpora Dito Ariotedjo berjalan keluar usai melakukan pertemuan tertutup di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024).
Lalu, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej yang menjadi tersangka KPK pada 2023 atas dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp8 miliar.
Namun status tersangka itu dicabut usai dia menang prapreradilan terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Walau kalah, KPK mengaku tetap melanjutkan penanganan perkara dugaan korupsi itu.
ICW juga menyebut nama Budi Gunawan yang menjabat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan di era Prabowo.
Budi pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2015 atas dugaan kepemilikan rekening gendut jenderal polisi.
Terakhir dari catatan ICW adalah Yusrli Ihza Mahendra yang pernah berurusan dengan dugaan korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan memberikan keterangan pers usai acara serah terima jabatan di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta, Selasa (22/10).
‘Ingin tampil dan dilihat hebat, jadinya tergesa-gesa’
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan pernyataan hingga sikap menteri yang baru saja dilantik menunjukkan kemampuan dan kapasitas komunikasi publik mereka yang belum memadai, ditambah keinginan untuk “menonjol dan segera tampil”.
Alhasil, para menteri itu terkesan, “ingin segera tampil, ingin menonjol, ingin dilihat dan dianggap hebat sendiri-sendiri,” katanya.
“Lebih banyak menyangkut personality kalau komunikasi politik, akhirnya terlihat jadi tergesah-gesah komunikasinya,“ ujar Suko kemudian.
Sikap ingin tampil itu menunjukkan bahwa belum ada instruksi dan arahan yang tegas dari Prabowo ke para pembantunya dalam bersikap maupun berucap di depan publik.
“Dalam konteks komunikasi politik tentu saja berpikir sebelum berkata. Nah itu yang kayaknya kelabakan dan amburadul komunikasi politiknya karena tidak dihitung risiko-risiko dari pesan yang disampaikan, tidak diverifikasi,” kata Suko.
Penyebab lainnya, menurut Suko, karena sebagian menteri Prabowo berasal dari partai atau kelompok tertentu yang memiliki kepentingannya masing-masing.
“Memang saya bisa paham karena kabinet ini lahir dari agak ketergesaan di dalam menentukan orang,“ katanya.
Presiden Prabowo didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berfoto bersama jajaran Menteri dan Kepala Lembaga Tinggi Negara Kabinet Merah Putih yang baru dilantik di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (21/10).
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, melihat rangkaian kontroversi yang dilakukan sekelompok menteri itu menunjukkan ketimpangan kompetensi hingga pengalaman para pembantu Prabowo yang menduduki kursi menteri.
Ketimpangan itu sebagai akibat dari upaya Prabowo untuk menyatukan berbagai kepentingan dengan mengakomodasi “tim TKN yang berkeringat, orang-orang yang di-endorse Jokowi, dan juga beberapa teknokrat, sehingga menimbulkan kabinet yang gemuk”.
“Latar belakang mereka yang berbeda, kepentingan yang dibawa berbeda. Lalu ada yang belum berpengalaman, hingga mementingkan ego sektoral. Ini dampak dari upaya Prabowo mengakomodasi semuanya. Akhirnya muncul lah kasus-kasus ini,“ kata Cecep.
Untuk itu, Cecep mengatakan, Prabowo perlu segera melakukan sinergi di antara para pembantunya.
“Sebagai seorang latar belakang militer yang berfikir strategik, idealnya Prabowo bisa melakukan itu. Tapi kemudian kan supporting datanya harus kuat, ketika dia harus mengambil keputusan. Harus reliable-lah,“ katanya.
sumber: bbc