Keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk terlibat sangat aktif dalam panggung internasional tersirat dalam penunjukan kader Gerindra, Sugiono, sebagai menteri luar negeri, ujar sejumlah pengamat.
Untuk pertama kalinya sejak tahun 2001, jabatan nomor satu di kementerian yang berpusat di Jalan Taman Pejambon, Jakarta Pusat itu dipegang seseorang yang bukan berasal dari diplomat karier.
Sugiono, berusia 45 tahun, dikenal sebagai orang dekat Prabowo.
Dia disebut-sebut pula sebagai “anak ideologis” Prabowo Subianto.
Pemilihan Sugiono ini memperlihatkan bahwa Prabowo memiliki agenda internasional yang “cukup banyak dan ambisius” dan “membutuhkan tangan kanannya” untuk memegang jabatan menteri luar negeri, papar pakar hubungan internasional dari Universitas Katolik Parahyangan, Idil Syawfi.
“Menurut saya seharusnya [pemilihan ini] pengaruhnya positif, ya? Karena ini menunjukkan bahwa Prabowo fokus kepada kebijakan luar negeri,” ujar Idil kepada BBC News Indonesia pada Senin (21/10).
“Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah Pak Sugiono ini hanya sebatas tangan kanan yang menjalankan ide-ide Prabowo atau […] bisa menjadi lawan diskusi Prabowo dalam perumusan kebijakan luar negeri?”
Sugiono, ketika sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI, sedang berbincang dengan Menlu Retno Marsudi selepas rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, 12 September 2024.
Prabowo juga menunjuk tiga wakil menteri luar negeri sekaligus untuk mendampingi Sugiono: Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta (sebelumnya kader PKS) serta dua diplomat senior yaitu Wakil Tetap Indonesia untuk PBB Arrmanatha Nasir, dan Duta Besar RI untuk Jerman Arif Havas Oegroseno.
Munculnya nama diplomat ulung dan berpengalaman di posisi wamenlu memperlihatkan keinginan Prabowo untuk tampil di panggung internasional, menurut Direktur Eksekutif wadah pemikir Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja.
Siapa Sugiono dan seperti apa rekam jejaknya?
Lahir di Takengon, Aceh, pada 11 Februari 1979, situs resmi Gerindra menggambarkan Sugiono sebagai “sosok pemuda cerdas yang ada di lingkaran terdekat Prabowo” dan “tak sedikit yang mengatakan [Sugiono] merupakan anak ideologis Prabowo”.
Sugiono menempuh pendidikan SD di kota kelahirannya, Takengon, sebelum menghabiskan masa SMP di Banda Aceh.
Pada 1994-1997, Sugiono menempuh pendidikan di SMA Taruna Nusantara di Magelang, Jawa Tengah.
Sugiono, saat menjadi Wakil Ketua Komisi I DPR bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (saat itu) di sebuah acara, 2 Oktober 2024.
Dilansir Tempo, nama Sugiono sebagai calon menteri luar negeri mencuat setelah adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, menyebut akan ada sejumlah lulusan SMA Taruna Nusantara yang masuk dalam kabinet.
Selain Sugiono, kader Gerindra lainnya yang juga jebolan Taruna Nusantara, Prasetyo Hadi, dilantik menjadi Menteri Sekretaris Negara.
Sugiono sempat menempuh pendidikan di Norwich Military Academy, Amerika Serikat.
Seperti dilaporkan kantor berita Antara, Sugiono menjadi salah satu penerima beasiswa dari Prabowo yang saat itu menjabat sebagai komandan jenderal Kopassus.
Program beasiswa itu ditujukan bagi lulusan SMA Taruna Nusantara untuk menimba ilmu ke perguruan tinggi militer di AS.
Sugiono kemudian mengikuti pendidikan calon perwira TNI dan lulus pada tahun 2002 dengan pangkat Letnan Dua korps Infanteri.
Sebagai anggota TNI AD prajurit, Sugiono dilaporkan pernah menjabat sebagai sekretaris pribadi Prabowo.
Mulai aktif sebagai kader Gerindra sejak 2008, Sugiono saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Harian sekaligus Wakil Ketua Umum DPP Gerindra.
Di Senayan, Sugiono menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR yang membidangi isu-isu pertahanan dan luar negeri sekaligus Ketua Fraksi Gerindra di MPR.
Sugiono saat dipanggil Presiden Prabowo Subianto dalam pengumuman jajaran menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (20/10)).
Ditemui wartawan di sela-sela pelantikan menteri-menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Sugiono merujuk ke pidato Prabowo Subianto usai dilantik sebagai Presiden pada Minggu (20/10) bahwa politik luar negeri Indonesia tetap menganut prinsip bebas aktif sesuai “tradisi dan Konstitusi”.
“Kita ingin jadi teman dan tetangga yang baik untuk semua teman-teman kita di dunia internasional,” ujar Sugiono.
Menanggapi latar belakangnya dari dunia politik dan bukan kalangan profesional, Sugiono menyebut dirinya akan dibantu “banyak tenaga-tenaga yang kapasitasnya luar biasa” di Kementerian Luar Negeri.
Seperti diketahui, Prabowo juga menunjuk tiga wakil menteri luar negeri sekaligus untuk mendampingi Sugiono: Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta (sebelumnya kader PKS) serta dua diplomat senior yaitu Wakil Tetap Indonesia untuk PBB Arrmanatha Nasir, dan Duta Besar RI untuk Jerman Arif Havas Oegroseno.
Mengapa Prabowo tidak memilih diplomat karier untuk menjabat sebagai Menteri Luar Negeri?
Pakar hubungan internasional dari Universitas Katolik Parahyangan, Idil Syawfi, menyebut jatuhnya pilihan Prabowo ke Sugiono bisa dipandang secara positif.
“Pemilihan menteri luar negeri menunjukkan apakah seorang presiden melihat kebijakan luar negeri sebagai fokus atau bukan,” ujar Idil kepada BBC News Indonesia pada Senin (21/10).
Idil mencontohkan bagaimana Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid memilih Alwi Shihab sebagai menteri luar negeri pada masa kepemimpinannya karena kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu merupakan “lawan diskusi” yang pas untuk isu-isu Timur Tengah yang kala itu menjadi fokus kebijakan luar negeri presiden ke-3 itu.
Ini berbeda dengan Presiden Megawati Soekarnoputri yang, menurut Idil, “melepaskan” posisi itu ke diplomat karier teratas—saat itu Hassan Wirajuda—karena memiliki berbagai persoalan domestik.
Idil memandang apa yang dilakukan Megawati mirip dengan kebijakan Jokowi memilih diplomat karier Retno Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri.
Idil kemudian mencontohkan masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode kedua di mana dia memilih diplomat karier yang masih tergolong muda, Marty Natalegawa, sebagai Menteri Luar Negeri.
“Ada kedekatan atau afiliasi langsung dan [Marty] menjadi teman diskusi SBY [Susilo Bambang Yudhoyono] yang punya perhatian cukup besar bagi masalah internasional,” papar Idil.
Idil memandang Sugiono dipilih Prabowo karena Presiden ke-8 itu ingin memastikan kebijakan luar negeri “dipegang orang dalamnya”.
“Kebetulan orang dalam yang mumpuni atau dipercaya adalah seorang mantan tentara [karena] tidak ada diplomat yang mengelilingi Prabowo selama ini,” jelas Idil.
“Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah Pak Sugiono ini hanya sebatas tangan kanan yang menjalankan ide-ide Prabowo atau […] bisa menjadi lawan diskusi Prabowo dalam perumusan kebijakan luar negeri?”
Terpisah, pengamat hubungan internasional dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Musa Maliki, memprediksi “ tidak akan terjadi banyak perdebatan ataupun pemahaman” antara Sugiono dan Prabowo karena adanya kesamaan ideologis.
“Saya melihat kebijakan politik luar negeri di bawah Pak Prabowo itu sangat kuat dikendalikan oleh pribadi Pak Prabowo,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa merupakan “teman diskusi” Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal isu internasional, ujar pengamat
Senada, pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja, mengatakan Sugiono “dipercaya betul” oleh Prabowo dan itu menjadi alasan utama pemilihannya sebagai menteri luar negeri.
“Dia memilih orang yang memang loyalis, yang benar-benar bisa membuka bisa membuka jalannya buat dia yang tampil,” ujar Dinna.
Bukan hanya Sugiono, Dinna juga menyoroti pemilihan orang-orang yang menjabat di dua menteri “strategis” lainnya yakni Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
“Anda bisa lihat dari komposisi orang-orang yang dipilih di tiga kementerian ini […] memang orang-orang terdekat yang [Prabowo] percaya betul. [Yang] bisa menjadi perpanjangan tangan dari eksistensi atau kehadiran dari Prabowo sendiri,” ujar Dinna.
“Kalau Prabowo bisa sekaligus menjadi presiden, menteri luar negeri, dan menteri pertahanan, saya rasa dia akan melakukan itu,” imbuhnya.
‘Keputusan-keputusan responsif yang tepat waktu’
Mantan diplomat senior Indonesia, Makarim Wibisono, tidak mempermasalahkan latar belakang Sugiono yang bukan diplomat karier.
Sebaliknya, Makarim melihat keputusan Prabowo ini sejalan dengan pidato pelantikannya yang memberi penekanan terhadap politik luar negeri.
Selain menyoroti latar belakang pendidikan Sugiono, Duta Besar untuk PBB periode 2004-2007 itu menyebut hubungan antara Prabowo dan Sugiono yang “akrab dan erat” membuat masalah-masalah politik luar negeri Indonesia “akan cepat sekali mendapat tanggapan” dari Presiden.
“Sehingga terjadilah keputusan-keputusan yang responsif dan tepat waktu,” ujar Makarim kepada BBC News Indonesia pada Senin (21/10).
Alwi Shihab adalah Menteri Luar Negeri terakhir yang tidak berasal dari diplomat karier. Dia dipercayai Presiden Abdurrahman Wahid untuk isu-isu Timur Tengah.
“Ini juga saya hadapi pada waktu Pak Alwi Shihab [menjadi Menteri Luar Negeri]. Pak Alwi Shihab dengan Pak Abdurrahman Wahid itu sangat dekat sekali. Jadi, [respons untuk] isu-isu yang membutuhkan kecepatan waktu itu bisa diperoleh dengan sangat cepat.
Menanggapi pengalaman Sugiono, Makarim menyebut latar belakang sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR yang “mengamati kerja-kerja dari Kementerian Luar Negeri.”
“Saban hari itu. Jadi dia itu sangat akrab pada hal itu. Menteri Luar Negeri Bu Retno [Marsudi] beliau juga berhubungan [dengan] sangat baik,” ujarnya.
Makarim juga menyebut Sugiono sering mendampingi Prabowo untuk bertemu dengan tokoh-tokoh asing sebagai Menteri Pertahanan di beberapa konferensi tingkat tinggi (KTT).
Prabowo Subianto ‘ingin tampil di panggung internasional’
Indonesia juga untuk pertama kalinya memiliki tiga wakil menteri luar negeri sekaligus.
Tiga wamenlu ini adalah mantan ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kini Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta serta dua diplomat dengan jam terbang tinggi: Wakil Tetap Indonesia untuk PBB Arrmanatha Nasir, dan Duta Besar RI untuk Jerman Arif Havas Oegroseno.
Prioritas Prabowo dalam konteks kebijakan internasional bisa dilihat dari wakil-wakil menteri luar negeri yang dipilihnya untuk mendampingi Sugiono ini, seperti diutarakan Dinna dari Synergy Policies.
Dinna khususnya menyoroti sosok Arrmanatha Nasir yang digambarkannya sebagai “orang lama” dengan pengalaman di isu-isu multilateral dan kancah PBB.
“Mengonfirmasi pernyataan saya sebelum-sebelumnya di media massa: Pak Prabowo memang ingin tampil di panggung internasional. Saya kira dia akan ambil satu momen [untuk] tampil berapi-api [melalui] satu pidato yang inspiratif di PBB.
“Tugasnya Pak Arrmanatha itu mempersiapkan itu semua, termasuk komisi-komisi di PBB.”
Dinna memprediksi Arrmanatha akan diberikan tugas oleh Prabowo untuk lebih menggaungkan isu-isu yang diangkat Prabowo seperti pengentasan kemiskinan di Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di tingkat internasional.
“Kalau soal tampil di publik di panggung internasional, Prabowo sangat tertarik,” ujar Dinna seraya mencontohkan bagaimana Prabowo hadir di berbagai forum prestisius ketika menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
Anis Matta, menurut Dinna, akan difokuskan untuk isu-isu di Timur Tengah seperti persoalan haji, pekerja migran, Israel-Palestina, dan hubungan-hubungan dengan negara Islam.
Adapun Arif Havas Oegroseno, yang pernah juga menjadi Deputi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, akan difokuskan ke isu-isu yang berkaitan dengan wilayah kelautan seperti persoalan Laut Cina Selatan.
Berbeda dengan Dinna yang lebih menyoroti arah kebijakan luar negeri Prabowo, dosen Universitas Parahyangan, Idil Syawfi, justru lebih melihat kecenderungan Prabowo untuk bersikap praktis dalam penunjukan para wamenlu ini,
“[Kalau] Pak Anies Mata, itu jatah bagi partai pendukung. Pak Prabowo menekankan kepada loyalitas, itu yang pertama,” ujar Idil.
Adapun pemilihan Arrmanatha dan Arif Havas, sambung Idil, adalah jalan yang ditempuh Prabowo untuk menghindari kritik seperti yang dihadapi pendahulu-pendahulunya ketika mengangkat satu diplomat karier sebagai petinggi.
“Daripada pusing, ya, sudah, kemudian dua diplomat top itu ditunjuk untuk menemani Sugiono sebagai Menteri Luar Negeri,” tutur Idil.
Selain itu, Idil menyebut penunjukkan Sugiono akan membuat mekanisme pengambilan kebijakan luar negeri menjadi lebih mudah karena posisinya sebagai “tangan kanan” Prabowo.
“Nah, permasalahan yang kemudian muncul adalah bagaimana meng-handle birokrasi di dalam kementerian luar negeri sendiri. Ini yang kemudian akan jadi tantangan tersendiri dan ini tampaknya akan menjadi tugas bagi Pak Arrmanatha dan Pak Havas,” ujar Idil.
Ditemui wartawan usai pelantikan di Istana Negara, Anis Matta menyebut arahan dari Menteri Luar Negeri Sugiono tentang instruksi presiden baru akan disampaikan pada Senin (21/10) malam.
“Saya belum tahu seperti apa arahannya dalam pembagian tugasnya, walaupun dalam pembicaraan awal saya memang difokuskan untuk mengurusi dunia islam, secara khusus,” ujar Anis.
Sementara Arrmanatha mengatakan isu-isu luar negeri yang menjadi perhatian presiden akan menjadi lebih jelas pada rapat kabinet yang pertama.
sumber: bbc