Ribuan orang melarikan diri dari Lebanon selatan menyusul serangan ‘ekstensif’ di Beirut, 24 September 2024.Informasi artikel
Di seluruh wilayah Lebanon selatan, warga mengumpulkan barang-barang mereka dan melarikan diri menuju ke wilayah utara menggunakan mobil, truk dan sepeda motor saat militer Israel menyerang target-target yang mereka klaim terkait Hizbullah.
Beberapa warga melaporkan menerima peringatan dalam bentuk pesan teks dan rekaman suara dari militer Israel untuk meninggalkan daerah yang berada dekat dengan posisi kelompok milisi yang didukung Iran tersebut.
Pelajar di Nabatieh yang terletak di Lebanon selatan, Zahra Sawli, mengatakan kepada program Newshour BBC bahwa pemboman terjadi sangat intens.
“Saya terbangun pukul 6 pagi karena mendengar suara bom. Menjelang siang, keadaan mulai semakin intens dan saya melihat banyak serangan di daerah saya tinggal,” ujarnya pada Senin (23/09).
“Saya mendengar banyak suara kaca pecah.”
Tidak seperti banyak orang, dia dan orang-orang yang tinggal bersamanya memutuskan tidak meninggalkan rumah—mereka tidak berani, katanya.
“Ke mana kami harus pergi? Banyak orang masih terjebak di jalan. Banyak teman saya masih terjebak di tengah kemacetan karena banyak orang berusaha melarikan diri,” tuturnya.
Menjelang tengah hari, jalanan menuju Beirut, ibu kota Lebanon, tampak macet total dengan kendaraan-kendaraan yang menuju kota itu di kedua sisi jalan raya dengan enam jalur.
Seorang anggota pertahanan sipil Lebanon menenangkan seorang perempuan yang tiba di Beirut setelah melarikan diri dari wilayah selatan.
BBC berbicara kepada satu keluarga beranggotakan lima orang yang tiba di Beirut dengan sepeda motor.
Dari sebuah desa di Lebanon selatan, mereka berencana menuju Tripoli di Lebanon utara. Mereka tampak kelelahan.
“Kami terpaksa melarikan diri,” ujar sang ayah.
“Kami terpaksa melarikan diri,” ujar sang ayah kepada BBC.
Hingga Senin (23/09) malam, Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa 492 orang tewas dan lebih dari 1.600 orang terluka akibat pemboman tersebut.
Sedikitnya 35 anak-anak termasuk di antara mereka yang tewas.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan telah melancarkan 1.100 serangan selama 24 jam sebelumnya. Itu termasuk serangan udara di Beirut selatan yang menurut IDF menargetkan komandan senior Hizbullah.
Suasana tegang dan cemas meluas di Beirut. Ketika orang-orang dari selatan tiba di ibu kota dengan mobil-mobil yang membawa koper terikat di atasnya, sebagian penduduk Beirut mulai meninggalkan kota.
Israel telah memperingatkan orang-orang agar mengungsi dari daerah yang menurutnya menjadi tempat penyimpanan senjata Hizbullah.
Israel juga mengirimkan peringatan tertulis kepada orang-orang di distrik-distrik Beirut—termasuk Hamra, daerah yang menjadi lokasi kantor kementerian, bank, dan universitas.
Para orang tua bergegas menjemput anak-anak mereka dari sekolah setelah menerima lebih banyak peringatan untuk meninggalkan daerah tersebut.
Issa, seorang ayah yang sedang menjemput putranya dari sekolah mengatakan kepada kantor berita Reuters: “[Kami di sini] karena panggilan telepon itu.”
“Mereka menelepon semua orang dan mengancam orang-orang lewat telepon. Jadi kami di sini untuk menjemput anak saya dari sekolah. Situasinya tidak meyakinkan,” katanya.
Warga membawa barang bawaan mereka saat meninggalkan kota tepi pantai Tirus, salah satu kota di Lebanon selatan.
BBC bertemu dengan Mohammed, seorang pria Palestina saat hendak meninggalkan Beirut bersama istrinya.
“Di Lebanon tak ada tempat yang aman, Israel mengatakan mereka akan membombardir di mana-mana. Sekarang mereka mengancam wilayah ini, jadi ke mana kami harus pergi?”
“Ini menakutkan, saya tak tahu harus berbuat apa.”
Sementara itu, saat kru BBC berada di satu sisi jalan, seorang pengemudi taksi berteriak menanyakan tentang krisis bahan bakar yang sedang terjadi.
“Terlalu banyak orang yang datang ke Beirut.”
Antrean panjang terjadi di tempat pengisian bahan bakar di Beirut.
Sekolah-sekolah kini berubah menjadi tempat penampungan bagi para pengungsi yang datang dari selatan.
Atas perintah pemerintah, sekolah-sekolah di Beirut dan Tripoli serta Lebanon timur dijadikan sebagai tempat penampungan.
BBC berada di sebuah ruang kelas di sekolah umum di Bir Hasan, Beirut, yang sedang dipersiapkan untuk orang-orang yang datang dari Lembah Bekaa—benteng Hizbullah di Lebanon timur laut yang juga menjadi sasaran Israel.
Ruang kelas dipenuhi kasur yang akan terisi penuh pada akhir hari, kata para pekerja.
Para relawan menyiapkan tempat penampungan sementara bagi warga yang mengungsi dari desa-desa di Lebanon selatan di sebuah sekolah di Beirut, Lebanon, 23 September 2024.
Sementara itu, rumah sakit di Lebanon juga diperintahkan untuk membatalkan semua operasi yang tidak mendesak pada Senin (23/09) karena para dokter bersiap menghadapi gelombang korban jiwa dan luka.
Meskipun suasana di Beirut tegang dan tidak menentu, sebagian orang bersikap sebaliknya.
“Jika perang total terjadi, kita sebagai rakyat Lebanon harus bersatu, apa pun afiliasi politik kita, karena pada akhirnya, negara kita akan dibom,” kata seorang pria kepada BBC.
Sementara yang lainnya hanya pasrah terhadap kekerasan yang sedang terjadi.
“Jika mereka menginginkan perang, apa yang bisa kami lakukan?”
“Kami tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar Mohammed Sibai kepada kantor berita Reuters.
Mohammed, seorang pemilik toko berusia 57 tahun yang tinggal di pinggiran selatan Beirut, Dahieyh, basis kekuatan utama Hizbullah di ibu kota, mengatakan kepada BBC bahwa dia “selamat dari semua perang sejak 1975” jadi “itu hal yang biasa bagi saya”.
“Saya tidak akan pergi, saya akan berada di rumah saya.”
sumber: bbc