ANIES BASWEDAN MENANTI RESTU MEGAWATI UNTUK BERTARUNG DI PILKADA JAKARTA, MENGAPA PDIP BELUM BERSIKAP?

Anies Baswedan urung diumumkan PDI Perjuangan (PDIP) sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta untuk Pilkada 2024 pada Senin (26/08). Mengapa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa calon gubernur Jakarta dari partainya?

Partai berlogo kepala banteng itu mengumumkan bakal calon gubernur dan wakilnya di sejumlah daerah pada Senin (26/08). Namun, hingga akhir acara pembacaan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusung partai tersebut, nama Anies Baswedan maupun provinsi DKI Jakarta tak disebut.

Juru bicara DPP PDIP Seno Bagaskoro saat ditemui usai pidato Megawati mengakui memang ada beberapa daerah yang belum diumumkan—termasuk untuk Gubernur Jakarta. Seno pun mengakui Jakarta merupakan “special case [kasus spesial]” bagi PDIP mengingat ada kader-kader yang menjadi pertimbangan calon

“Maka tentu proses pengambilan keputusannya tidak bisa semudah di beberapa daerah yang lain. Apalagi Jakarta menjadi center gravity of politics dan itu tidak bisa dipungkiri membuat kami membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan,” ujar Seno kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Pendaftaran calon kepala daerah ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibuka pekan ini—tepatnya Selasa (27/08) dan ditutup pada Kamis (29/08).

Sejumlah nama bakal calon kandidat gubernur DKI Jakarta dari PDIP yang mulai disebut-sebut adalah Anies Baswedan dan kader PDIP, Basuki Tjahaja Purnama. Adapun untuk posisi wakil gubernur adalah Rano Karno.

Nama Anies sendiri makin sering disebut setelah dia bertemu pimpinan DPD PDIP Jakarta. Sejumlah kalangan menafsirkan pertemuan ini membuka peluang Anies untuk dicalonkan oleh PDIP.

Kalangan PDIP mengakui kans Anies tergantung kepada keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarniputri. Hal ini juga diketahui oleh Anies Baswedan.

“Saya mengikuti proses. Kita tunggu saja sampai teman-teman di PDIP menyampaikan kepada saya dan itu semua menunggu arahan dari Ibu Ketua Umum [Megawati Soekarnoputri],” kata Anies Baswedan kepada wartawan, Minggu (25/08).

Terbaru, nama Pramono Anung disebut sebagai calon gubernur DKI Jakarta yang diusung PDIP setelah nama Anies tak diumumkan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Senin (26/08).

Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat membenarkan bahwa partainya memang menerima aspirasi untuk mengusung mantan Sekretaris Jenderal PDI-P Pramono Anung dan mantan Wakil Gubernur Banten Rano Karno pada Pilkada Jakarta 2024

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato saat pengumuman bakal calon kepala daerah untuk Pilkada 2024 di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Senin (26/8/2024).

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri menilai peluang PDIP mengusung Anies Baswedan sebagai calon gubernur untuk bertarung di pilkada Jakarta masih 50:50.

Sementara pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Jakarta, Ujang Komarudin menyebut PDIP jelas-jelas tidak ingin ditunggangi siapa pun sehingga wajar apabila masih terjadi tarik menarik antara partai itu dan Anies Baswedan.

Terpisah, Silvanus Alvin, pengamat komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara, menyebut PDIP sebaiknya tetap mencalonkan kadernya sendiri untuk Pilkada di Jakarta apalagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang dikawal publik.

‘Mau ikut jadi PDI Perjuangan atau mau mendompleng saja?’

Seperti diberitakan sebelumnya, PDI Perjuangan (PDIP) mengumumkan siapa bakal calon kepala daerah dan wakilnya di sejumlah provinsi yang akan diusungnya di Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024 pada Senin (26/08) siang.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengumumkan nama-nama calon kepala daerah di kantor Dewan Pemimpin Pusat (DPP) PDIP di Menteng, Jakarta Pusat.

Beberapa yang disebut antara lain politikus Golkar Airin Rachmi Diany untuk Pemilihan Gubernur Banten. Airin akan didampingi Ketua DPP PDIP Banten, Ade Sumardi, sebagai calon wakil gubernur.

Adapun untuk Pemilihan Gubernur Jawa Tengah, PDIP mengusung mantan panglima TNI Andika Perkasa. Sementara calon wakilnya belum diumumkan.

Bakal calon Gubernur Jateng Jenderal TNI (purn) Andika Perkasa melambaikan tangan sebelum menerima surat keputusan (SK) dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Senin (26/8/2024).

Secara total, PDIP mengumumkan nama 60 pasangan calon kepala daerah untuk Pilkada 2024.

Hingga akhir acara pembacaan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, nama Anies Baswedan maupun provinsi DKI Jakarta tak disebut.

“Mau ikut jadi PDI Perjuangan, atau mau dompleng saja? Saya enggak mau lagi,” ujar Megawati dalam pidatonya usai Sekjen PDIP Hasto membacakan pengumuman calon kepala daerah.

Megawati pun sempat menyebut nama calon Gubernur Banten yang diusung PDIP, Airin Rachmi Diany, yang berasal dari Partai Golkar.

“Saya tadi nanya itu sama Mbak Airin. Ya, nanti mesti merah hitam loh,” ujarnya disambut tepuk tangan dan tawa para hadirin.

Megawati juga sempat menyinggung nama Ahok yang juga ada di antara para hadirin. Hal itu disebutnya setelah mengomentari pihak yang, menurut Megawati, “berkeinginan untuk melanggengkan kekuasaannya”.

Juru bicara DPP PDIP Seno Bagaskoro saat ditemui usai pidato Megawati mengakui memang ada beberapa daerah yang belum diumumkan—termasuk untuk Gubernur Jakarta.

“Pasti sebelum batas akhir tanggal 29 [Agustus, Kamis ini] semuanya akan kami umumkan,” ujarnya kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (26/08).

Seno mengakui adanya kader PDIP yang menyuarakan dukungan terhadap Anies seperti Masinton Pasaribu yang mengungkapkan dukungannya via platform X dan menyebutnya “aspirasi”.

Meski begitu, Seno menekankan kepastian pencalonan dari partai berlogo banteng hitam itu tetap ada di tangan Ketua Umum PDIP Megawati.

PDI Perjuangan (PDIP) mengumumkan siapa bakal calon kepala daerah dan wakilnya di sejumlah provinsi yang akan diusungnya di Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024 pada Senin (26/08) siang.

‘Kami sudah berulang kali dikhianati’

Sebelumnya, Anies mengaku dirinya menunggu kepastian tentang apa yang disebutnya sebagai rencana pertemuan dengan Megawati.

Saat ditanya tentang kemungkinan dia bergabung sebagai anggota atau kader PDIP, Anies tidak menjawab secara terbuka.

“Pokoknya kita lihat perjalanan nanti,” kata Anies di Jakarta, Minggu (25/08).

Dia mengaku akan mempelajari terlebih dahulu nilai-nilai yang dianut PDI Perjuangan, utamanya pemikiran Sukarno.

“Saya sekarang belajar dulu, pelajari dulu serta titipan yang tadi bisa saya pahami dengan baik dan bisa diskusikan dengan baik,” ungkap Anies.

Juru bicara DPP PDIP Aryo Seno Bagaskoro tak memungkiri partainya memerlukan waktu untuk mengambil keputusan terkait pencalonan Anies sebagai gubernur DKI Jakarta, sebab pengambilan keputusannya “tidak semudah di beberapa daerah yang lain”.

Di akun Instagramnya, Anies Baswedan memperlihatkan buku-buku yang diterimanya saat bertemu dengan pimpinan DPD PDI Perjuangan Jakarta. “Senang sekali saat pulangnya diberi oleh-oleh deretan buku,” ujar Anies dalam keterangan foto di Instagramnya ini.

Syarat dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri terhadap orang-orang yang dicalonkan dalam Pilkada 2024 ini, kata Seno, adalah “nurut dengan konstitusi, nurut dengan ideologi Pancasila, nurut dengan platform partai”.

“Bahwa di Jakarta ini special case, karena kader-kader internal kami juga banyak yang masuk top of mind, maka pengambilan keputusannya tidak semudah di beberapa daerah yang lain. Apalagi Jakarta jadi center gravity of politics dan itu tidak bisa dipungkiri membuat kami membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan,” jelas Seno pada Senin (26/08).

Seno tidak menampik pengalaman masa lalu membuat PDIP berhati-hati sebelum membuat keputusan pencalonan.

“Dalam pengalaman sejarah politik PDI Perjuangan, kami sudah berulang kali ‘dikhianati’. ‘Dikhianati’ bukan sebagai unsur kepartaian atau perorangan, tetapi dalam hal komitmen, dalam hal janji,” tegasnya.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Ahmad Basarah membenarkan bahwa kepastian Anies Bawesdan untuk dicalonkan dalam Pilkada Jakarta masih menunggu keputusan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

“Kalau untuk calon gubernur DKI Jakarta sampai saat ini keputusan masih dipertimbangkan Bu Megawati Soekarnoputri,” ujar Ahmad Basarah kepada wartawan, Minggu (25/08).

Dihubungi BBC News Indonesia, Minggu (25/08), politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, mengakui nama Anies Baswedan masuk dalam “short list”.

Dia menyebut peluang Anies “cukup besar” menjadi calon gubernur sehingga tinggal menunggu proses pematangan saja.

Sebelumnya, Anies bertemu pimpinan DPD PDI Perjuangan di kantornya, Sabtu (24/08) sore.

Usai pertemuan, Ketua DPD PDIP DKI Jakarta, Ady Wijaya, menyebut pertemuan itu sebagai langkah awal dukungan PDIP kepada Anies. Walaupun keputusan final tetap berada di tangan DPP, kata Ady.

Juru bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian, mengatakan dalam pertemuan itu mereka membahas soal kesamaan pemahaman dan visi misi untuk membangun Jakarta.

Namun demikian, belum ada keputusan apa pun terkait pencalonan gubernur dan wakil gubernur Jakarta, kendati klaimnya “sudah ada gambaran positif”.

Gambaran positif yang dimaksud yakni adanya kecocokan antara PDIP dengan Anies Baswedan secara ideologi partai, sehingga tinggal menunggu proses di internal PDIP yang sedang berjalan, sambung Angga ketika dihubungi BBC News Indonesia, Minggu (25/08).

Apa arti putusan MK dan PKPU terbaru dalam pilkada?

Dalam pidatonya berdurasi lebih dari satu jam, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat menyentuh topik protes dari masyarakat ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berusaha menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang peraturan Pilkada 2024 antara lain ihwal ambang batas suara untuk pencalonan dan batas umur.

“Alhamdulillah, MK, hakim-hakimnya, ternyata masih punya nurani dan keberanian,” ujar Megawati.

“Saya beribu-ribu terima kasih sama hakim-hakim MK, masih punya nurani.”

Putusan MK pada Selasa (22/08) memang menguntungkan PDIP. Pada konteks Pilgub Jakarta, misalnya, PDIP sekarang bisa mengusung calon sendiri dan tidak perlu berkoalisi dengan partai lain.

Di sisi lain, peluang Anies Baswedan untuk bertarung memperebutkan kursi gubernur Jakarta menjadi terbuka setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan akan mengubah aturannya.

Aturan itu menyangkut ambang batas parlemen dan syarat batas minimal usia kepala daerah, seperti yang diputuskan MK.

Keputusan KPU ini, kata sejumlah pengamat politik, bakal mengubah konstelasi peta pencalonan kepala daerah di Pilkada 2024.

Khusus untuk Jakarta, para pakar menilai Anies Baswedan akan menjadi pesaing baru yang diusung oleh PDI Perjuangan beserta partai non-parlemen.

Namun demikian, pengamat politik meminta DPR dan KPU agar konsisten menjalankan putusan MK itu.

Itu artinya, tidak ada lagi perubahan keputusan lewat “pintu belakang” di waktu-waktu krusial seperti yang terjadi ketika membahas RUU Omnibus Law, kata pakar politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Devi Darmawan.

Sebab jika tak diimplementasikan, maka apa yang disebutnya sebagai gelombang amuk massa lebih besar bisa saja terjadi. Pasalnya, efek yang dibawa oleh putusan MK membawa perubahan besar dalam konstelasi Pilkada 2024.

“Karena gap [jarak] ambang batasnya besar [untuk bisa mengusung calon kepala daerah sendiri],” ujar Devi kepada BBC News Indonesia, Minggu (25/08).

Menurut pengurus DPD PDIP kedatangan Anies tersebut untuk membahas Pilkada 2024.

Pengamat politik dari BRIN, Aisah Putri Budiatri, sependapat.

Ia menjelaskan, PKPU terbaru yang memuat putusan MK nomor 60 dan 70 tersebut tidak hanya berdampak di Pilkada 2024 namun juga di pilkada lima tahun mendatang.

Di masyarakat, katanya, setidaknya saat ini sudah ada semacam gambaran bahwa mereka akan disuguhkan kandidat-kandidat yang lebih bervariasi. Tidak hanya didominasi oleh calon tertentu saja.

Sedangkan bagi partai non-parlemen yang tidak memiliki kursi, mereka punya mimpi untuk memajukan calon sendiri di pemilihan kepala daerah.

Dan hal itu, sebutnya, menjadi “bargaining politik” ketika terlibat dalam pilkada.

Sebab kalau berkaca pada pemilihan kepala daerah sebelum-sebelumnya, partai non-parlemen seperti tidak punya eksistensi di tengah publik lantaran tak bisa mengusung kandidatnya sendiri.

“Ini suatu hal yang dulu pun tidak terbayang partai politik non-parlemen bisa ikut terlibat dalam kompetisi di pilkada,” ucapnya kepada BBC News Indonesia.

“Sekarang mereka bisa menunjukkan eksistensinya di ruang publik dengan mendorong kandidat. Situasi ini memberikan bobot lebih dalam pilkada.”

“Misalnya ketika mereka mau mengusung nama dengan berkoalisi dengan partai lain, saya bisa kok ikut bantu karena punya suara untuk pilkada.”

“Dan itu akan membangun kualitas partai politik perlahan-lahan, karena kompetisi tidak hanya dikuasai partai-partai besar.”

Selain berdampak ke masyarakat dan partai non-parlemen, putusan MK yang dituangkan dalam PKPU juga diyakini bakal membuka peluang bagi kandidat yang populer namun tidak masuk dalam partai besar, untuk berkompetisi.

Ia mencontohkan apa yang terjadi pada Anies Baswedan.

Dalam kasus Anies, langkahnya untuk maju dalam pemilihan gubernur-wakil gubernur Jakarta sempat dijegal setelah dua partai yang sempat mengusungnya yakni Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memutuskan hengkang dan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

“Dia [Anies] enggak punya partai politik, tapi sekarang jadi berpeluang, paling tidak bisa membawa partai non-pemerintah dan partai parlemen yang ditinggal dari koalisi besar.”

“Ini pun memberikan napas lebih panjang bagi PDIP dan Anies untuk bisa terlibat di pilkada.”

“Dan bisa jadi situasi yang sama teraplikasi di banyak daerah lain, karena KIM Plus enggak hanya di wilayah besar kayak Jawa Tengah, Jakarta, tapi hampir di banyak wilayah bahkan kabupaten/kota.”

Seberapa besar peluang Anies maju dalam pilkada Jakarta?

Aisah Putri Budiatri menilai peluang PDIP mengusung Anies Baswedan sebagai calon gubernur untuk bertarung di pilkada Jakarta masih 50:50.

Ini karena ada beberapa pertimbangan: antara ingin betul-betul menang mutlak atau masih dibayang-bayangi peristiwa kekalahan pilkada Jakarta tahun 2017.

Jika PDIP berkeinginan untuk mempertahankan atau mengembalikan posisi strategisnya di level nasional dengan memenangkan Jakarta, maka sosok Anies Baswedan menjadi krusial alias penting, kata Aisah.

Sebab bagaimana pun, katanya, tak bisa dipungkiri bahwa elektabilitas Anies paling tinggi di antara lawan-lawannya yang lain.

Hal itu merujuk pada survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) yang menunjukkan dukungan warga Jakarta terhadap Anies mencapai 42,8%, unggul 8% jika berhadapan dengan Ridwan Kamil yang mendapatkan 34,9%.

“Begitu pun Anies melihat hanya punya peluang lewat PDIP, dia juga harus punya dukungan dong di kursi parlemen jika terpilih. Jadi partai parlemen tetap perlu buat siapa pun.”

“Ini yang membuat PDIP jadi kunci buat Anies.”

Namun Aisah meyakini keputusan apakah PDIP bakal mengusung Anies tidak akan berjalan mulus-mulus saja.

Dinamika internal PDIP, apalagi mengingat kekalahan kadernya Basuki Tjahaja Purnama di pilkada tahun 2017 dan secara tak langsung meruntuhkan “kesombongan PDIP” yang sedang di berada atas angin kala itu, pasti masih membayang-bayangi beberapa pihak untuk bisa menerima Anies.

Belum lagi, pertimbangan presiden terpilih Prabowo Subianto ingin menjalin relasi yang baik dengan partai-partai lain demi kelangsungan pemerintahannya ke depan.

“Ketika PDIP mengusung Anies Baswedan yang pasti berhadapan dengan KIM Plus, akan membuat jarak makin renggang antara Prabowo dengan Megawati.”

“Apalagi Anies bukan orang PDIP, yang dikhawatirkan akan jadi Jokowi jilid 2.”

Itu mengapa, baginya, semua bergantung pada tujuan utama PDIP.

Petugas bersama maskot pemilihan Wali Kota Salatiga membagikan brosur kepada pedagang saat melakukan sosialisasi pelaksanaan Pilkada 2024 di Pasar Cengek, Salatiga, Jawa Tengah, Sabtu (24/8/2024).

“Intinya PDIP punya misi di Jakarta bagaimana dari Anies, dan enggak ada masalah. Seperti yang disampaikan Pak Hasto misalnya masalah tata ruang, keberpihakan pada rakyat kecil, dan Pak Anies sudah mengerjakan itu.”

“Jadi tidak ada perbedaan signifikan antara PDIP dan Pak Anies. Itu aja sih yang diobrolin kemarin, mencocokkan hal-hal tersebut dan alhamdulilah tidak ada masalah.”

Dan ketika ditanya apakah Anies Baswedan akan “dimerahkan” dengan menjadi kader PDIP, Angga mengatakan “Anies terbuka dengan pilihan itu selama memang diperlukan”.

Politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, menyebut nama Anies Baswedan masuk dalam “short list” dan peluangnya “cukup besar” menjadi calon gubernur.

Proses pematangan, sambungnya, masih berlanjut karena ada hal-hal yang secara ideologis harus disamakan titik tolak narasi dan diksinya.

Yang pasti, klaim Hendrawan, pengumuman nama jagoan yang akan maju dalam pilkada Jakarta “akan segera disampaikan lantaran tenggat waktu segera tiba”.

Untuk diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta akan membuka pendaftaran bagi kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur mulai Selasa-Kamis atau 27-29 Agustus 2024 mendatang.

‘Kawan dan lawan selalu tipis perbedaannya di politik’

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Jakarta, Ujang Komarudin menyebut PDIP jelas-jelas tidak ingin ditunggangi siapa pun sehingga wajar apabila masih terjadi tarik menarik antara partai itu dan Anies Baswedan.

“Bisa jadi Anies belum punya kartu anggota PDIP, belum punya KTA [Kartu Tanda Anggota]. Sehingga PDIP pun tidak mau hanya dijadikan kendaraan saja oleh Anies, hanya dijadikan tiket saja oleh Anies dan tidak ada komitmen apa-apa,” tutur Ujang ketika dihubungi pada Senin (26/08).

“Sedangkan [apabila Anies] jadi kader paling tidak ada ikatan.”

Meski begitu, Ujang mengingatkan bahwa kader pun masih tetap harus diwaspadai PDP (“Jokowi bisa membakar rumah PDIP, apalagi bukan kader.”

Ujang menyebut beberapa nama yang bisa diusung PDIP dari kader-kadernya sendiri antara lain Ahok, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Abdullah Azwar Anas yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

PDIP, imbuhnya, menginginkan Anies untuk mengikuti garis-garis formal partai mengingat partai itu melihat selama ini “ada kader yang dibesarkan [partai] lalu mbalelo”.

Di sisi lain, Ujang melihat baik Anies maupun PDIP sama-sama berkepentingan ingin melawan Jokowi. Sehingga, kata dia, kedua belah pihak dapat mencari pembenaran untuk berkoalisi.

“Padahal sebelumnya berseteru… di situlah politik sangat pragmatis. Kawan dan lawan selalu tipis perbedaannya di politik,” tandasnya.

Terpisah, Silvanus Alvin, pengamat komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara, menyebut PDIP sebaiknya tetap mencalonkan kadernya sendiri untuk Pilkada di Jakarta apalagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang dikawal publik.

“Karena nanti akan jadi preseden negatif bahwa lebih baik terkenal ketimbang berproses dalam pendewasaan politik. Oleh karena itu, PDIP sebaiknya mencari kandidat dari internalnya sendiri saja,” ujar Silvanus pada Senin (26/08).

“Kalau saya menduga bahwa Megawati tetap memilih kader internalnya sendiri.”

Silvanus menjelaskan Megawati memiliki pertimbangan setelah sebelumnya mendukung Jokowi untuk maju sebagai presiden pada 2014 karena dia saat itu sangat populer.

“Meski Jokowi pada akhirnya membawa PDIP ke kemenangan, hubungan Megawati dengan Jokowi sempat dilanda ketegangan. Megawati mungkin berhati-hati agar tidak mengulangi situasi serupa dengan Anies, apalagi jika Anies nanti menunjukkan independensi yang berlebihan setelah terpilih,” ujarnya.

Kehati-hatian dalam pengambilan keputusan ini, menurut Silvanus, mencerminkan betapa pentingnya keputusan siapa kandidat pilkada di Jakarta bagi masa depan PDIP dan Megawati.

“Jika Megawati akhirnya memutuskan untuk mendukung Anies, itu akan menjadi keputusan yang penuh perhitungan, dengan mempertimbangkan banyak variabel politik yang kompleks. Plus, kalau di akhir-akhir maka sorotan ke PDIP akan lebih masif, baik dari media dan publik.”

Bagaimana dengan kelangsungan koalisi KIM Plus?

Menyikapi perubahan konstelasi politik pilkada usai disahkannya PKPU yang memuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan soal kemungkinan berhadapan dengan Anies Baswedan, Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono mengeklaim Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus tidak akan pecah untuk memenangkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono.

“Enggak segampang itulah [KIM Plus terpecah], KIM Plus bukan hanya bertujuan sesaat,” ujar Dave Laksono lewat pesan singkat kepada BBC News Indonesia, Minggu (25/08).

Deputi Bappilu Partai Demokrat, yang tergabung dalam KIM Plus, Kamhar Lakumani, juga menjelaskan sejak awal sudah ada kesepahaman di antara partai-partai yang bergabung dalam Pilpres 2024 agar “sedapat mungkin terjalin koalisi yang linear antara pilpres dan pilkada”.

Akan tetapi, menurutnya, partai-partai dalam koalisi menyadari bahwa konstelasi politik antara pusat dengan daerah berbeda.

Karena itu, sekalipun semua partai berkomitmen untuk sejalan, namun kenyataannya tidak semua bisa seiringan. Terutama di pemilihan kabupaten/kota.

“Tapi untuk daerah-daerah yang menjadi barometer utama, sedapat mungkin berada dalam koalisi yang sama,” ucap Kamhar kepada BBC News Indonesia.

“Misalnya untuk Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Jawa Barat, termasuk Jakarta.”

Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus diklaim tidak akan bubar.

Dan meskipun adanya putusan MK yang menyangkut ambang batas parlemen -yang artinya makin banyak partai politik bisa mengajukan kandidatnya sendiri – tapi Demokrat, klaimnya, berkomitmen untuk “tetap istiqomah” dengan KIM Plus, terutama di Pilkada Jakarta.

Tujuannya, kata dia, demi memudahkan pelaksanaan program-program prioritas nasional di pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Itu yang jadi semangat partai-partai yang tergabung di KIM Plus.”

“Tidak ada kaitannya dengan [pembagian jatah kursi kabinet].”

Kamhar juga menyakini sikap serupa diambil oleh partai-partai koalisi yang baru bergabung seperti NasDem, Partai Keadilan Sejahtara (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ketiga partai itu disebut akan tetap solid memenangkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono seperti yang disepakati dalam deklarasi beberapa waktu lalu.

“Kami percaya partai-partai yang kemarin sudah deklarasi dan tandatangan pakta integritas tetap komit.”

Saat ditanyakan bagaimana jika Anies Baswedan diusung oleh PDIP dan partai non-parlemen, Kamhar mengatakan “menghormati siapa pun pasangan yang dicalonkan oleh PDIP”.

Koalisi KIM Plus pun, katanya, telah sejak awal menyiapkan skenario untuk menang dengan siapa pun kompetitornya.

“Kami optimistis bahwa pasangan calon yang kami usung yang dibutuhkan Jakarta.”

Untuk diketahui, parpol yang gabung dalam KIM Plus di antaranya Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Selain itu, ada juga Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Gelombang Rakyat (Gelora), Partai Garuda, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.