KOALISI ‘GEMUK’ USUNG RIDWAN KAMIL-SUSWONO DI PILGUB JAKARTA, KANS ANIES ‘PUPUS’

Bakal calon Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil (kiri) bersama bakal calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Suswono (tengah) saat menghadiri Deklarasi Cagub dan Cawagub DKI Jakarta di Jakarta, Senin (19/08).

Kans Anies Baswedan menjadi calon gubernur pada Pilkada DKI Jakarta disebut pengamat politik telah tertutup setelah tiga partai pengusungnya pada Pilpres 2024 lalu yaitu Partai Nasdem, PKB, dan PKS justru memilih bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendukung pasangan Ridwan Kamil dan Suswono.

“Berakhirnya hubungan PKS dengan Anies, sekaligus juga pupusnya kans Anies sebagai Cagub DKI Jakarta. Setelah Nasdem dan PKB meninggalkan Anies, sekarang PKS juga meninggalkan Anies,“ kata peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, kepada wartawan BBC News Indonesia, Senin (19/08).

Padahal, menurut survei Saiful Mujani Research Center (SMRC), dukungan warga Jakarta terhadap Anies mencapai 42,8%, unggul 8% jika berhadapan dengan Ridwan Kamil yang mendapatkan 34,9%.

“Dengan digagalkannya Anies maju dalam Pilgub Jakarta, saya kira ini suatu pukulan dan sekaligus juga menjegal aspirasi dan suara warga Jakarta. Bagaimana tidak, seorang calon yang elektabilitasnya tinggi diamputasi dengan menarik partai-partai yang semula mengusungnya untuk meninggalkan Anies,” ujar Lili Romli.

“Pilgub Jakarta telah terjadi pembajakan aspirasi rakyat, yang semestinya harus diperjuangkan, alih-alih yang terjadi dipinggirkan.”

Profesor ilmu politik ini melihat praktik politik yang terjadi di Jakarta juga telah merusak tatanan demokrasi yang pada “hakikatnya adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam kasus Pilgub Jakarta telah dibelokkan menjadi dari elite, oleh elite dan untuk elite.”

Namun, Deputi Bappilu Partai Demokrat, yang tergabung dalam KIM Plus, Kamhar Lakumani, membantah tudingan pengamat tersebut.

”Jika ada paslon yang tak bisa berlayar kemudian merasa dijegal, ini kurang pas karena untuk menjadi kontestan, dukungan parpol bukan satu-satunya jalan. Ada opsi lain melalui mekanisme jalur perseorangan,” kata Kamhar.

Juru bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian, mengatakan bahwa pihaknya menghargai dinamika yang ada di setiap partai politik, termasuk dengan berpalingnya PKS, PKB dan Partai Nasdem yang memutuskan untuk mendukung pasangan Ridwan – Suswono.

”Batas akhirnya akan ada di tanggal 29 agustus 2024 sebagai batas akhir pendaftaran. Kita masih menunggu perubahan-perubahan yang terjadi nanti,” kata Angga.

Sejumlah pendukung pasangan Ridwan Kamil dan Suswono menunjukkan poster dukungannya saat menghadiri Deklarasi Cagub dan Cawagub DKI Jakarta di Jakarta, Senin (19/8/2024).

Sebanyak 12 partai yang jika digabung memiliki total 91 kursi dari 106 kursi di DPRD DKI Jakarta secara bersama mendeklarasikan diri mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono untuk maju pada Pilgub Jakarta di Jakarta, Senin (19/08).

Partai yang tersisa kini adalah PDI Perjuangan dengan jumlah 15 kursi. Namun partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu tidak bisa mencalonkan paslon, seperti Anies, karena belum memenuhi ambang batas minimal yaitu sebesar 22 kursi.

Dilansir dari situs KPU, masa pendaftaran calon kepala daerah digelar serentak di seluruh wilayah pada 27-29 Agustus 2024, yang kemudian ditetapkan pada 22 September 2024. Sementara pemungutan suara digelar serentak pada 27 November 2024.

Koalisi untuk rekonsiliasi Jakarta – Deklarasi dukungan ke Ridwan Kamil dan Suswono

Pejabat teras dari 12 partai hadir di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (19/08). Kepentingan politik mereka sama, yaitu mendeklarasikan dukungan kepada mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan mantan Menteri Pertanian Suswono sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2024.

Acara itu juga dihadiri oleh Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang.

”Kami partai politik yang tergabung dalam koalisi Jakarta Baru untuk Jakarta Maju menyatakan mengusung Ridwan Kamil sebagai calon gubernur dan Suswono sebagai calon wakil gubernur pada pemilihan kepala daerah Jakarta 2024,” kata Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani dalam deklarasi itu.

Selain akan melanjutkan kerja-kerja pemimpin Jakarta terdahulu, Ridwan juga mengeklaim jika terpilih sebagai gubernur akan satu frekuensi dan sesuai dengan tata krama pemerintah pusat, di bawah komando Prabowo Subianto.

Ke-12 partai pendukung adalah PKS (mengantongi 18 kursi DPRD Jakarta), Partai Gerindra (14 kursi), Partai Nasdem (11 kursi), Partai Golkar (10 kursi), PKB (10 kursi), PAN (10 kursi), Partai Demokrat (8 kursi), PSI (8 kursi), PPP (1 kursi), dan Perindo (1 kursi).

Dalam deklarasi itu, Ridwan Kamil mengeklaim dukungan dari 12 partai adalah simbol dari rekonsiliasi politik Jakarta.

“Sudah ditunjukan orang tua kita, Bapak Jokowi dan Bapak Prabowo, menunjukkan kepada seluruh warga Indonesia bahwa setelah kontestasi datanglah rekonsiliasi. Di skala wilayah inilah yang ingin kita tunjukkan, 12 parpol menunjukkan semangat yang sama,” kata Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil.

Dalam pilkada Jakarta 2017 lalu, pertarungan antara Anies Baswedan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diwarnai dengan isu SARA yang disebut membuat warga terpecah.

Sementara itu, Suswono menyampaikan bahwa dirinya akan mendukung Ridwan Kamil dalam menjalankan pemerintahan Jakarta.

“Sungguh saya tetap akan pegang wasiat Pak Presiden [PKS] tadi, cepat tidak mendahului. Jadi tidak usah khawatir, saya akan support sepenuhnya apa yang kebijakan-kebijakan Kang Emil yang akan dilakukan, saya tidak akan mendahului, saya tahu posisi saya adalah wakil Kang Emil,” kata Suswono.

Selain itu, Suswono juga mengeklaim akan menyukseskan setiap program dari pemerintah pusat.

Dalam acara deklarasi yang sama, Waketum Partai Gelora, Fahri Hamzah, sebelumnya sempat menyindir gubernur pendahulu yang dia sebut sibuk berkompetisi dengan pemerintah pusat, dibandingkan mengurus permasalahan di Jakarta.

“Kalau gubernur seperti masa yang lalu punya agenda sendiri, banjir tidak tertangani, polusi semakin parah, kebersihan kota semakin hancur dan isu-isu lokal yang menjadi hak warga Jakarta terabaikan,” katanya.

‘Polusi akan jadi komitmen kami’

Dalam pidato di acara deklarasi itu, Ridwan Kamil menyebutkan sejumlah masalah di Jakarta yang, menurutnya, sedang dipersiapkan solusi-solusinya.

• Krisis iklim

”Jakarta ini mengalami banyak tantangan dari sisi global. Saya ingatkan krisis iklim akan harus kita respons bapak-ibu. Air laut sudah naik, banjir dari selatan juga masih mengancam, solusi-solusi teknis sedang dipersiapkan.”

• Pekerjaan

”Tipikal kota besar…isunya adalah pekerjaan. Stres karena mobilitas yang tidak produktif. Rumah dan tempat kerja mungkin terlalu berjauhan.”

• Polusi

”Polusi yang juga akan menjadi komitmen kami, baik faktor eksternal di luar wilayah Jakarta maupun faktor internal karena mobilitas.”

• Ruang publik

”Saya betul-betul akan kerja keras. Saya punya anak kecil, saya tidak mau anak-anak di Jakarta bahagianya hanya main di shopping mall. Harusnya mereka adalah berbahagia di ruang-ruang outdoor, di ruang-ruang publik yang tentu akan kami hadirkan semaksimal mungkin di mana-mana.”

Selain itu, Ridwan Kamil juga menyinggung status Jakarta yang tidak lagi sebagai ibu kota negara.

Jakarta akan dijadikan daerah khusus yang menjadi pusat perekonomian nasional, kota global, dan kawasan aglomerasi – Kabupten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Bekasi.

Hal ini tertuang dalam Undang-Undang DKJ (Daerah Khusus Jakarta).

Dalam pidatonya, Ridwan Kamil juga menyatakan “sangat bahagia ada mas Gibran di sini“.

Ridwan Kamil merujuk pada Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka – putra Presiden Joko Widodo yang hadir dalam deklarasi Ridwan Kamil – Suswono.

“Karena dengan undang-undang yang baru, Wakil Presiden Republik Indonesia diberi tugas untuk mengkoordinasikan aglomerasi Jakarta dan sekitarnya.“

“Dan menurut kami ini sudah takdirnya, saya dulu sebagai Gubernur Jawa Barat tidak mudah mengorganisasikan yang namanya Covid, pergerakan manusia, pergerakan barang jasa hanya gara-gara dibatasi oleh wilayah politik.“

“Mudah-mudahan dengan Undang-Undang DKJ, Daerah Khusus Jakarta, kita semua tentunya akan melahirkan sebuah kemajuan yang kita banggakan, disupervisi oleh wakil presiden kita.“

Ridwan Kamil diusung 12 partai sebagai bakal calon gubernur Jakarta.

Ridwan Kamil pernah menjabat sebagai wali kota Bandung periode 2013 sampai 2018.

Dia juga pernah menjabat sebagai gubernur Jawa Barat periode 2018 sampai 2023.

Adapun Suswono adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PKS. Di dunia politik, Suswono pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI untuk periode 2004-2009 dari Fraksi PKS.

Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Suswono ditunjuk menjadi Menteri Pertanian sejak 22 Oktober 2009.

Setelah menyelesaikan masa jabatan sebagai menteri pertanian selama lima tahun, Suswono memutuskan maju sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2014. Namun, dia gagal terpilih.

‘Pupusnya kans Anies dan pembajakan aspirasi rakyat’

Deklarasi Ridwan – Suswono ini menjawab masa depan Anies Baswedan dalam perhelatan Pilkada Jakarta 2024. Partai pendukung Anies dalam pilpres lalu, yaitu Partai PKS, Partai Nasdem, dan PKB kini memutuskan untuk berpaling.

Padahal, jika suara tiga partai itu digabung dapat mengusung Anies untuk menjadi calon gubernur Jakarta.

Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, melihat deklarasi Ridwan-Suswono di satu sisi menunjukkan berakhirnya posisi PKS sebagai kekuatan oposisi.

“Di pihak lain berakhirnya hubungan PKS dengan Anies, sekaligus juga pupusnya kans Anies sebagai Cagub DKI Jakarta. Setelah Nasdem dan PKB meninggalkan Anies, sekarang PKS juga meninggalkan Anies,“ kata Romli.

Romli juga memandang deklarasi Ridwan-Suswono menunjukkan besar kemungkinan bahwa hanya ada satu pasangan calon yang berasal dari partai.

“PDIP tidak cukup melaju sendirian karena kursinya tidak cukup. Satu-satunya jalan jika ingin tetap maju adalah via calon perorangan. Namun apakah masih ada cukup waktu? Yang tersisa beberapa hari ini,“ ujar Romli.

Selain itu, Romli melihat upaya politik mengagalkan peluang Anies dalam Pilkada Jakarta merupakan bentuk ‘pembajakan aspirasi rakyat‘.

“Dengan digagalkannya Anies maju dalam Pilgub Jakarta ini, saya kira ini suatu pukulan dan sekaligus juga menjegal aspirasi dan suara warga Jakarta. Bagaimana tidak, seorang calon yang elektabilitasnya tinggi diamputasi dengan menarik partai-partai yang semula mengusungnya untuk meninggalkan Anies.“

“Pilgub Jakarta telah terjadi pembajakan aspirasi rakyat, yang semestinya harus diperjuangkan, alih-alih yang terjadi dipinggirkan,“ tambah Romli.

Profesor ilmu politik ini melihat praktik politik yang terjadi di Jakarta juga telah merusak tatanan demokrasi yang pada “hakikatnya adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam kasus Pilgub Jakarta telah dibelokkan menjadi dari elite, oleh elite, dan untuk elite.”

“Pemilihan langsung kepala daerah yang harusnya menjadi sarana kedaulatan rakyat berubah menjadi saran kekuatan elite untuk mempertahankan kekuasaannya.“

Seberapa besar dukungan warga Jakarta ke Anies?

Saiful Mujani Research Center (SMRC) melakukan survei ke warga Jakarta pada 8-12 Agustus 2024 lalu, dengan sampel 500 responden yang dipilih secara acak dan margin of error sekitar 4,5%.

Hasilnya menunjukkan bahwa Anies akan mendapat dukungan 42,8%, unggul 8% jika berhadapan dengan Ridwan Kamil yang mendapatkan 34,9%.

Sementara jika bersaing dengan putra bungsu Presiden Jokowi yang menjabat sebagai Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep, Anies mendapat dukungan lebih besar, yaitu 46,5%. Adapun Kaesang hanya 15%.

Lalu dari mana asal dukungan Anies itu?

Survei menunjukkan mayoritas berasal dari pemilih PKS (94%), Nasdem (76%), dan PKB (73%). Sementara itu, Ridwan Kamil unggul di pemilih PSI (93%), Gerindra (71%), dan Golkar (52%).

“Anies Baswedan cenderung unggul atas Ridwan Kamil pada pemilih laki-laki, Gen-Z, pendidikan SD dan Perguruan Tinggi, Muslim, etnis Betawi, dan pekerja kerah biru. Sementara Ridwan Kamil cenderung unggul di kelompok etnis Sunda, dan yang berprofesi Ibu Rumah Tangga,” kata Direktur Eksekutif SMRC, Deni Irvani.

“Anies Baswedan dan Ridwan Kamil bersaing sangat ketat dalam menarik dukungan pemilih perempuan, generasi Boomer, pendidikan SLTA, dan pekerja kerah putih,” tambah Deni.

Dalam survei lain pada Juni 2024 yang dilakukan Indikator Politik indonesia, Anies menempati peringkat teratas dalam simulasi terbuka atau top of mind survei, sebesar 39,7%, sementara Ahok mendapatkan 23,8%, dan Ridwan Kamil 13,1%.

Kemudian jika tiga sosok itu bertarung maka Anies keluar sebagai pemenangnya dengan 43,8%, dan Ahok sebesar 32,1%, sementara Ridwan di urutan terakhir dengan 18,9%.

Apa dampak koalisi ‘gemuk’ Ridwan dan Suswono?

Pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrun, melihat dinamika proses pencalonan cagub dan cawagub Pilkada Jakarta mencerminkan karakter partai politik yang “belum naik kelas” sebagai pilar demokrasi.

“Akibatnya penentu pasangan bukan hasil riset objektif yang menggambarkan harapan rakyat tetapi lebih berdasar pada struktur elite pusat partai yang dikendalikan oligarki. Tentu situasi ini tanda bahaya demokrasi. Demokrasi kita kualitasnya tak pernah melampaui flawed democracy, stagnan, dan bahkan cenderung mundur,” kata Ubedillah.

Ubedillah juga menyebut koalisi ‘gemuk‘ yang mengusung Ridwan-Suwono jika memenangkan Pilkada Jakarta akan menimbulkan setidaknya tiga konsekuensi dalam jalannya demokrasi.

Pertama, katanya, pihak eksekutif atau gubernur akan mendapat dukungan besar dari parlemen.

Kedua, menurutnya, eksekutif memiliki kemungkinan besar berbuat apa saja demi kepentingannya bersama koalisi.

“Ketiga, akhirnya, proses jalanya pemerintahan daerah tidak ada yang mengawasi. Fungsi kontrol dari parlemen akan hilang digantikan dengan sekedar instrumen stempel atas langkah-langkah eksekutif. Ini tentu bencana demokrasi, apalagi jika fenomena seperti Jakarta ini terjadi juga di daerah-daerah lain,” kata Ubedillah.

Pengamat politik dari BRIN, Firman Noor, mengatakan koalisi ‘gemuk’ yang mengusung Ridwan-Suswono menciptakan daya kompetisi yang lemah di Pilkada Jakarta dalam menghasilkan calon-calon pemimpin yang berkompeten dan didukung masyarakat.

“Kalau saya sih melihat secara objektif aturan mainnya [20% untuk mencalonkan] yang lucu. Aturan ini menyebabkan partai tidak bisa dengan sendiri mencalonkan seorang kandidat sehingga harus berkoalisi.”

“Aturan ini harus dirombak dan jangan dibuat sulit sehingga ada kandidat yang mempunyai potensi sendiri atau dengan partai satu saja bisa maju, tanpa harus berkoalisi,” kata Firman.

Sementara itu, pengamat politik dari lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, melihat terhentinya langkah Anies dalam mencalonkan diri di Pilkada Jakarta – padahal mendapat dukungan dari warga yang tinggi – memiliki dampak buruk bagi demokrasi.

“Akhirnya Pilkada Jakarta tidak seru, bahkan dengan komposisi hari ini sangat mungkin partisipasi masyarakat akan rendah,” ujarnya.

Namun di balik deklarasi pencalonan ini, Hendri mengingatkan bahwa “Jokowi belum memutuskan Kaesang di Jakarta atau Jawa Tengah. Jadi kalau deklarasi sih deklarasi saja, tapi pendaftaran kan sebagai finalnya, jadi kita lihat yang mendaftar nanti siapa.”

Bagaimana tanggapan dari kubu Anies?

Walaupun deklarasi telah dilakukan, peluang Anies untuk maju di Pilkada Jakarta disebut belum tertutup sepenuhnya.

Juru bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian, mengatakan bahwa pihaknya menghargai dinamika yang ada di setiap partai politik, termasuk dengan berpalingnya PKS, PKB dan Partai Nasdem yang memutuskan untuk mendukung pasangan Ridwan-Suswono.

”Semua keputusan-keputusan pasti diambil mempertimbangkan situasi yang terjadi dan pasti memperhitungkan aspirasi dari konstituen masing-masing partai,” kata Angga.

Angga menjelaskan bahwa walaupun deklarasi telah dilakukan, peluang Anies untuk maju belum tertutup sepenuhnya.

”Batas akhirnya akan ada di tanggal 29 Agustus 2024 sebagai batas akhir pendaftaran. Kita masih menunggu perubahan-perubahan yang terjadi nanti. Jakarta sebagai kota yang maju, tentunya harus mendapatkan orang-orang terbaik untuk bisa beradu gagasan. Kita tunggu saja perubahan-perubahan yang terjadi nanti,” ujar Angga.

”Sampai penutupan pendaftaran, bisa jadi akan ada perubahan situasi.”

‘Tidak pas jika ada paslon yang merasa dijegal’

Deputi Bappilu Partai Demokrat, yang tergabung dalam KIM Plus, Kamhar Lakumani, tidak setuju jika koalisi ‘Jakarta Baru untuk Jakarta Maju’ yang mengusung Ridwan – Suswono disebut menjegal calon lain untuk maju.

”Jika ada paslon yang tak bisa berlayar kemudian merasa dijegal, ini kurang pas karena untuk menjadi kontestan, dukungan parpol bukan satu-satunya jalan. Ada opsi lain melalui mekanisme jalur perseorangan,” kata Kamhar saat dihubungi BBC News Indonesia.

Kamhar juga menyebut menjadi hal yang biasa ketika ada partai yang tidak bisa mengajukan calon atau membangun koalisi, seperti di Pilkada Jakarta.

Kemungkinan besar hal ini akan dialami oleh PDI Perjuangan.

Deklarasi Ridwan Kamil-Suswono untuk Pilkada DKI Jakarta

”Sebuah konsekuensi logis ketika partai tersebut tidak memegang golden ticket untuk mengajukan paslon sendiri atau gagal dalam membangun komunikasi dan kerjasama politik,” katanya.

”Jadi kurang pas jika kemudian ada partai yang merasa ditinggalkan atau kandidat yang merasa dijegal. Ini semua hanya konsekuensi logis dari dinamika politik di panggung utama politik nasional yang tentunya akan banyak dipengaruhi kepentingan strategis masing-masing partai.

Selain itu, Kamhar juga mengeklaim bahwa KIM tidak pernah mempersiapkan skenario kotak kosong, apalagi calon boneka.

”Pada Pilgub Jakarta hampir tidak ada kemungkinan melawan kotak kosong, mengingat ada paslon yang melalui jalur perseorangan. Ini tentu saja positif, menyajikan pilihan bagi warga Jakarta untuk memilih dan menentukan pasangan mana yang akan memimpin Jakarta periode mendatang.”

Kamhar menambahkan bahwa Ridwan Kamil memilik pengalaman yang dia sebut sukses dalam memimpin Kota Bandung dan juga Jawa Barat. Sementara itu, Suswono, katanya, berpengalaman sebagai pimpinan di Komisi IV DPR dan menjadi menteri pertanian di era Presiden SBY

”Jadi dua-duanya memiliki kualifikasi yang memadai untuk memimpin Jakarta,” ujar Kamhar.

PKS, PKB, dan Nasdem ‘tinggalkan‘ Anies

Ketua Umum Partai Gerindra yang juga presiden terpilih Prabowo Subianto (kedua kiri) bersama Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh (kanan).

Usai gelaran pilpres 2024, PKS memberikan sinyal untuk mendukung Anies maju kembali dalam Pilkada Jakarta.

Dalam keterangan persnya pada Selasa (25/06), DPP PKS telah memutuskan mengusung Anies bersama Mohamad Sohibul Iman dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.

Presiden PKS Ahmad Syaikhu pun mengeklaim telah membangun komunikasi dan mendapatkan sinyal positif dari Partai Nasdem.

”Selanjutnya, rencana pertemuan dengan PKB juga sudah dirancang dan akan dilaksanakan. Kami optimis, insya Allah sosok Bapak Anies Rasyid Baswedan dan Bapak Mohamad Sohibul Iman adalah kandidat yang memiliki peluang menang besar,” kata Syaikhu.

Namun dalam perkembangannya, Juru Bicara PKS M. Kholid mengatakan bahwa Anies telah melewati batas waktu 40 hari yang ditetapkan untuk melengkapi kursi koalisi, yang kemudian dibantah Anies bahwa ada deadline tersebut.

Sementara itu, PKB pun menyatakan tak pernah berjanji untuk mengusung Anies.

Sinyal sirnahnya dukungan pun semaking kuat ketika Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan Anies sulit maju dalam Pilkada Jakarta.

“Pak Anies ya kalian tahu situasi yang ada. Barangkali susah beliau untuk maju dalam Pilkada Jakarta ini,” kata Surya Paloh, Rabu (14/8).

Surya Paloh pun kembali menegaskan hal itu dalam kesempatan yang berbeda.

“Saya sudah beritahu Pak Anies, Pak Anies Anda sebagai adik, ini bukan momen anda untuk maju pada Pilkada Jakarta Raya.”
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.