Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin barunya.
Setelah bernegosiasi selama dua hari di Doha, Qatar, Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin barunya, menggantikan Ismail Haniyeh yang dibunuh di Teheran pekan lalu.
Sejak 2017, Sinwar telah menjabat sebagai pemimpin kelompok tersebut di Jalur Gaza. Sekarang, ia akan menjadi pemimpin sayap politiknya.
Dalam pertemuan di Doha, banyak skenario yang dibahas, tetapi akhirnya hanya dua nama yang diajukan para petinggi Hamas: Yahya Sinwar dan Mohammed Hassan Darwish, pemimpin Dewan Syura Umum – badan yang memilih Politbiro Hamas.
Dewan tersebut memberikan suara bulat untuk memilih Sinwar. Menurut seorang pejabat Hamas kepada BBC, penunjukan Sinwar merupakan “pesan pembangkangan terhadap Israel”.
“Mereka membunuh Haniyeh, orang yang fleksibel dan terbuka terhadap solusi. Sekarang mereka harus berhadapan dengan Sinwar dan pimpinan militer,” kata pejabat itu.
Sebelum kematiannya, Ismail Haniyeh dipandang oleh para diplomat di kawasan Timur Tengah sebagai tokoh pragmatis dibandingkan dengan tokoh lain di Hamas.
Yahya Sinwar berpidato di Kota Gaza, pada April 2023 lalu.
Yahya Sinwar, di sisi lain, dipandang sebagai salah satu tokoh Hamas yang paling ekstrem.
“Penunjukan teroris ulung Yahya Sinwar sebagai pemimpin baru Hamas, menggantikan Ismail Haniyeh, merupakan alasan kuat lainnya untuk segera melenyapkannya dan menghapus organisasi keji ini dari muka Bumi,” kata Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, dalam sebuah pernyataan di X.
“Yahya Sinwar adalah seorang teroris, yang bertanggung jawab atas serangan teroris paling brutal dalam sejarah,” kata juru bicara Pasukan Pertahanan Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, kepada media Arab Saudi, Al-Arabiya.
Sinwar tidak terlihat di depan umum sejak serangan pada bulan Oktober, dan diyakini bersembunyi “10 lantai di bawah tanah” di Gaza, kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada bulan Juni.
Awal mula
Sinwar, 61, yang dikenal dengan sapaan Abu Ibrahim, lahir di kamp pengungsi Khan Younis di ujung selatan Jalur Gaza.
Orang tuanya berasal dari Ashkelon, namun dia menjadi pengungsi pasca-peristiwa “al-Naqba” (bencana), yang merujuk pada tersingkirnya warga Palestina dari tanah leluhur mereka dalam perang usai negara Israel dibentuk pada 1948.
Dia menempuh pendidikan di sekolah menengah untuk laki-laki di Khan Younis, lalu menjadi sarjana bahasa Arab dari Universitas Islam Gaza.
Pada masa itu, Khan Younis adalah “benteng” dukungan bagi Ikhwanul Muslimin, kata peneliti dari Washington Institute for Near East Policy, Ehud Yaari, yang pernah mewawancarai Sinwar di penjara sebanyak empat kali.
Menurut Yaari, Ikhwanul Muslimin “merupakan gerakan besar-besaran bagi generasi muda yang pergi ke masjid-masjid di tengah kemiskinan di kamp pengungsi”. Ini nantinya juga berpengaruh penting bagi Hamas.
Sinwar pertama kali ditangkap oleh Israel karena “aktivitas Islami” pada tahun 1982, ketika dia masih berusia 19 tahun.
Dia kemudian ditangkap lagi pada tahun 1985. Pada saat itulah dia dipercaya oleh pendiri Hamas berkursi roda, Sheikh Ahmed Yassin.
Keduanya menjadi “sangat, sangat dekat”, kata peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv, Kobi Michael.
Hubungan dengan pemimpin spiritual organisasi ini memberi kesan pertama yang baik bagi Sinwar di dalam gerakan tersebut.
Dua tahun setelah Hamas didirikan pada tahun 1987, Sinwar mendirikan organisasi keamanan internal yang ditakuti bernama al-Majd. Saat itu, dia baru berusia 25 tahun.
Al-Majd dikenal karena menghukum orang-orang yang dituduh melanggar moral.
Menurut Michael, kelompok ini menargetkan toko-toko yang menjual video porno, serta memburu dan membunuh siapa pun yang dicurigai bekerja sama dengan Israel.
Sebuah mural yang menggambarkan mendiang pemimpin spiritual Hamas, Sheikh Ahmed Yassin
Yaari mengatakan bahwa Sinwar bertanggung jawab atas banyak “pembunuhan brutal” terhadap orang-orang yang dicurigai bekerja sama dengan Israel.
“Beberapa di antaranya [dia bunuh] menggunakan tangannya sendiri dan dia bangga akan itu, dia menceritakannya kepada saya dan ke orang-orang lain.”
Menurut para pajabat Israel, Sinwar mengaku menghukum seseorang yang diduga sebagai informan Israel, dengan meminta saudara laki-laki orang tersebut menguburnya hidup-hidup, menggunakan sendok, bukan sekop.
“Dia adalah sosok yang bisa mengumpulkan pengikut, pendukung, dan banyak orang yang takut, juga tidak ingin berseteru dengannya,” kata Yaari.
Pada tahun 1988, Sinwar diduga merencanakan penculikan dan pembunuhan dua tentara Israel. Dia ditangkap pada tahun yang sama, dihukum oleh Israel atas pembunuhan 12 warga Palestina, lalu dijatuhi empat hukuman seumur hidup.
Tahun-tahun di penjara
Sinwar telah menghabiskan sebagian besar masa dewasanya di penjara-penjara Israel. Dia dipenjara selama lebih dari 22 tahun, dari 1988 hingga 2011.
Waktunya selama dipenjara, sebagian di sel isolasi, tampaknya justru membuatnya semakin radikal.
“Dia meneguhkan otoritasnya dengan cara yang kejam, menggunakan kekerasan,” kata Yaari.
“Dia memposisikan dirinya sebagai pemimpin di antara para narapidana, bernegosiasi atas nama mereka dengan otoritas di penjara dan menegakkan disiplin di antara para narapidana.”
Seorang pria bersenjata berjaga di sekitar panggung saat Sinwar berpidato di rapat umum pada 2021
Pemerintah Israel menggambarkan Sinwar selama di penjara sebagai sosok yang “kejam, berwibawa, berpengaruh, dengan ketahanan yang tidak biasa, licik dan manipulatif, merasa puas dengan apa yang dia miliki… menyimpan rahasia bahkan di dalam penjara di antara tahanan lain… memiliki kemampuan untuk membawa orang banyak”.
Selama mereka bertemu, Yaari menilai Sinwar sebagai seorang psikopat.
“[Tetapi] untuk mengatakan bahwa, ‘Sinwar adalah seorang psikopat, titik,’ juga tidak tepat,” katanya.
“Karena Anda akan merindukan sosok yang aneh dan kompleks ini.”
Menurut Yaari, Sinwar “sangat licik, cerdas tahu bagaimana memainkan pesona pribadinya.”
Ketika Sinwar memberitahunya bahwa Israel harus dihancurkan dan bersikeras bahwa tidak ada tempat bagi orang Yahudi di Palestina, “dia kemudian bercanda, ‘Mungkin kami akan mengecualikan Anda’”.
Selama dipenjara, Sinwar menjadi fasih berbahasa Ibrani. Dia membaca surat kabar Israel. Yaari mengatakan bahwa Sinwar selalu lebih suka berbincang dalam bahasa Ibrani dengannya, meskipun Yaari fasih berbahasa Arab.
“Dia berusaha meningkatkan bahasa Ibraninya,” kata Yaari.
“Saya rasa dia juga ingin diuntungkan dari seseorang yang berbicara bahasa Ibrani lebih lancar dibandingkan sipir penjara.”
Sinwar dibebaskan pada 2011 sebagai bagian dari kesepakatan yang membebaskan 1.027 tahanan Palestina dan Arab Israel dari penjara dengan imbalan satu sandera Israel, yakni tentara IDF Gilad Shalit.
Shalit telah disandera selama lima tahun setelah diculik oleh, antara lain, saudara laki-laki Sinwar, yang merupakan komandan senior militer Hamas. Sinwar sejak saat itu menyerukan lebih banyak penculikan terhadap tentara Israel.
Saat ini, Israel telah mengakhiri pendudukannya di Jalur Gaza dan Hamas berkuasa setelah memenangkan pemilu dan kemudian menyingkirkan saingannya, partai Fatah pimpinan Yasser Arafat, dengan memecat banyak anggotanya dari posisi-posisi penting.
Kedisiplinan yang brutal
Ketika Sinwar kembali ke Gaza, dia langsung diterima sebagai pemimpin, kata Michael.
Penerimaan terhadapnya banyak dipengaruhi oleh prestisenya sebagai anggota pendiri Hamas yang telah mengorbankan hidupnya selama bertahun-tahun di penjara Israel.
“Orang-orang juga takut pada Sinwar, dia adalah orang yang membunuh dengan tangannya sendiri,” kata Michael.
“Dia sangat brutal, agresif, tapi juga karismatik pada saat yang bersamaan.”
“Dia bukan orator,” kata Yaari.
“Ketika berbicara kepada publik, dia tampak seperti mafia.”
Segera setelah keluar dari penjara, Sinwar juga beraliansi dengan Brigade Izzedine al-Qassam dan kepala staf Marwan Issa.
Pada 2013, dia terpilih menjadi anggota Biro Politik Hamas di Jalur Gaza, kemudian menjadi ketuanya pada 2017.
Adik laki-laki Sinwar, Mohammed, juga berperan aktif di Hamas. Dia mengaku selamat dari beberapa upaya pembunuhan Israel sebelum dinyatakan meninggal oleh Hamas pada 2014.
Beberapa laporan media menyebut bahwa dia mungkin saja masih hidup, aktif di sayap militer Hamas yang bersembunyi di terowongan di bawah Gaza, dan bahkan mungkin berperan dalam serangan 7 Oktober di Israel.
Reputasi Sinwar atas kekejamannya membuat dia dijuluki sebagai Si Penjagal Khan Younis.
“Dia adalah orang yang menerapkan kedisiplinan secara brutal,” kata Yaari.
“Orang-orang di Hamas memahami itu – jika Anda tidak mematuhi Sinwar, Anda mempertaruhkan nyawa Anda.”
Dia dianggap bertanggung jawab atas penahanan, penyiksaan dan pembunuhan seorang komandan Hamas bernama Mahmoud Ishtiwi pada tahun 2015 yang dituduh homoseksual dan melakukan penggelapan.
Pada tahun 2018, dalam pernyataannya kepada media internasional, dia mengisyaratkan dukungannya terhadap ribuan warga Palestina untuk menerobos pagar pembatas yang memisahkan Jalur Gaza dengan Israel.
Dukungan itu adalah bagian dari protes terhadap AS yang memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Belakangan, pada tahun yang sama, dia mengaku selamat dari upaya pembunuhan oleh warga Palestina pendukung pesaingnya, Otoritas Palestina (PA) di Tepi Barat.
Namun dia juga pernah menunjukkan sisi pragmatisnya. Dia mendukung gencatan senjata sementara dengan Israel, pertukaran tahanan, dan rekonsiliasi dengan Otoritas Palestina. Menurut Michael, Sinwar bahkan dikritik oleh pihak yang menentang keputusannya karena dianggap terlalu moderat.
Kedekatan dengan Iran
Banyak pihak di lembaga pertahanan dan keamanan Israel menganggap bahwa membiarkan Sinwar keluar dari penjara merupakan kesalahan fatal, meski itu dilakukan sebagai bagian dari kesepakatan penukaran tahanan.
Warga Israel merasa mereka terbuai dalam rasa aman yang salah. Mereka merasa keliru karena meyakini bahwa penawaran insentif ekonomi dan lebih banyak izin kerja kepada Hamas akan membuat kelompok itu kehilangan keinginan untuk berperang. Tentu saja ini merupakan kesalahan perhitungan yang sangat fatal.
“Dia melihat dirinya sebagai orang yang ditakdirkan untuk membebaskan Palestina – dia tidak memikirkan perbaikan situasi ekonomi, layanan sosial untuk Gaza,” kata Yaari.
“Itu bukan dirinya.”
Pada tahun 2015, Departemen Luar Negeri AS secara resmi mengkategorikan Sinwar sebagai “Teroris Global yang Ditunjuk Khusus”.
Pada Mei 2021, serangan udara Israel menargetkan rumah dan kantornya di Jalur Gaza.
Dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada April 2022, dia mendorong orang-orang untuk menyerang Israel dengan cara apa pun yang memungkinkan.
Para pakar telah mengidentifikasi Sinwar sebagai tokoh kunci yang menghubungkan biro politik Hamas dengan sayap bersenjatanya, Brigade Izzedine al-Qassam, yang memimpin serangan tanggal 7 Oktober di Israel selatan.
Pada 14 Oktober, juru bicara militer Israel, Letkol Richard Hecht, menyebut Sinwar sebagai “wajah kejahatan”.
Dia menambahkan: “Orang itu dan seluruh anggotanya berada dalam pengawasan kami. Kami akan menangkap orang itu.”
Sinwar juga dekat dengan Iran. Kedekatan antara negara Syiah dengan organisasi Arab Sunni bukanlah sesuatu yang biasa, namun keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni untuk mengakhiri negara Israel dan “membebaskan” Yerusalem dari pendudukan Israel.
Mereka bekerja bergandengan tangan. Iran mendanai, melatih dan mempersenjatai Hamas, membantunya membangun kemampuan militernya dan mengumpulkan ribuan roket, yang digunakan untuk menargetkan kota-kota Israel.
Sinwar menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan tersebut dalam pidatonya pada tahun 2021.
“Jika bukan karena Iran, perlawanan di Palestina tidak akan memiliki kemampuan seperti saat ini.”
Namun membunuh Sinwar hanya akan menjadi “kemenangan pencitraan” bagi Israel, bukan berdampak terhadap gerakan tersebut, kata Lovatt.
Organisasi semacam Hamas cenderung beroperasi seperti kepala hydra. Ketika satu komandan operasional atau pemimpinnya dicopot, mereka akan segera digantikan oleh yang lainnya.
Pengganti mereka terkadang tidak memiliki pengalaman dan kredibilitas yang setara, namun organisasi tersebut masih mampu meneruskan regenerasi dalam beberapa bentuk.
“Jelas, [Hamas] akan kehilangan sosoknya [Sinwar],” kata Lovatt, “tapi dia akan diganti dan ada struktur yang siap melakukan hal itu. Ini tidak seperti membunuh Osama Bin Laden. Hamas memiliki pemimpin politik dan militer senior lainnya.”
Pertanyaan yang lebih besar adalah, apa yang terjadi di Gaza ketika Israel mengakhiri operasi militernya untuk memberantas Hamas, dan siapa yang pada akhirnya akan bertanggung jawab?
Dan bisakah mereka mencegah agar Gaza tidak lagi menjadi landasan serangan terhadap Israel, yang kemudian memicu pembalasan dan kehancuran besar-besaran seperti yang kita lihat sekarang?
Laporan tambahan oleh Jon Kelly
sumber: bbc