Perseteruan antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) disebut akan terus bergulir, semakin terbuka dan bahkan meluas. Selain merugikan kedua pihak, konflik ini disebut menciptakan kegelisahan dan kebingungan sebagian warga Nahdliyin di akar rumput, kata pengamat.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Jakarta, Ujang Komarudin mengatakan konflik terbuka kali ini adalah puncak dari rangkaian perseteruan di masa lalu yang tak selesai.
Dia menganalisa perseteruan itu dimulai sejak Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang disebutnya mengambil alih tampuk kekuasaan PKB dari tangan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 2008 silam.
“Akar masalahnya dulu, dua kubu PKB Cak Imin dengan PKB Gus Dur terpecah. PKB Gus Dur kalah, yang menang PKB Cak Imin. Sekarang PBNU dipegang kubu PKB Gus Dur, ya tentu [mereka] kini ingin mendegradasi, menjegal, dan mengganti PKB Cak Imin,” kata Ujang kepada wartawan BBC News Indonesia, Senin (05/08).
Konflik yang sepertinya tak berkesudahan ini memunculkan kegelisahan dan kebingungan di sebagian warga nahdliyin – sebutan bagi orang-orang yang berpaham NU – di kalangan akar rumput, ungkap seorang pengurus NU di Pamekasan, Madura, Muchlis Nasir.
Terutama, sambungnya, bagi mereka yang menjadi pengurus PBNU dan juga PKB.
“Mereka juga ada ambigu, satu sisi sebagai pengurus NU yang harus tunduk kepada struktur, tapi satu sisi juga bagian dari PKB. Kebingungannya di sana,” kata Nasir kepada wartawan Mustofa El Abdy yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam menilai perseteruan itu perlu dijembatani oleh tokoh-tokoh kiai dari NU maupun PKB yang dapat dipercaya oleh kedua pihak.
Kegelisahan dan kebingungan sebagian warga Nahdliyin
Para pendukung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menghadiri kampanye menjelang pemilu.
Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Palengaan, Pamekasan, Madura, Muchlis Nasir mengatakan perseteruan yang terjadi antara elit di tubuh PBNU dan PKB memicu kegelisahan di sebagian warga Nahdliyin, khususnya bagi mereka yang menjadi pengurus aktif di dua organisasi itu.
“Warga NU sekaligus menjadi pengurus PKB tentu ada kegelisahan karena artinya dia juga ada ambigu. Kami ditanamkan untuk NU hari ini satu komando, dari atas ke bawah,“ ujar Nasir.
“Satu sisi mereka pengurus NU yang harus tunduk kepada struktur, tapi di sisi lain juga pengurus PKB. Kebingungannya di sana,“ tambahnya.
Di wilayahnya, Nasir mengatakan, hampir sebagian besar pengurus NU juga masuk dalam struktur PKB.
Walaupun demikian, ujar Nasir, dampak dari konflik itu belum terlalu dirasakan oleh warga Nahdliyin secara umum.
“Ada yang tidak mempermasalahkan, ada juga yang keberatan, cuma tidak meruncing kalau di bawah, semua masih dalam satu kendali,“ ujarnya.
Ketua Pengurus Ranting NU Desa Pakalongan, Sampang, Madura, Idris Amir mengatakan perseteruan antara PKB dan PBNU seperti “bumbu-bumbu” yang biasa terjadi di warga Nahdliyin.
“Pada akhirnya nanti akan selesai. Nanti akan ada semacam hakim, bisa jadi Gus Mus. Biasa kalau tidak ada bumbu, tidak keren… Ini ibarat sebuah pelangi. Semuanya itu pada akhirnya akan hijau semua… Kalau di bawah itu NU ya PKB, dan PKB itu NU,” tambahnya.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyampaikan pidato politiknya dalam pembukaan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKB di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (23/07).
Lalu bagaimana dengan para pengurus PKB di akar rumput?
Anggota pengurus anak cabang PKB di Palenggan, Pamekasan, Mohammad Sofyan juga menyampaikan bahwa konflik di tingkat elit itu menciptakan kebingungan di sebagian akar rumput.
“Takutnya malah yang pengurus PKB khususnya nanti merasa dimusuhi oleh orang-orang NU-nya. Seperti itu juga pengurus-pengurus NU-nya.
“Padahal kita di sini ada pengurus PKB, juga ada pengurus ranting NU karena kita mau melangkah itu jadi tidak enak begitu.”
Anggota PAC (Pengurus Anak Cabang) PKB Kecamatan Pamekasan, Abdul Muin berharap agar konflik itu dapat segera selesai.
“Tidak baik kalau konflik terus-menerus karena pertama PKB dan NU ini adalah sebuah organisasi yang mestinya harus mengurangi peta konflik kepada siapapun, baik NU atau pun PKB,” katanya.
‘Dari Pansus Angket Haji, Tim Lima hingga laporan polisi’
Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf menyampaikan keterangan pers hasil Rapat Pleno PBNU 2024 di Jakarta, Minggu (28/07).
Perseteruan PKB dan PBNU muncul kembali ke permukaan, antara lain, terlihat saat DPR menyetujui pembentukan panitia khusus (pansus) Angket Haji 2024 pada 9 Juli 2024 lalu.
Ketua Tim Pengawas Haji DPR yang juga menjabat Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar adalah salah satu pihak yang mendorong pembentukannya.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mempertanyakan pembentukan Pansus Angket Haji. Dia mencurigai upaya itu dilatarbelakangi masalah pribadi untuk menyerang NU.
“Jangan-jangan gara-gara menterinya adik saya [Menag Yaqut Cholil Qoumas], misalnya gitu. Itu kan masalah. Jangan-jangan karena dia sebetulnya yang diincar PBNU ketua umumnya kebetulan saya, menterinya adik saya lalu diincar karena masalah-masalah alasan pribadi begini,” kata Gus Yahya, Minggu (28/07), menjawab pertanyaan wartawan.
Melalui media sosialnya pada 29 Juli 2024, Cak Imin menegaskan bahwa Pansus Angket Haji DPR tidak ada urusan dengan PBNU maupun PKB.
Mantan Sekjen PKB Lukman Edy (kiri) didampingi Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU) Ishaq Zubaedi Raqib (kanan) menyampaikan keterangan pers usai memenuhi panggilan PBNU di Jakarta, Rabu (31/07).
Selain menyatakan keberatan, PBNU kemudian membentuk Tim Lima atau pansus untuk mengembalikan PKB ke pangkuan PBNU.
Langkah pertama yang dilancarkan PBNU adalah memanggil mantan Sekjen PKB Lukman Edy pada Rabu (31/07).
Usai pemanggilan, Edy mengatakan bahwa PKB di bawah Cak Imin tidak transparan dalam keuangan.
“Saya bilang, saya jujur saja katakan bahwa hal yang paling substansial di internal PKB itu adalah tata kelola keuangan yang tidak transparan dan tidak akuntabel. Keuangan fraksi, keuangan dana pemilu, dana pileg, dana pilpres, sampai sekarang dana pilkada itu tidak transparan dan tidak akuntabel,” kata Lukman.
Kemudian pada Jumat (02/08) sekelompok massa yang menamakan Aliansi Santri Gus Dur melakukan aksi demonstrasi mendesak Gus Yahya dan Gus Ipul mundur dari PBNU.
Wasekjen PBNU Suleman Tanjung menuding PKB sebagai dalang di balik demo itu. Sebagai respon, Gerakan Pemuda Ansor menyebut delapan juta anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU diminta siaga jika dibutuhkan untuk mengawal PBNU.
Koordinator Aliansi Santri Gus Dur Menggugat Muhammad Solihin (kiri) menyampaikan aspirasi dalam unjuk rasa di depan Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (02/08).
PKB melaporkan Lukman Edy ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik terkait keterangannya di Kantor PBNU.
Dalam atmosfir konflik itu, Gus Yahya menganalogikan hubungan PBNU dan PKB bagai pabrik mobil yang perlu menarik produknya.
“Kemarin kan ada perusahaan memproduksi mobil. Sudah dilempar ke pasar, sudah laku, ternyata ada kesalahan sistem mobilnya. Ditarik kembali produknya untuk diperbaiki sistemnya,” kata Gus Yahya, Sabtu (03/08).
Atas pernyataan itu, Cak Imin buka suara. Di media sosialnya, dia menyebut yang rusak itu adalah Gus Yahya dan Gus Ipul.
“Mempolitisir NU enggak laku kok lanjut mempolitisir PKB, Emang siapa lu. Anda sopan kami segan, kalau enggak sopan jangan ajak-ajak kite,” ujar Cak Imin.
Apa akar masalah di balik perseteruan PKB Cak Imin dan PBNU Gus Yahya?
Ujang Komarudin menilai konflik yang terjadi saat ini merupakan puncak dari rangkaian perseteruan di masa lalu yang belum selesai.
Ujang menilai akar konflik ini dimulai sejak Cak Imin mengambil alih tampuk kekuasaan PKB dari tangan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 2008 silam.
“Akal masalahnya dulu, dua kubu PKB Cak Imin dengan PKB Gus Dur terpecah, PKB Gus Dur kalah, yang menang adalah Cak Imin. Lalu ketika PBNU-nya dipegang oleh Gus Yahya dan Gus Ipul yang mereka kubu PKB Gus Dur, ya tentu ingin mendegradasi, ingin menjegal, ingin mengganti PKB Cakimin yang berbeda kubu. Akalnya di situ sebenarnya awalnya,” katanya.
Saat Muktamar PKB pada 2005, Cak Imin terpilih menjadi Ketum PKB, sementara Gus Dur menjadi Ketua Dewan Syuro PKB.
Tiga tahun kemudian, kondisi internal PKB meruncing dengan munculnya isu tentang upaya melengserkan Gus Dur melalui Muktamar Luar Biasa (MLB).
Sebagai respon, rapat gabungan PKB memutuskan mencopot Cak Imin dari posisi ketum.
Ketum PKB Muhaimin Iskandar menyampaikan pidato politiknya dalam pembukaan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKB di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (23/07).
Tak terima, Cak Imin mengajukan gugat ke pengadilan dan menang. Pencopotannya sebagai Ketum DPP PKB dibatalkan.
Kubu PKB Gus Dur dan PKB Cak Imin masing-masing menggelar MLB. Cak Imin lalu mendaftarkan kepengurusan partainya ke Kemenkumham dan disahkan. Keputusan Menkumham itu digugat kubu Gus Dur ke PTUN namun ditolak.
Masing-masing kubu pun mendaftarkan partainya ke KPU untuk Pemilu 2009, namun PKB Cak Imin yang dinyatakan sah.
Selain itu, kata Ujang, hubungan PKB Cak Imin dengan PBNU yang dipimpin oleh Said Aqil Siroj dari 2010 sampai 2021 terjalin harmonis.
“Karena satu frekuensi dengan Cak Imin, nah kalau sekarang beda frekuensi, ya tempur terus, saling serang, saling hajar, saling kalahkan,” katanya.
Ujang pun melihat konflik ini akan terus meluas karena “belum ada titik temu, belum ada tanda-tanda islah. Konfliknya akan terus panjang, meluas, dan melebar ke depan. Tidak ada yang mau mengalah. Semuanya adu kekuatan, unjuk gigi untuk saling mengalahkan satu sama lain,“ katanya.
Senada, pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam mengatakan, bibit konflik internal ini terjadi sejak “kelompok Gus Dur ‘diambil alih‘ oleh kelompok Cak Imin, di mana kemudian Gus Dur ‘dizalimi‘. Sejak itu muncul dualisme di PKB. Kemudian barisan Cak Imin terus menguat dari waktu ke waktu.“
Surokim menambahkan kubu Cak Imin lalu mendapatkan legitimasi saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun menurutnya saat ini PBNU dikuasai kubu Gus Dur dan mereka ingin mengambil kembali kekuasaan PKB dari tangan Cak Imin.
“Dan konflik yang ditunjukan sekarang semakin mengeras, tidak elegan, dan cenderung menyerang individu,“ ujarnya.
Dalam sejarahnya, PKB didirikan pada 1998, sebagai hasil inisiasi dan dukungan dari NU, salah satu tokohnya ada Gus Dur.
Partai ini pun mengantarkan Gus Dur terpilih sebagai presiden pada 1999.
Dua-duanya rugi, bagaimana penyelesaian jalan tengahnya?
Pengamat politik Surokim Abdussalam mengatakan perseteruan PBNU dan PKB akan membuat baik PBNU maupun PKB mengalami kerugian.
“Keduanya akan rugi karena bagaimana pun juga PKB butuh legitimasi dari pengurus struktural NU jika ingin lebih besar lagi. Demikian juga NU yang memandang PKB jadi rumah besar bagi warga NU dalam menyalurkan aspirasi politik,” katanya.
Untuk itu, katanya, perseteruan elit ini perlu dijembatani oleh tokoh-tokoh kiai dari NU maupun PKB yang dapat dipercaya oleh kedua pihak.
“PKB itu anak pertama PBNU. Jadi kalau kemudian sekarang orang tua dan anaknya tidak akur ya perlu ada penjembatan yang bisa menjadi ‘kakek’ bagi keduanya sehingga keduanya bisa akur kembali. Saya berharap ke kiai-kiai sepuh, seperti Gus Mus yang masih bisa diterima oleh kedua faksi,” ujar Surokim.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang pernah menjabat sebagai Rais Aam PBNU dan Ketua Dewan Syuro PKB menjelaskan bahwa PBNU dan PKB tidak memiliki hubungan struktural.
Namun, kedua organisasi ini terikat secara aspiratif, kultural, dan historis, di mana PKB dibentuk untuk menyalurkan aspirasi warga NU dalam dunia politik.
Ia pun meminta kedua organisasi tersebut dapat fokus pada tujuannya masing-masing.
“Saling [berfokus] dengan tugas masing-masing, PBNU tetap pada pembangunan keumatan, PKB pada politik,” kata Amin, Kamis (01/08).
Dengan begitu, sambung Ma’ruf Amin, PBNU dan PKB mampu menjalin hubungan yang baik dan menghindari konflik yang berpotensi menyebabkan perpecahan.
“Sebaiknya memang tidak terjadi konflik, dan seharusnya [mampu] bekerja sama dengan baik. Jadi tidak saling mengintervensi,” imbaunya.
sumber: bbc