SUMBER GAMBAR, ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Keterangan gambar,Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (kedua kanan) melambaikan tangan usai menyampaikan keterangan terkait pertemuan lima orang warga Nahdatul Ulama atau Nahdliyin dengan Presiden Israel Isaac Herzog di Jakarta, Selasa (16/07).
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta maaf atas pertemuan lima simpatisan NU atau disebut Nahdliyin dengan Presiden Israel Isaac Herzog yang menjadi viral dan memicu polemik. Sementara pengamat hubungan internasional berpendapat Perang Gaza yang pecah sejak Oktober silam membuat kabar pertemuan menjadi kontroversi besar.
Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Selasa (16/07), Ketua umum PBNU, Yahya Cholil Staquf mengemukakan apa yang dilakukan kelima Nahdliyin itu adalah “sesuatu yang tidak patut dalam konteks suasana saat ini”.
“NU secara kelembagaan – dan ini juga kami serukan kepada seluruh kader dan juga warga NU – bahwa kita tidak akan melakukan engagement [atau] hubungan apa pun dengan pihak manapun terkait Israel dan Palestina, kecuali untuk tujuan-tujuan membantu rakyat Palestina,” ujar Yahya.
Yahya merujuk ke pemberitaan massal yang berawal dari beredarnya foto yang dilaporkan adalah foto sejumlah orang Indonesia yang melawat ke Yerusalem dan berpose bersama Presiden Israel Isaac Herzog.
Foto itu menjadi viral pada Minggu (14/07) dan menuai kecaman di media sosial termasuk dari beberapa tokoh NU sendiri.
Identitas kelima orang Nahdliyin tersebut tersebar di media sosial. Sebagian besar dari mereka tidak dapat dihubungi dan mengunci akses ke akun media sosial mereka.
Pengamat keagamaan dan peneliti pluralisme Universitas Paramadina Budhy Munawar Rachman mengatakan sebetulnya apa yang dilakukan orang-orang dalam dialog tersebut bukanlah sesuatu yang baru.
“Saya bahkan masih mengingat di zaman saya masih mahasiswa itu ada guru saya, Djohan Effendi [Menteri Sekretaris Negara era Gus Dur] […] bersama Gus Dur ke Israel dan itu membuat mereka dikecam,” ujar Budhy pada Senin (15/07).
Di sisi lain, Budhy menyebut isu ini sangat sensitif – mulai dari empati terhadap betapa beratnya penderitaan orang-orang Palestina dan kemarahan terhadap pemerintah Israel. Budhy pun mengakui sebaiknya pertemuan yang sensitif seperti ini tidak perlu diunggah ke media sosial.
“Jadi kontroversi ini saya bisa mengerti.”
Sementara Kishino Bawono, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan dengan fokus kajian Timur Tengah, mengatakan Perang Gaza yang pecah sejak 7 Oktober 2023 membuat kabar pertemuan anggota Nahdliyin itu menjadi kontroversi besar.
“Ibaratnya, sedang tinggi tingkat permusuhan, malah pamer kalau ketemu dengan musuh. Kan menyinggung perasaan yang pro-Palestina, yang mana NU juga memposisikan diri sebagai gerakan yg pro-Palestina,” ujar Kishino.
“Kalau pas momen dingin, enggak ada eskalasi, mungkin lebih mudah diterima, atau dibiarkan pertemuan ini.”
Israel melancarkan serangan balasan terhadap Hamas yang menggempur Israel bagian selatan pada 7 Oktober 2023.
Serangan Hamas mengakibatkan 1.200 orang meregang nyawa dan 252 lainnya dijadikan sandera.
Adapun serangan balasan Israel menewaskan lebih dari 35.000 orang di Gaza sejauh ini, menurut kementerian kesehatan Hamas.
Indonesia sampai sekarang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
‘Saya tidak pernah menyebut-nyebut NU’: Yahya
Yahya Cholil Staquf ketika menjadi pembicara dalam kegiatan diskusi yang diprakarsai oleh American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerusalem, Israel pada 2018.
Berdasarkan informasi yang diterima PBNU, Yahya Staquf mengatakan kelima Nahdliyin itu diajak oleh NGO atau LSM yang merupakan advokat dari Israel untuk berkonsolidasi untuk membantu citra dan kepentingan Israel.
Namun, Yahya menegaskan keberangkatan orang-orang tersebut tidak membuat citra Israel menjadi lebih baik.
“Sebaliknya, justru orang-orang yang dibawa itu mengalami kerugian karena kredibilitas mereka kemudian menjadi tercederai,” ujar Yahya.
Sebelumnya, lawatan Yahya ke Israel pada 2018 silam juga sempat menuai kontroversi.
Pada Juni 2018, Yahya yang merupakan mantan juru bicara presiden keempatn Abdurrahman Wahid atau dikenal Gus Dur (meninggal 2009) berkunjung ke Israel dalam rangka memenuhi undangan sebagai pengisi kuliah umum The Israel Council on Foreign Relations yang digelar oleh American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerusalem.
Sebelumnya, lebih dari dua dekade yang lalu, Gus Dur – yang sempat menjabat sebagai Ketua Umum PBNU 1984-1999 – pun turut hadir dalam AJC Global Forum di Washington, AS, dan selama masa hidupnya pernah mengunjungi Israel sebanyak tiga kali.
Mengomentari soal kunjungannya ke Israel pada masa silam, Yahya menegaskan dirinya melakukan kunjungan itu atas nama pribadi dan “mempertanggungjawabkannya secara pribadi” pula.
“Waktu saya ke sana, saya tidak pernah menyebut-nyebut NU,” ujar Yahya.
Adapun ihwal lawatan Gus Dur ke Israel, Yahya mengatakan almarhum melakukan diskusi dan konsolidasi terlebih dahulu ke kyai-kyai pada saat itu agar keberangkatannya direstui.
“Sesudah beliau kembali, beliau kembali bicara kepada kyai-kyai ini. Ini yang mungkin jarang diketahui masyarakat luar,” ujar Yahya yang mengakui saat itu kunjungan Gus Dur juga menuai kontroversi.
Meskipun begitu, Yahya tetap memohon maaf atas kejadian tersebut.
“Apa pun juga, ini anak-anak NU,” ujarnya.
Yahya menambahkan kelima Nahdliyin itu akan diproses dan diberikan sanksi sesuai dari organisasi-organisasi yang menaungi mereka. Dia tidak memperinci sanksi seperti apa yang menanti kelima anggota tersebut.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (kiri) didampingi Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (kanan) menyampaikan keterangan terkait pertemuan lima orang warga Nahdatul Ulama atau Nahdliyin dengan Presiden Israel Isaac Herzog di Jakarta, Selasa (16/07)..
Dalam konferensi pers di gedung PBNU pada Selasa (16/07), Yahya didampingi Sekjen PBNU Saifullah Yusuf, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Juri Ardiantoro, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Syamsul Ma’arif (Ketua PWNU), Ketua Umum PP Pagar Nusa Nabil Haroen, dan Bendahara Umum PP Fatayat NU Wilda Tusururoh.
Ketua Lembaga Infokom dan Publikasi (LTN) PBNU, Ishaq Zubaedi Raqib, merilis nama-nama dari kelima Nahdliyin tersebut termasuk organisasi yang menaungi mereka termasuk Unusia, PWNU Banten, Pagar Nusa, dan Fatayat.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum PP Fatayat NU Margaret Aliyatul Maimunah mengonfirmasi adanya dua orang pengurus PP Fatayat NU yang termasuk dalam lima orang yang bertemu dengan Presiden Israel.
Dalam pernyataannya, Margaret mengatakan PP Fatayat NU tidak pernah mendapat undangan ataupun memberikan mandat dan izin kepada anggota-anggotanya untuk mengikuti pertemuan tersebut.
“PP Fatayat NU selanjutnya akan melakukan penelusuran terkait dengan kasus ini dan akan memberikan sanksi organisasi kepada yag bersangkutan. Meskipun ini agenda personal, telah memberikan dampak negatif yang sangat luas bagi organisasi NU (termasuk Fatayat) dan masyarakat Indonesia,” ujar Margaret.
Margaret menambahkan kedua anggotanya berada dalam kondisi yang kurang sehat.
“Sedang shock… secara mental, akibat pemberitaan media sosial,” ujarnya.
‘Dialog lintas iman’
Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak (kiri) dan mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid (1940 – 2009) berbicara bersama dalam konferensi di Pusat Dialog Strategis S Daniel Abraham, Universitas Akademik Netanya, Netanya, Israel, 23 Juni 2003. Konferensi tersebut menyerukan perdamaian antara Israel dan Palestina.
BBC News Indonesia berupaya mengontak sejumlah anggota NU yang disebutkan ada di foto tersebut sejak Senin (15/07). Pada Selasa (16/07), salah satunya merespon dengan tautan dari laman Youtube-nya.
“Mengenai misi utama saya [dan kawan-kawan]. ke Israel dan Palestina pada 30 Juni-5 Juli 2024, bisa disimak di video ini,” ujarnya.
Dia mempersilahkan BBC News Indonesia untuk mengutip video tersebut.
Dalam unggahan video berdurasi 5 menit 29 detik itu, salah satu anggota NU terlihat berbicara di sebuah taman di hadapan beberapa orang.
Dalam deskripsi video, disebutkan taman itu terletak di Yerusalem dan orang-orang yang ada di video itu adalah para pemuka agama Palestina dan Israel.
Dalam pidatonya yang dibawakan dalam Bahasa Inggris, diamemperkenalkan dirinya sebagai dosen salah satu universitas milik NU.
Dia menggambarkan NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dideskripsikan sebagai Islam moderat.
“Salah satu pemimpin besar kami adalah Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau dikenal sebagai Gus Dur. Dia adalah presiden keempat Indonesia dan punya hubungan yang erat dengan [mantan Perdana Menteri Israel] Simon Perez… dengan Yahudi,” ujar narasumber itu.
Narasumber itu juga menyebut beberapa Muslim yang mengikuti dialog antar-agama itu sebagai anggota NU.
“Kami adalah generasi ketiga Nahdlatul Ulama. Kami akan melanjutkan warisan Gus Dur untuk memperkuat dialog antar-iman dan hubungan antar-iman kami antara Yahudi, Kristen, Muslim, dan agama yang ada di dunia ini,” ujarnya.
“Kami adalah orang-orang Indonesia datang ke Holy Land [Tanah Suci] ini karena cinta kami ke Tanah ini dan penduduknya. Kami berdoa ke Tuhan agar Tanah Suci ini bersih dari kekejaman dan dipenuhi cinta.
“Kedua, yang menjadi misi kami untuk datang ke sini adalah ingin membuat hubungan yang baik antara Israel dan Indonesia… untuk menormalisasi hubungan diplomatik antara kedua negara ini sehingga kita bisa bekerja sama dan membuat manfaat timbal balik bagi orang-orang di negara-negara tersebut.”
Narasumber itu tidak merespon pertanyaan lanjutan dari BBC News Indonesia, termasuk soal foto pertemuan dengan presiden Israel yang beredar.
Secara terpisah, Ketua PBNU Bidang Media, Informasi Teknologi, dan Advokasi, Savic Ali, menegaskan PBNU tidak pernah mengirim utusan ke Israel.
Dia juga menegaskan apa yang dilakukan kelima Nahdliyin itu tidak bisa dibandingkan dengan kunjungan Yahya Staquf dan Gus Dur pada masa lampau.
“Mereka leverage politik-nya berbeda. Teman-teman tidak berada di level yang bisa bernegosiasi dengan Israel. Jadi itu juga kenaifan kalau menganggap itu sebuah upaya diplomatik,” ujar Savic Ali melalui sambungan telepon.
“Dunia saja tidak didengarkan oleh Israel.”
‘Bukan hal yang baru’
Pengamat keagamaan dan peneliti pluralisme dari Universitas Paramadina, Budhy Munawar Rachman, mengatakan sebetulnya apa yang dilakukan orang-orang dalam dialog tersebut bukanlah sesuatu yang baru.
“Saya bahkan masih mengingat di zaman saya masih mahasiswa itu ada guru saya, Djohan Effendi [Menteri Sekretaris Negara era Gus Dur] […] bersama Gus Dur ke Israel dan itu membuat mereka dikecam,” ujar Budhy pada Senin (15/07).
Budhy yang sudah melihat video yang dibagikan narasumber tersebut menambahkan: “Kita harus melihat perjalanan ini sebagai perjalanan budaya dan intelektual. Bukan suatu delegasi untuk misi politik. Netizen ‘menggoreng’ kunjungan ini, seolah-olah sebagai misi politik.”
Di sisi lain, Budhy menyebut isu ini sangat sensitif – mulai dari empati terhadap betapa beratnya penderitaan orang-orang Palestina dan kemarahan terhadap pemerintah Israel.
“Jadi kontroversi ini saya bisa mengerti.”
Budhy menyebut apa yang dilakukan orang-orang itu bisa dipandang secara positif: “Ini juga akan memperkaya bagaimana wawasan mereka tentang di Israel sekarang.”
“Banyak orang Indonesia sebenarnya juga punya sudut pandang yang berbeda. Tapi karena arus utamanya itu adalah anti-Israel, jadi kemudian mereka tidak menyuarakannya.”
Budhy mengakui permasalahan Israel dan Palestina sekarang ini memang sudah berbeda dibandingkan sebelum 7 Oktober 2023. Namun, dia tetap berpendapat pengalaman-pengalaman dialog seperti ini tetap bisa bermanfaat.
“Biarlah mereka tumbuh dengan pengalaman-pengalaman yang ini sangat penting. Toh, dulu tokoh-tokoh yang sekarang pun berkembang dengan pengalaman-pengalaman seperti ini. Kebetulan mereka pergi ke tempat yang sekarang memang sedang kontroversi.”
Budhy juga mengatakan kepergian mereka bukanlah suatu upaya menunjukkan keberpihakan kepada Israel.
“Saya kira bukan itu. Tapi mereka kebetulan ada suatu acara dan bertemu dengan presiden dan berfoto kemudian di-upload. Itu saja kesalahannya,” ujar Budhy.
“Mestinya mereka nggak usah upload-upload begitulah. Itu akan membuat sensitif. Ya sudah terlanjur. Ya, sekarang mereka harus menghadapinya.”
Apa keuntungan pertemuan semacam itu bagi Israel?
Dosen Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan dengan fokus kajian Timur Tengah, Kishino Bawono, mengatakan pemerintah Israel bisa memperoleh keuntungan dari pertemuan lintas iman seperti yang melibatkan kelima simpatisan NU itu.
“Ini tentu bisa jadi publicity stunt. Menunjukkan bahwa mereka itu open for dialogue, bahkan dengan organisasi Muslim di dunia,” ujar Kishino.
Di sisi lain, Kishino mengatakan pertemuan tersebut tidak akan berdampak besar atas konflik Israel-Palestina. Dia menekankan bahwa Indonesia dan NU bukanlah sekutu tradisional Israel sehingga pengaruh dari Indonesia ataupun NU ke pengambilan keputusan Israel menjadi minimal.
“Secara posisi, Indonesia, khususnya NU, bisa jadi tercoreng karena artinya ini menunjukkan inkonsistensi,” ujar Kishino.
Selain itu, Kishino juga menggarisbawahi bahwa Presiden Israel Isaac Herzog, meskipun punya posisi tinggi dalam perpolitikan Israel, bukanlah pengambil keputusan terbesar dalam menentukan kebijakan pemerintah Israel.
“Presiden Herzog juga bukan sekutu dekat ataupun sangat berpengaruh dari atau ke Perdana Menteri Benjamin Netanyahu,” tegasnya.
Kishino mengatakan Perang Gaza yang pecah sejak 7 Oktober 2023 membuat kabar pertemuan anggota Nahdliyin itu menjadi kontroversi besar.
“Ibaratnya, sedang tinggi tingkat permusuhan, malah pamer kalau ketemu dengan musuh. Kan menyinggung perasaan yang pro-Palestina, yang mana NU juga memposisikan diri sebagai gerakan yg pro-Palestina,” ujar Kishino.
“Kalau pas momen dingin, enggak ada eskalasi, mungkin lebih mudah diterima, atau dibiarkan pertemuan ini,” pungkasnya.
sumber: bbc