SUMBER GAMBAR, ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA
Keterangan gambar,Aktivis yang tergabung dalam Jaringan Pembela HAM Sumbar berorasi saat aksi Tolak Bala, Stop Pengancaman dan Kekerasan di depan Gedung Pengadilan Negeri Padang, Sumbar, Senin (10/06).
“Ingat ada foto kamu, kalau kau laki-laki, sudah saya ladiang [golok] kau,” ujar advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pandang, Decthree Ranti Putri, menirukan ucapan seorang hakim berinisial B di Pengadilan Negeri (PN) Padang Kelas 1A, Sumatra Barat.
Ranti mengaku ancaman itu bukan lagi sekedar pelanggaran etik, namun sebuah tindak pidana.
LBH Padang telah melaporkan apa yang disebutnya sebagai ancaman itu ke Polda Sumbar dan Kantor Penghubung Komisi Yudisial (KY) wilayah Sumatra Barat.
Dugaan ancaman yang diucapkan oleh seorang hakim itu, menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, menunjukkan lemahnya standar pengawasan hakim yang dilakukan Mahkamah Agung (MA).
“Ditambah lagi, saya kira ini juga merupakan kelemahan MA dalam pendidikan profesi hakim yang terlalu maskulin sehingga melahirkan hakim-hakim laki-laki yang kurang berempati pada perempuan,” kata Fickar kepada BBC News Indonesia, Selasa (12/06).
Bahkan, mantan hakim Asep Iwan Iriawan mengatakan “masa hakim mengancam, kalau mengancam itu kan penjahat, benar tidak?” katanya.
Humas PN Padang Juandra mengatakan pihaknya telah meminta keterangan dari B dan, “diakui [dia] peristiwa itu memang ada,” katanya.
Apakah PN Padang akan memberikan sanksi kepada B, Juandra menyerahkan ke KY yang tengah melakukan penelusuran.
“Nantinya KY akan menentukan terbukti melanggar kode etik atau tidak,” tambahnya.
Ungkapan seperti ini bukan kali pertama. Seorang hakim di persidangan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti disebut merendahkan perempuan dengan mengatakan, “Saudara [yang] jelas pertanyaannya, jelas saudara pakai mic, loh. Yang jelas. Saudara suaranya seperti perempuan gitu loh, tolong keras sedikitlah.”
Selain itu, dalam seleksi hakim agung di DPR tahun 2013, calon hakim agung Muhammad Daming Sanusi bahkan mengatakan korban dan pelaku pemerkosaan “saling menikmati”.
Bagaimana kronologi ‘pengancaman’ itu?
Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Decthree Ranti Putri mengatakan ancaman yang dia terima terjadi sekitar pukul 14.00 WIB saat dirinya menunggu jadwal sidang di PN Padang, Rabu (05/06).
Tiba-tiba, katanya, hakim B yang saat itu tidak menggunakan toga langsung menghampiri dirinya bersama Anisa Hamdah, yang juga advokat dari LBH Padang.
“Saat menemui saya, dia langsung menyodorkan HP-nya dan memfoto wajah saya. Saya langsung menanyakan kenapa bapak memfoto saya,” kata Ranti kepada wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC Indonesia, Selasa (11/06).
Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Decthree Ranti Putri melaporkan dugaan pengancaman itu ke Polda Sumbar.
Mendengar itu, ujar Ranti, oknum hakim itu lalu menjawab “untuk menjadi pegangan saya jika sewaktu-waktu terjadi apa-apa dengan laporan KY”.
Tidak berhenti, B juga melontarkan ancaman, kata Ranti yang mengaku hanya bisa terdiam mendengar itu.
“Masih ada dua tahun lagi saya di sini. Jangan macam-macam sama saya. Kalau terjadi apa-apa laporan KY, awas kau,” kata Ranti menirukan ucapan B.
“Dia kata- katanya ‘kau-kau‘ begitu. Terus dia bilang lagi, ‘ingat ada foto kamu kalau kau laki-laki, sudah saya ladiang [golok] kau‘,” tuturnya.
Usai kejadian itu, Ranti bersama beberapa anggota LBH Padang langsung melaporkan dugaan pengancaman itu ke KY Penghubung Sumatra Barat.
Ranti mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Hakim B tersebut bukan lagi merupakan pelanggaran etik, melainkan sebuah tindak pidana.
“Kami sudah buat laporan ke Polda Sumbar dan sudah diterima dengan dugaan pengancaman sebagai mana ketentuan dalam pasal 335 KUHP,” lanjutnya.
Koordinator Penghubung KY Provinsi Sumbar Feri Ardila saat diwawancarai di Padang, Jumat (07/06).
Koordinator Penghubung KY Provinsi Sumbar Feri Ardila mengatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari LBH Padang pada Rabu (05/06) lalu.
“Dan terkait laporan tersebut sudah kami kirim dan kami teruskan ke Komisi Yudisial RI yang ada di Jakarta, dan kemudian diproses tindaklanjut,“ kata Feri.
Feri mengatakan, KY terus melakukan sosialisasi kepada para hakim untuk menjunjung tinggi kode etik dan perilaku hakim baik dalam proses pemeriksaan di persidangan maupun dalam keseharian mereka.
Apa akar masalahnya?
Aktivis yang tergabung dalam Jaringan Pembela HAM Sumbar berorasi saat aksi Tolak Bala, Stop Pengancaman dan Kekerasan di depan Gedung Pengadilan Negeri Padang, Sumbar, Senin (10/06).
Ranti mengatakan dugaan pengancaman yang dilakukan hakim B adalah buntut dari laporan LBH Padang ke KY Sumbar pada Desember 2023 atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim PN Padang, yaitu hakim B, K dan A saat mengadili perkara kekerasan seksual dengan korban perempuan yang masih berusia 16 tahun.
Di dalam persidangan yang berlangsung November 2023 itu, Ranti mengatakan, hakim melontarkan kata-kata yang merendahkan perempuan, seperti “kamu kegatelan, narasi itu muncul dari mulut seorang hakim yang kita agung-agungkan.“
LBH Padang lalu melaporkan majelis hakim itu ke KY dengan dugaan pelanggaran kode etik yang tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
“Padahal, yang saya dampingi itu bukan hanya perempuan dan anak, tapi korban kekerasan seksual. Akar masalahnya adalah hakim yang tidak memiliki perspektif perempuan berhadapan dengan hukum, dan situasi ini sebenarnya sudah toxic banget di pengadilan kita,” tuturnya.
KY pun telah melakukan pemeriksaan mendalam atas laporan pelanggaran etik itu pada April lalu, termasuk memeriksa saksi di PN Padang.
Ranti menjelaskan, situasi peradilan yang tidak memiliki perspektif perempuan saat berhadapan dengan hukum harus dibenahi karena dapat membuat korban menjadi semakin terluka bahkan mengaburkan fakta yang terjadi.
“Jangan sampai hakim yang menjadi wakil Tuhan menciptakan ketidakadilan buruk baru dengan memutus perkara yang tidak ada keadilannya,“ kata Ranti.
‘Kalau mengancam itu bukan hakim, tapi penjahat‘
Mantan hakim Asep Iwan Iriawan mengkritik apa yang dilakukan hakim B. Menurutnya seorang hakim tidak boleh melakukan ancaman.
“Jangan kan mengancam, ketemu pihak terkait saja tidak boleh, apalagi mengancam. Kalau dia mengancam, bukan hakim, masa hakim mengancam. Kalau mengancam itu kan penjahat, benar tidak?“ kata Asep.
Asep mengatakan hakim harus memegang kode etik yang telah mengatur dari berucap hingga bersikap. “Hakim itu wakil Tuhan, kalau dia perlakuannya bukan wakil Tuhan, jadi wakil siapa? Jangan jadi hakim,“ katanya.
Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Decthree Ranti Putri.
Senada, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan kasus itu menunjukkan adanya kelemahan dari MA dalam pendidikan profesi hakim yang terlalu maskulin sehinggga melahirkan hakim-hakim pria yang kurang berempati pada perempuan.
“Di samping itu juga kelemahan standar pengawasan hakim yang hanya berbasis pada laporan saja. Padahal di era keterbukaan seperti ini pemberitaan juga bisa menjadi rujukan untuk pembinaan para hakim yang harus dibina karena sikapnya yang tidak berwawasan gender,“ kata Fickar.
Untuk itu, pakar hukum dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan mengatakan kasus ini harus menjadi pintu masuk bagi MA untuk melakukan evaluasi total tentang pelaksanaan etika dan perilaku hakim, khususnya pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum.
“Yang harus dievaluasi seperti bagaimana proses penegakannya, siapa yang menangani, bagaimana sistem di MA mengawasi penegakan etik, bagaimana pencegahannya, ini harus dievaluasi, atau malah jangan-jangan tidak ada sistemnya,“ katanya.
Bukan kali pertama
Ucapan hakim yang disebut merendahkan perempuan ini bukan kali pertama. Sebelumnya, seorang hakim di persidangan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti disebut merendahkan perempuan.
Hakim itu mengatakan, “saudara [yang] jelas pertanyaannya, jelas saudara pakai mic, loh. Yang jelas. Saudara suaranya seperti perempuan gitu loh, tolong keras sedikitlah.”
KY pun meminta hakim yang menyidang perkara itu untuk menahan diri dari perkataan yang seksis dan misoginis.
“Bentuknya bisa banyak, salah satunya adalah dapat menahan diri dari perkataan yang seksis dan misoginis, misalnya,” kata Juru Bicara KY saat itu, Miko Ginting, Jumat (09/06) tahun lalu.
Bahkan, dalam seleksi hakim agung di DPR tahun 2013, calon hakim agung Muhammad Daming Sanusi mengatakan korban dan pelaku pemerkosaan “saling menikmati”.
“Yang diperkosa dengan yang memerkosa ini sama-sama menikmati. Jadi, harus pikir-pikir terhadap hukuman mati,” kata Daming menjawab pertanyaan anggota Komisi III, apakah pelaku di kasus perkosaan bisa dihukum mati.
Perilaku oknum hakim yang merendahkan perempuan itu, menurut peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Alviani Sabillah, mengambarkan situasi nirperspektif gender dan lemahnya penginternalisasian etik yang dimiliki hakim.
“Bisa jadi situasinya lebih banyak dan parah dari yang kita lihat dari dua kasus ini [di Padang dan persidangan Haris-Fatia],” kata Alviani.
Alviani mengatakan, kasus ini harus menjadi perhatian serius, baik dari MA maupun KY.
“Perlu dilakukan pengawasan secara menyeluruh, baik dari internal MA maupun dari KY. Yang saya ketahui, MA sudah menyisipkan pendidikan mengenai sensitivitas gender terhadap hakim. Perlu dicek kembali sejauh mana pendidikan itu benar-benar berdampak dan diilhami oleh para hakim,” katanya.
Bagaimana tanggapan MA dan PN Padang?
Terkait dengan kritikan tersebut, BBC News Indonesia menghubungi Juru Bicara MA Suharto. Dia menjawab, “Tanya ke Humas PN Padang saja ya atau KY,” katanya.
Humas PN Padang, Juandra, menjelaskan bahwa pihaknya telah meminta keterangan kepada B, dan hakim itu mengakui adanya peristiwa tersebut.
“Kalau laporan [dugaan ancaman] memang enggak diakui sama yang dilaporkan. Tapi apakah itu kategori pengancaman atau enggak? Yang pasti peristiwa yang seperti rekaman itu ada,” kata Juandra.
Juandra juga mengatakan PN Padang menghormati laporan yang dilakukan LBH Padang ke KY dan Polda Sumbar.
PN Padang juga, kata Juandra, masih menunggu mekanisme dan pemeriksaan yang dilakukan Badan Pengawas (Bawas) ataupun KY terhadap hakim B, baik dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik maupun pengancaman.
“Jadi, tentunya pihak berwenang lah yang akan menentukan nantinya bersalah atau tidak,” ujar Juandra.
Di saat bersamaan PN Padang juga memastikan hakim terlapor hingga kini masih bertugas seperti biasanya atau menyidangkan perkara-perkara yang masuk ke lembaga peradilan tersebut.
sumber: bbc