Widodo SP – Merespons maraknya pengungkapan kasus korupsi di negeri ini selama era Presiden Jokowi sungguh bikin cemas, sekaligus muak. Cemas karena begitu mudahnya uang negara terhambur begitu saja oleh perbuatan satu atau sekelompok orang, sementara masih banyak rakyat harus berpeluh keringat selama sebulan penuh tetapi hanya mendapatkan gaji UMR yang hanya cukup untuk hidup pas-pasan.
Sementara itu, kita pun muak dengan maraknya kasus korupsi yang seolah hanya ditangani setengah hati, padahal kerugian negara juga dampak bagi negara ini sangatlah besar … tapi menghukum berat saja masih dikorting masa hukuman!
Mungkin bermula dari rasa cemas dan muak ini, seorang teman menulis di akun medsosnya soal kerugian negara seperti ini:
“Kerugian negara akibat korupsi tahun 2023 (sebesar) Rp28,4 triliun. Kalau harga rumah layak huni Rp200 juta; itu setara dengan 142.000 rumah. Korupsi BTS? Korupsi Timah? Korupsi Pertanian? Food estate yang gagal? Jutaan rumah bisa disediakan gratis. Nggak perlu Tapera kalau negara memang berniat menyediakan rumah bagi warga miskin.”
Mungkin kekesalannya masih terhubung dengan isu Tapera, yang tak kalah mengesalkan kalau sampai benar-benar diterapkan, tapi pemerintah menutup mata dan telinga, juga menutup hati murani terhadap suara-suara penolakan dari rakyat kecil. Sebenarnya nilai yang diharapkan dari “arisan uang rakyat” itu berapa banyak sih, kok sampai tega begitu memeras hasil keringat rakyat yang tak seberapa deras itu?
Jika benar pemerintahan Jokowi serius ingin sebanyak mungkin rakyat memiliki rumah, sita dan rampas saja harta milik para pelaku korupsi itu, lalu buatkan program rumah yang bisa dibeli oleh rakyat dengan harga murah tapi layak huni sampai setidaknya 20-30 tahun sebelum perlu direnovasi.
Kalau Jokowi serius ingin mewujudkan mimpi banyak rakyat kecil yang ingin punya rumah, fokuskan saja sasaran pada rakyat yang benar-benar membutuhkan, lalu pikirkan cara yang lebih manusiawi daripada memaksa para pekerja iuran dari hasil kerja mereka. Kalau nariknya dari PNS (ASN) sih terserah ya, karena iuran Tapera mungkim bisa diambil dari gaji ketiga belas yang biasa mereka dapatkan, tapi janganlah dari pegawai swasta yang bergaji kurang dari lima juta sebulan. Terasa banget loh disunat tiga persen itu!
Hanya, kalau para elit politik dan pejabat yang berkuasa itu setuju dengan Fadli Zon bahwa korupsi itu ibarat oli pembangunan … mungkin sampai punuk onta jadi lurus kita takkan melihat negeri ini maju, bahkan hingga 100 tahun ke depan kalau negeri ini belum hancur!
Begitulah kura-kura…
sumber: seword