IMPOR BEBAS HANTAM RI, KEMENPERIN UNGKAP NASIB PAHIT PABRIK TEKSTIL

Damiana, CNBC Indonesia
Foto: Ilustrasi Garmen (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan kendala yang tengah dihadapi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri. Akibat adanya relaksasi aturan pelarangan dan/atau pembatasan (lartas) terhadap barang-barang impor yang serupa dengan barang-barang sejenis yang sudah diproduksi di dalam negeri.

Padahal, menurut Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan, industri tekstil dan pakaian jadi di di dalam negeri tengah tengah berada pada level ekspansi dan menunjukkan pertumbuhan positif. Ditopang permintaan luar negeri dan domestik yang masih kuat.

Adie mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pertumbuhan subsektor industri tekstil dan pakaian jadi mencapai 2,64% secara tahunan pada triwulan I – 2024. Sementara itu, pada periode yang sama, permintaan luar negeri untuk produk tekstil dan pakaian jadi juga mengalami peningkatan volume, yaitu sebesar 7,34% secara tahunan untuk produk tekstil dan 3,08% secara tahunan untuk pakaian jadi.

Selain pesanan ekspor, stabilitas konsumsi rumah tangga domestik juga membantu mendorong pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi, serta Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki, seiring dengan pelaksanaan Pemilu 2024, hari libur nasional, cuti bersama, serta momen Lebaran.

“Sebagai pembina industri, Kemenperin menampung masukan dari para pelaku industri mengenai kendala-kendala yang dihadapi terkait peningkatan produktivitas dan daya saingnya. Kekhawatiran pelaku industri TPT timbul karena tidak ada lartas terhadap barang impor yang sejenis dengan barang yang mereka produksi,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (27/5/2024).

“Kemenperin optimistis pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi dapat semakin optimal apabila pencegahan konsumsi pakaian bekas atau thrifting dan pengawasan pasar sesuai aturan yang berlaku terhadap barang-barang impor lebih ditingkatkan,” tambahnya.

Hanya saja, imbuh dia, pelaku industri TPT saat ini mengkhawatirkan serbuan produk impor akan kembali membanjiri pasar dalam negeri.

“Sebelumnya, industri kecil dan menengah (IKM) garmen dan sepatu menikmati kenaikan permintaan sebesar 30-50% dari dalam negeri dengan berlakunya aturan pertimbangan teknis (pertek) untuk barang impor, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor,” sebutnya.

Hal itu, ujar Adie, sebagaimana disampaikan Ketua Ikatan Pengusaha Konfeksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman dan Endang mewakili Pelaku Usaha IKM Alas Kaki Bandung. Para pelaku IKM garmen dan sepatu khawatir dalam waktu dekat, pasar akan kembali dibanjiri impor pakaian jadi dan sepatu impor.

“Ini bukan hanya sebuah kekhawatiran tetapi pengalaman pahit yang kami alami dalam tahun-tahun belakangan ini ketika impor pakaian jadi dan alas kaki tidak dikendalikan,” kata Nandi, dikutip dari rilis keterangan yang sama.

“Hal tersebut dapat menyebabkan banyak IKM kembali melemah dan akan terjadi penutupan produksi. Kami berharap, pemerintah kembali memberlakukan perlindungan pasar dari gempuran impor, baik melalui pertek maupun aturan lain,” cetus Nandi.

Hal serupa disampaikan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Redma menyatakan, pengendalian impor tidak akan efektif karena semuanya sudah direlaksasi.

“Kami awalnya menyambut baik langkah Kementerian Perdagangan melakukan pengendalian impor melalui Permendag No 36/2023. Permendag tersebut sudah disosialisasikan sejak Desember 2023 dan berlaku 10 Maret 2024,” katanya.

“Jadi penumpukan kontainer yang terjadi karena ulah importir nakal yang tidak mau mengurus izin Persetujuan Impor. Dari 26.000 kontainer yang diberitakan tertahan, 85% di antaranya adalah barang jadi milik importir pedagang dan hanya 15% yang benar-benar untuk kepentingan industri manufaktur,” sebut Redma.

Padahal, tukas dia, agar industri tumbuh kuat, perlu visi integrasi industri, dalam hal ini hilirisasi dan penguatan hulu. Namun, menurutnya, visi pengembangan dan integrasi industri tersebut tidak didukung oleh Kementerian lain.

“Hal ini dapat berakibat pada terjadinya deindustrialisasi dengan industri sebagai korbannya,” kata Redma.

“Ketiadaan aturan yang merupakan alat pengendalian impor dapat berpengaruh pada iklim investasi dan perkembangan industri tekstil dalam negeri, yang juga berdampak pada tingkat penyerapan tenaga kerja,” ujarnya.

Relaksasi Aturan Impor

Seperti diketahui, pemerintah kembali merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Revisi ketiga aturan ini diberlakukan mulai 17 Mei 2024, lewat Permendag No 8/2024.

“Sesuai instruksi Presiden Jokowi kemarin siang, maka diterbitkanlah Permendag No 8 Tahun 2024 yang berisikan relaksasi perizinan impor,” tulis Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagram miliknya, Sabtu (18/5/2024).

Sri Mulyani kemudian memaparkan relaksasi perizinan impor dalam aturan terbaru tersebut, yaitu:

a. Terdapat 7 komoditas yang diubah perijinan lartasnya yaitu Elektronik, Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan, Kosmetik dan PKRT, Alas Kaki, Pakaian Jadi dan Aksesoris Pakaian Jadi, Tas dan Katup. Khusus komoditi elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris, persyaratan pertimbangan teknis dalam penerbitan PI (Persetujuan Impor) ditiadakan/dihapus

b. Terhadap importasi dengan manifest tanggal 10 Maret – 17 Mei 2024 dapat dilakukan penyelesaian impor dengan menggunakan LS (Laporan Surveyor) khusus komoditas Besi Baja dan Tekstil Produk Tekstil dan menggunakan dokumen perizinan yang tercantum dalam Permendag No. 8/2024 untuk komoditi lainnya.
sumber: cnbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.