MENGENAL SANGKEP NGGELUH, KONSEP HUBUNGAN DAN KEKERABATAN DALAM SUKU KARO

Foto pakaian adat Karo (Foto: instagran.com/   linaella_ salon)
Aprilda Ariana Sianturi – detikSumut

Karo – Suku Karo merupakan salah satu suku yang cukup populer di Sumatera Utara. Dilansir dari website Kemdikbud, suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara.
Nama suku Karo bahkan dijadikan sebagai salah satu kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Kabupaten Karo. Bahasa adat suku Karo dinamakan Bahasa Karo dan suku Karo juga memiliki salam yang khas yaitu Mejuah-juah.

Selain bahasa dan salam yang khas, ternyata suku Karo memiliki konsep untuk menentukan hubungan dan kekerabatan dalam lingkungan mereka. Konsep ini disebut dengan Sangkep Nggeluh. Apakah yang dimaksud dengan Sangkep Nggeluh itu?

Berikut detikSumut rangkum untuk detikers.

Makna Sangkep Nggeluh
Menurut Brepin Tarigan M.Sn, seorang dosen di Universitas Negeri Medan dalam artikelnya yang berjudul Karya Rakut Sitelu, Sangkep Nggeluh adalah keutuhan hidup seseorang. Yang dimaksud dengan keutuhan yaitu unsur-unsur dalam adat istiadat yang mengatur masyarakat Karo. Jika seorang masyarakat etnis Karo tidak memiliki Sangkep Nggeluh, masyarakat itu boleh dikatakan belum sah menjadi orang Karo.

Untuk masyarakat pendatang yang menetap serta menikahi orang Karo, seseorang itu akan dicarikan Sangkep Nggeluh-nya. Di dalam masyarakat etnis Karo, ada beberapa unsur yang menentukan Sangkep Nggeluh yaitu Merga Silima, Tutur Siwaluh, Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada dan Rakut Sitelu.
Nah, apa yang dimaksud dengan semuanya itu?

1. Merga Silima

Merga Silima merupakan identitas orang Karo yang diambil dari Merga ayah atau disebut klan. Merga tersebut dicantumkan di belakang nama seseorang. Merga dipakai sebagai nama belakang laki-laki dan beru sebagai nama belakang perempuan. Merga dan beru tersebut diwarisi secara turun-temurun berdasarkan patrilineal (garis keturunan berdasarkan ayah), dengan tidak mengabaikan garis keturunan ibu yang disebut bere-bere. Sebagai contoh, Erik merga Tarigan bere-bere Ginting untuk pria dan Elsa beru Tarigan bere-bere Sembiring untuk wanita.

Masyarakat etnis Karo mempunyai lima induk merga (klan) yaitu: Tarigan, Ginting, Perangin-angin, Karo-karo dan Sembiring. Kelima Merga dan beru tersebut menjadi identitas masyarakat etnis Karo dalam kehidupan bersosial dan berbudaya. Identitas merga dan beru tersebut sudah menunjukkan kalau sesorang itu adalah pria atau wanita. Merga dan beru pada masyarakat Karo menjadi sangat penting karena akan dipakai menjadi identitas untuk melakukan proses ertutur.

Ertutur adalah proses untuk perkenalan atau mengenalkan seseorang untuk menentukan hubungan dalam tingkat kekerabatan pada masyarakat Karo dalam upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari dengan menanyakan apa merga (garis keturunan berdasarkan ayah) dan bere-bere (garis keturunan berdasarkan ibu). Proses ertutur dapat dipakai oleh setiap masyarakat Karo tidak hanya dalam satu lingkaran keluarga besar namun juga untuk orang yang tidak masuk dalam lingkaran tersebut sehingga bisa dikatakan semua orang Karo yang memiliki merga dan beru dapat menjadi kade-kade (saudara) jika melakukan proses ertutur sehingga akan ketahuan posisinya dimana antara yang satu dengan yang lain.

2. Tutur Siwaluh

Masyarakat Karo mengenal delapan tutur yaitu : Sembuyak, Senina, Senina Sipemeren, Senina Siparibanen, Anak Beru, Anak Beru Menteri, Kalimbubu, dan Puang Kalimbubu. Kedelapan tutur ini disebut Tutur Siwaluh.

3. Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada

Tutur Siwaluh akan memunculkan Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada. Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada berasal dari kata perkade-kaden yang artinya hubungan persaudaraan secara struktur sosial, sepuluh dua tambah sada artinya terdapat dua belas jenis hubungan persaudaraan secara struktur sosial, dan tambah sada diartikan sebagai orang luar yang masuk ke dalam sistem struktur tatanan sosial masyarakat Karo dan kepada leluhur masyarakat Karo yang sudah meninggal.

Adapun Sepuluh Dua Perkade-Kaden itu adalah Bulang (kakek), Nini (nenek), Bapa (ayah), Nande (ibu), Bengkila (sebutan untuk suami dari saudara perempuan ayah), Bibi (sebutan untuk saudara perempuan ayah), Mama (sebutan untuk saudara pria dari ibu), Mami (sebutan untuk istri dari saudara laki- laki ibu), Impal (sebutan untuk anak dari mama), Silih (sebutan untuk suami dari saudara perempuan), dan Bere-bere (sebutan untuk anak dari saudara perempuan).

4. Rakut Sitelu

Rakut Sitelu adalah sistem kekerabatan yang mengatur posisi dalam adat istiadat pada masyarakat Karo yang terbagi menjadi tiga yaitu Kalimbubu, Sukut, dan Anak Beru. Rakut adalah ikatan, Si adalah kata penghubung yang, sedangkan Telu adalah Tiga.

Jadi Rakut Sitelu adalah tiga ikatan yang membentuk sebuah sistem tatanan sosial masyarakat Karo. Sistem ini membuat masyarakat etnis Karo terikat satu dengan lainnya, saling memiliki dan saling menghormati.

Kalimbubu menjadi Dibata ni idah (Tuhan yang tampak) yang harus dihormati dan dihargai karena dalam keyakinan masyarakat Karo, Kalimbubu menjadi wakil Dibata di bumi dan pemberi dareh/tendi (jiwa atau roh) kepada seseorang. Sedangkan Anak Beru menjadi ‘pelayan’ atau pihak yang mengerjakan pekerjaan Sukut dalam upacara adat maupun ritual, dan Sukut adalah pihak tuan rumah dalam suatu upacara adat istiadat maupun ritual. Namun dalam sistem Rakut Sitelu, ketiga posisi itu akan berputar secara bergantian sehingga tidak ada kasta pada masyarakat etnis Karo.

Untuk lebih memahami siapa Kalimbubu, Sukut, dan Anak Beru, kita mengambil contoh dari upacara adat pernikahan. Sukut adalah orang yang menikah dan orang tuanya, sedangkan Kalimbubunya adalah pihak dari saudara pria beserta istri dari ibu (mama dan mami), dan Anak Beru adalah saudara perempuan yang menikah (turang) beserta saudara perempuan beserta suaminya dari ayah (bengkila dan bibi).

Dapat disimpulkan bahwa Merga Silima, Tutur Siwaluh, Rakut Sitelu, dan Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada menjadi konsep yang mengatur tatanan sosial dalam masyarakat suku Karo.

Nah, itulah konsep Sangkep Nggeluh dalam masyarakat suku Karo yang sudah detikSumut rangkum. Sangat kompleks bukan? Semoga bermanfaat ya detikers!
sumber: detiksumut

This entry was posted in Adat Istiadat Karo, Berita, Berita dan Informasi Utk Takasima, Cerita (Turi - Turin), Informasi Untuk Kab. Karo, Taneh Karo Simalem. Bookmark the permalink.