Foto: (Getty Images/ iStockphoto/ Oleksii Liskonih)
Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pekan ini utamanya disebabkan oleh ketegangan Timur Tengah antara Iran dan Israel dan kekhawatiran publik atas kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang berkemungkinan kembali bersikap hawkish.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,49% di angka Rp16.250/US$ pada penutupan perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (19/4/2024). Secara mingguan rupiah juga terpantau ambles 2,08%, sehingga menjadikan pelemahan terburuk mingguan sejak 3 Juli 2020 atau ketika Pandemi COVID-19.
Koreksi rupiah utamanya disebabkan oleh kekhawatiran pelaku pasar perihal situasi di Timur Tengah khususnya antara Iran dan Israel.
Melansir ABC News, pejabat senior Amerika Serikat mengatakan Israel meluncurkan rudal sebagai serangan balasan terhadap Iran pada Jumat (19/4/2024) dini hari.
Menanggapi masalah ini, Iran mengaktifkan sistem pertahanan udaranya di beberapa kota untuk mengantisipasi serangan rudal balasan atas serangan drone dan rudal tanpa awak yang dilancarkan oleh negara tersebut pada Sabtu lalu.
Serangan tersebut menargetkan sejumlah sasaran, dengan lebih dari 300 drone dan rudal yang dikirimkan oleh Iran, beberapa di antaranya berhasil dicegat oleh Israel dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat, demikian disampaikan oleh para pejabat.
Langkah Iran dalam mengaktifkan sistem pertahanan udaranya terjadi setelah terdengarnya ledakan di dekat pusat kota Isfahan. Menurut kantor berita IRNA, pertahanan udara Iran telah diaktifkan di langit beberapa provinsi di negara tersebut.
Stasiun TV Pemerintah Iran melaporkan bahwa tiga drone telah melintas di langit Kota Isfahan, namun ketiga drone tersebut berhasil dihancurkan oleh sistem pertahanan udara negara setelah diaktifkan.
Sementara itu, fokus investor juga terpengaruh oleh pernyataan pejabat The Fed yang memberikan sinyal tersirat bahwa bank sentral akan tetap mempertahankan sikap yang hawkish mengingat tingkat inflasi yang masih di atas target. Ketua Fed dalam sebuah diskusi panel menyatakan bahwa data terbaru menunjukkan pertumbuhan yang solid dan kekuatan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja, namun juga menyoroti kurangnya kemajuan lebih lanjut dalam mencapai target inflasi 2% sepanjang tahun ini.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa The Fed cenderung akan tetap mempertahankan kebijakan yang hawkish dalam jangka waktu dekat, yang berpotensi memberikan tekanan terhadap mata uang lainnya.
sumber: cnbc