SUMBER GAMBAR, MAXAR TECHNOLOGIES
Keterangan gambar,
Foto satelit memperlihatkan sebidang tembok telah didirikan di sepanjang perbatasan Mesir dengan Gaza pada 15 Februari 2024.
Foto-foto satelit memperlihatkan pekerjaan konstruksi besar-besaran di sepanjang perbatasan Mesir-Gaza. Laporan menyebut konstruksi dilakukan untuk membuat tempat penampungan bagi para pengungsi Palestina.
Sumber-sumber dari Mesir yang tidak disebutkan namanya mengatakan pekerjaan konstruksi ini bertujuan untuk membangun zona penyangga terisolasi yang dikelilingi tembok pembatas di Provinsi Sinai Utara.
Tindakan ini, sebut para sumber, dilakukan untuk berjaga-jaga apabila Israel benar-benar melancarkan serangan darat ke Rafah, kota di ujung selatan Jalur Gaza.
Salah satu organisasi pembela hak asasi manusia (HAM) melaporkan dinding-dinding setinggi tujuh meter tengah dibangun di zona itu.
Mesir secara terbuka membantah kabar itu.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengatakan Israel “tidak punya niatan untuk mengevakuasi warga sipil Palestina ke Mesir”.
Sejak dimulainya perang Gaza menyusul serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober, Mesir secara konsisten mengatakan tidak akan membuka perbatasan untuk para pengungsi.
Mesir mengambil sikap ini karena tidak mau terkesan terlibat dalam pengungsian besar-besaran penduduk Palestina. Masalah ekonomi dan keamanan juga menjadi pertimbangan Mesir.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terlihat mantap untuk menggelar serangan besar-besaran ke Rafah – tempat bernaung bagi 1,4 juta pengungsi – kendati komunitas internasional menentangnya.
Israel mengeklaim pasukan Hamas bersembunyi di Rafah dan harus “dieliminasi”. Israel juga meyakini 130 orang Israel yang disandera Hamas disekap di Rafah.
Netanyahu secara samar-samar sudah berbicara tentang “wilayah yang telah kami sapu bersih di utara Rafah” – tetapi indikasi-indikasi sejauh ini menunjukkan perencanaan masih dalam tahap awal.
Israel sebelumnya menginstruksikan para warga Palestina untuk pergi ke Rafah pada awal serangan di Gaza utara.
“Kami akan bertempur hingga kemenangan seutuhnya diraih dan ini meliputi aksi yang kuat termasuk di Rafah setelah kami mengizinkan populasi warga sipil meninggalkan zona-zona perang,” ujar Netanyahu pada Kamis (15/02).
Foto-foto satelit teranyar yang dirilis Maxar Technologies menunjukkan Mesir telah memutuskan untuk mengambil upaya-upaya pencegahan menjelang serangan Israel.
Satu foto yang diambil pada tanggal 15 Februari memperlihatkan tanah berukuran luas di Rafah dan menyambung ke Gaza sudah dikosongkan.
Pekerjaan konstruksi tampak sudah dituntaskan dalam beberapa hari terakhir. Ini bisa dilihat dari perbandingan lanskap dari foto sebelumnya di area yang sama pada lima hari sebelumnya.
Kepada stasiun TV Saudi Al Arabiya dan Al Hadath TV pada Kamis (15/02), Gubernur Provinsi Sinai Utara, Mohammed Shousha, mengatakan tujuan aktivitas di area tersebut adalah untuk “menginventarisir rumah-rumah” yang hancur saat Mesir bertempur melawan kelompok ISIS di sana.
Shosha menambahkan bahwa posisi Mesir adalah “tidak memperbolehkan penelantaran paksa penduduk Gaza ke Mesir”.
Akan tetapi, foto-foto satelit per tanggal 15 Februari juga memperlihatkan kendaraan-kendaraan konstruksi memenuhi jalan di samping area yang dikosongkan. Sebagian dari kendaraan tersebut tampak terlibat membangun tembok besar.
Gambar yang diperbesar di bawah ini menunjukkan satu gambar di sebelah lempengan-lempengan di tanah yang siap untuk ditambahkan ke tembok.
Selain foto-foto satelit, foto-foto dan video-video yang diambil dan dipublikasikan Yayasan Sinai untuk Hak Asasi Manusia juga memperlihatkan pekerjaan konstruksi tengah berlangsung.
Organisasi tersebut menyatakan dalam sebuah laporan awal minggu ini bahwa cuplikan gambar – yang belum diverifikasi BBC – memperlihatkan tanah berpagar dan tembok setinggi tujuh meter tengah dibangun di area itu.
Laporan organisasi juga mengutip sumber yang mengatakan pekerjaan konstruksi itu dimaksudkan untuk “menerima pengungsi dari Gaza apabila ada eksodus besar-besaran”.
The Wall Street Journal mengonfirmasi laporan pejabat Mesir dan analis keamanan yang mengatakan bahwa tanah berpagar dibangun sebesar 20,7 kilometer persegi dan dapat mengakomodasi lebih dari 100.000 orang.
Dalam konferensi pers dengan wartawan asing pada Kamis (15/02), Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan: “Negara Israel tidak memiliki niatan untuk mengevakusi warga sipil Palestina ke Mesir
“Kami menghormati dan menghargai perjanjian perdamaian kami dengan Mesir, yang merupakan landasan stabilitas kawasan. Mesir juga adalah mitra yang penting [bagi kami].”
Israel paham bahwa mereka tidak boleh terlihat mengusir orang Palestina dari tanah mereka. Namun, ini bukan berarti Israel akan mencegah orang-orang yang mau melarikan diri.
Israel tidak akan menghalangi Mesir apabila Mesir mau menerima 100.000 pengungsi (seperti yang diperkirakan sebagian pihak tentang kapasitas tanah berpagar yang konon dibangun di Sinai).
Para pejabat PBB sangatlah khawatir – mereka takut akan terjadi evakuasi besar-besaran.
“Sepertinya itulah yang akan terjadi,” ujar satu pejabat PBB kepada BBC secara anonim.
Kepala hak asasi manusia PBB, Filippo Grandi, kepada kantor berita Reuters di sela-sela Konferensi Keamanan Munich, memperingatkan tumpahnya pengungsi Rafah ke Mesir adalah “bencana untuk orang Palestina… bencana untuk Mesir dan bencana untuk perdamaian masa depan”.
Pengusiran ke Mesir – evakuasi lintas negara akan terasa seperti ‘pengusiran’ – adalah sesuatu yang paling ditakutkan orang Palestina.
Bagi orang Palestina, meninggalkan Gaza – potongan terakhir tanah leluhur mereka – akan terasa seperti pengulangan ‘Naqba’, atau bencana 1948.
Sekalipun kamp pengungsi di sebelah perbatasan disebut sebagai tempat bernaung sementara, tetap saja orang Palestina akan merasa syok karena benar-benar harus pergi dari Gaza.
Dan walaupun Israel ingin mengesankan perpindahan ini adalah atas kemauan orang Palestina sendiri – sebagai respons karena Mesir membuka pintu – orang-orang Palestina hanya akan melihatnya sebagai pengusiran paksa setelah lebih dari empat bulan digempur Israel.
Kementerian Kesehatan di teritori Palestina yang dipimpin Hamas melaporkan sedikitnya 28.775 orang – sebagian besar perempuan dan anak-anak – tewas terbunuh dalam serangan Israel ke Gaza.
Israel melancarkan aksinya setelah kelompok bersenjata membunuh 1.200 orang Israel dan menyekap 253 lainnya dalam serangan dadakan tanggal 7 Oktober 2023.r”.
sumber: bbc