Daeng – Pertarungan yang sengit pada pilpres 2019 terasa sia-sia saja ketika saat ini Jokowi akhirnya bergabung dengan Prabowo untuk kekuasaan yang lebih lama. Jadi percuma saja kan kalian yang dulu ada di barisan cebong dan kampret yang sekarang disebut kadrun pada gontok-gontokkan. Bahkan serasa sia-sia korban yang telah berjatuhan.
Duh sangat menggenaskan, dan sudah memuakkan.
lJadi pelajaran apa yang bisa kita ambil dari manuver-manuver politik yang terjadi selama ini? Apakah harus ada fanatisme pada sosok seseorang sementara mereka bisa berkhianat? Ataukah pandangan kita terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara ini harus benar-benar segera diperbaiki, karena ini sudah mulai tampak kerusakan yang lebih berbahaya lagi.
Memang kerusakan itu tidak mudah terlihat dengan jelas. Mungkin dengan megahnya infrastruktur yang sudah terbangun justru adalah cara untuk menutupi bobroknya kerusakan jiwa bangsa ini? Bahkan seolah-olah tampak tegar dan bangga tetapi itu hanya sebuah usaha untuk terus bangga dengan jiwa yang rapuh?
Jika saja Jokowi saat itu memang ingin memperjuangkan rakyat maka akan tegas bertindak, bukan hanya gimmick semata, bahkan dengan menggunakan spirit pejuang maka apapun itu tumbalnya, akan dijalani, bahkan seorang pejuang sejati tidak khawatir keluarganya dan dirinya akan mendapatkan kesulitan, karena itulah konsekuensi perjuangan.
Entah apakah Jokowi memang sudah lama berkawan dengan para kolega rezim orde baru sehingga pura-pura bermusuhan, ataukah Jokowi terpengaruh dengan pergaulan para elit dari rezim orde baru itu sehingga harus melakukan manuver-manuver politik yang hanya memberikan pelajaran bahwa politik itu adalah kebohongan, pagi hari bilang tempe, sorenya jadi tahu.
Manuver politik keluarga Jokowi hanya mengajarkan bangsa ini bahwa untuk bisa dipercaya meskipun kita adalah pembohong maka lakukanlah dengan sangat lihai dan licin, kalau perlu pura-pura menjadi orang yang lugu, pura-pura merakyat, dan kepura-puraan itu harus dilakukan secara totalitas biar lawan dan kawan terkecoh.
Itulah pelajaran yang kita dapatkan dengan rekam jejak Jokowi dan keluarganya.
Jadi dari semua cara yang telah dillakukan oleh Jokowi dan keluarganya ini, apakah mayoritas rakyat masih bersemangat dan optimis membangun prestasi? Ataukah kembali pesimis karena anggapan yang terjadi sekarang adalah untuk bisa sukses dan menggapai prestasi tinggi harus punya privelege yang tinggi. Tanpa itu semua percuma. Meskipun punya skill yang hebat atau prestasi yang gemilang, tetapi kalau tidak ada privelege maka tidak akan bisa meraih cita-cita yang benar-benar maksimal.
Cita-cita besar itu hanya untuk anak-anak penguasa semata. Jangan harap kalian yang rakyat biasa mampu mencapai prestasi gemilang. Rakyat hanya untuk diambil suaranya saja, soal kebijakan-kebijakan yang dilahirkan adalah jalan atau karpet merah bagi orang-orang khusus saja, baik itu anak-anak penguasa atau pun kolega dari penguasa ini.
Rakyat adalah orang-orang yang siap ditipu begitu saja, dan ini harus disadari setelah melihat manuver Jokowi dan keluarganya. Dan agar tidak terjadi kerusakan secara langsung, maka para penguasa ini menghibur rakyat dengan bantuan-bantuan receh, yahhh…sembako, fulus 100 ribu dan mimpi-mimpi tentang hebatnya Indonesia.
Jadi seharusnya dulu tidak usah ada pilpres ya, langsung saja angkat Prabowo, atau Jokowi dan Prabowo bersamaan diangkat saja, toh setelah pilpres ternyata mereka bersama juga. Kita begitu lugu dan bodoh ya?
Tapi bagi saya tidak ada kata putus asa, kalau sosok Jokowi sudah tidak bisa diharapkan, maka saya akan pilih lagi yang lain, saat ini agalah Ganjar-Mahfud, kalau ternyata nanti kedua orang ini juga begitu, yahh… saya akan mencari lagi sosok lain. Saya hanya lihat pentingnya Pancasila dan UUD. Kalau pun semua itu sudah tidak berdaya, yahh…udahlah, kiamat aja sekalian.
sumber: seword