Sejumlah WNI berhasil diselamatkan dari aksi perdagangan manusia di Myanmar. (Foto: VOA)
Indonesia berada di Tier-2 Laporan Tahunan Perdagangan Manusia (TIPs) yang dikeluarkan Amerika. Komnas HAM menyerukan pemerintah meningkatkan literasi perdagangan manusia dan modus-modus yang sulit dikenali agar korban tak semakin banyak.
Laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika tentang Perdagangan Manusia (Trafficking in Persons) yang dirilis baru-baru ini menempatkan Indonesia di Tier 2. Sedikit lebih baik dibanding laporan serupa tahun lalu di mana Indonesia berada di Tier 2 Watchlist. TIPs memiliki empat kategori, yakni Tier 1, Tier 2 , Tier 2 Watchlist, dan Tier 3 (status terburuk dalam hal penanganan praktik perdagangan orang).
Dalam laporan itu Indonesia dinilai belum sepenuhnya memenuhi standar minimum untuk memberantas kejahatan perdagangan manusia tetapi telah melakukan upaya yang signifikan untuk itu. Pemerintah Indonesia dinilai telah meningkatkan upaya untuk melakukan penyelidikan, penuntutan dan vonis hukuman atas dugaan kejahatan perdagangan orang, termasuk kerja paksa di perkebunan kelapa sawit dan operasi penipuan di dunia maya di luar negeri. Indonesia juga dinilai telah menjamin peningkatan restitusi – semacam ganti rugi – bagi korban perdagangan manusia.
Menanggapi laporan TIPs 2023 itu, Imam Trihatmaja di Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengungkapkan tujuh masalah subtansial yang menjadi catatan lembaganya untuk situasi pemberantasan perdagangan orang di Indonesia.
Puluhan WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) diselamatkan Kepolisian Thailand dan KBRI Bangkok
“Satu, upaya penegakan hukum yang tidak maksimal. Kedua, pengawasan (tidak maksimal). Ketiga, proses perekrutan yang biasanya tidak transparan dan memang perekrutan ini menjadi sarang bermulanya kasus TPPO (tindak pidana perdagangan orang), terkait perusahaan penyalur ilegal,” kata Imam.
Merujuk pada perdagangan manusia di sektor perikatan, Imam menilai belum maksimalnya implementasi Peraturan Pemerintah No.22/2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran, terutama dalam hal pemulihan hak korban, ikut menjadi masalah. Terlebih karena peran dan kontribusi pemerintah daerah dalam mendorong kebijakan serta strategi perlindungan terhadap korban dan penanganan perdagangan orang, juga dinilai belum maksimal; sementara proses pengaduan dan penanganan yang dijadikan dasar pembuatan kebijakan struktural belum terintegrasi.
Polda NTT menitipkan 17 anak korban TPPO ke Kesusteran Katholik Maumere, Kabupaten Sikka, pertengahan Juni 2021.
Dualisme Perizinan
Imam mengatakan masih ada dualisme perizinan dalam pemberangkatan awak kapal perikanan ke luar negeri, yakni di Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan. DFW menilai seharusnya urusan perizinan perusahaan penyalur awak kapal ke luar negeri berada di satu pintu, yaitu di Kementerian Ketenagakerjaan.
“Kasus-kasus terkait TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) yang masuk ke Bareskrim banyak yang tertunda. Artinya banyak kasus yang tidak terselesaikan, terputus, dan jadinya adalah kasus terkatung-katung. Itu yang kami temukan,” ujar Imam.
Kurangnya pemahaman aparat penegak hukum tentang bagaimana menangani perkara perdagangan orang membuat kasus hukum terkatung-katung.
Pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah No.22/Tahun 2022 terus terjadi karena lemahnya pengawasan, sementara agen perekrutan ilegal bertebaran bak jamur di musim hujan. Kebanyakan perusahaan penyalur justru memiliki izin dari Kementerian Perhubungan, bukan dari Kementerian Ketenagakerjaan.
DFW Indonesia mencatat selama Juli 2022-Juni 2023, terdapat 44 anak buah kapal (ABK) Indonesia menjadi korban perdagangan orang. Imam mengatakan Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Tegal, Jawa Tengah merupakan salah satu basis perekrutan awak kapal migran secara ilegal. Sementara negara di mana banyak ABK menjadi korban perdagangan manusia adalah China.
NTT adalah daerah dengan kasus TPPO cukup tinggi, pencegahan oleh pihak kepolisian menjadi salah satu kunci menekan kasus. (Foto: Dok Polres Manggarai Barat)
Polri: 1.553 Orang Jadi Korban Perdagangan Manusia
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Kemasyarakatan Kepolsian Republik Indonesia (Polri) Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Badan Reserse dan Kriminal Polri selama 5-18 Juni lalu telah meningkatkan pemberantasan praktik perdagangan orang.
Ada 1.553 orang menjadi korban perdagangan orang pada periode itu, yaitu yang ditangani Satgas TPPO Bareskrim dan Polda Kalimantan Utara (246 korban), Polda Aceh (3), Polda Sumatera Utara (179), Polda Sumatera Barat (11), Polda Riau (62), Polda Kepulauan Riau (85), Polda Jambi (13).
ASD, salah satu tersangka TPPO WNI ke Myanmar digiring Petugas Bareskrim Polri menuju konferensi pers pada Selasa (16/5) di Mabes Polri, Jakarta.
Kemudian Polda Sumatera Selatan (12 korban), Polda Bengkulu (4), Polda Bangka Belitung (1), Polda Lampung (28), Polda Banten (21), Polda Metro Jaya (61), Polda Jawa Barat (101), Polda Jawa Tengah (150), Polda Jawa Timur (74), Polda Yogyakarta (21), Polda Bali (25), Polda Nusa Tenggara Barat (30 korban), Polda Nusa Tenggara Timur (128).
Juga Polda Kalimantan Barat (157), Polda Kalimantan Tengah (4), Polda Kalimantan Selatan (1), Polda Kalimantan Timur (38), Polda Sulawesi Selatan (30), Polda Sulawesi Barat (38), Polda Sulawesi Utara (13), Polda Sulawesi Tengah (27), Polda Sulawesi Tenggara (5), Polda Maluku (1), Polda Maluku Utara (1), Polda Papua (10), dan Polda Papua Barat (3).
“Berdasarkan jumlah tersangka pada kasus TPPO sebanyak 494 orang. Berdasarkan jumlah modus yang dilakukan masih empat modus. Pertama, pekerja migran legal atau pembantu rumah tangga (347 pelaku), ABK sebanyak lima, dengan modiuis PSK sebanyak 90, kemudian eksploitasi anak sebanyak 20 (pelaku),” tutur Ramadhan.
Berada di Tier 2 Laporan Perdagangan Manusia, Apa yang Sedianya Dilakukan Indonesia?
Komnas HAM Ajak Kampanye Literasi Perdagangan Manusia
Anis Hidayah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM).
Diwawancarai secara terpisah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah menyerukan pemerintah agar tidak sekadar melakukan sosialisasi mengenai praktik perdagangan orang. Namun, juga bagaimana memberikan pendidikan kritis dan literasi yang memadai tentang perdagangan orang, modus-modus yang bisa dikenali masyarakat – antara lain modus “kebaikan hati.” Pelaku yang menggunakan modus ini akan menjanjikan pekerjaan dengan janji prosedur yang mudah dan murah, tidak perlu mengurus dokumen atau mendorong pemalsuan dokumen.
“Itu mudah sekali kemudian masyarakat bisa menjadi korban hanya karena tawaran pekerjaan. Ini bagian dari harus terus disampaikan melalui media konvensional, melalui pelatihan, sosialisasi, tetapi juga menggunakan teknologi yang ada,” tutur Anis.
Media sosial, tambahnya, kini menjadi salah satu piranti sindikat perdagangan manusia untuk menjaring korbannya.
Di sisi ini pemerintah juga dapat melakukan hal serupa, tidak saja dengan mengusut dan menuntut mereka yang menggunakan media sosial untuk perekrutan; tetapi juga menyampaikan informasi kunci yang singkat dan padat tentang modus perdagangan manusia dan hotline pengaduan. [fw/em]
sumber: voa