Ruskandi Anggawiria – Tanggal 9 April menjadi hari bersejarah bagi bangsa Irak. Pada tanggal tersebut, 20 tahun lalu, tepatnya tahun 2003, rezim Saddam Hussein dinyatakan telah runtuh setelah mengalami serangan militer dari pasukan sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat dan Inggris. Salah satu alasan Amerika Serikat melakukan invasi ke Irak adalah untuk memburu Saddam Hussein. Pada 20 Maret 2003, AS memimpin invasi ke Irak setelah Presiden George W. Bush menuduh Saddam Hussein menyimpan senjata pemusnah massal atau weapon of mass destruction, setelah investigasi lebih lanjut Irak dinyatakan tidak memiliki senjata pemusnah massal seperti yang dituduhkan (Iswara 2022).
Kemarahan Amerika dipicu tindakan Saddam Hussein yang menduduki Kuwait, mitra Amerika paling setia di kawasan teluk, dengan pertimbangan historis. Kuwait dianggap sebagai bagian wilayah Iraq sesuai dengan Konvensi Anglo-Ottoman di tahun 1913
• Iraq merasa Kuwait tdk mau mengabulkan permintaan Iraq untuk menghapus hutang 14 Juta dollar AS selama perang Iraq-Iran di dekade 80an, dan merasa Kuwait mestinya mengikhlaskan itu sebagai tanda terima kasih atas jasa Iraq menghalangi berkembangnya revolusi Iran di Kuwait.
• Hasil tambang minyak Kuwait yang tinggi sehingga mengurangi pendapatan hasil tambang Iraq. Irak menuduh Kuwait mencuri minyak Irak di Padang Rumeila. Irak mengalami kerusakan infrastruktur ekonomi dan membengkaknya utang akibat Perang Teluk I. Kuwait menolak tuntutan Saddam untuk membayar ganti rugi dan memberikan daerah Rumailah dan Pulau Bubiyan.
Awal mula invasi Irak oleh Amerika Serikat adalah Amerika Serikat menganggap Irak berpotensi menjadi ancaman bagi kepentingannya di kawasan Teluk selama Saddam Hussein berkuasa. Tetapi, pada 2003 Amerika Serikat justru melakukan invasi ke Irak setelah pengaruh Saddam Hussein memudar(Adryamarthanino 2022). Kemudian masih ada alasan lain yang lebih rasional ketimbang alasan kepemilikan senjata pemusnah, tak lain adalah cadangan minyak yang berada di perut bumi negara Aladin itulah yang membuat ngiler negara-negara barat.
Konsisten dengan kerangka tersebut, tujuan utama Amerika Serikat melakukan invasi adalah menyalurkan hasrat mengalahkan dominasi Saddam Hussein. Kekalahan Saddam Hussein yang berkuasa di Irak akan membuat negara-negara lain takut pada Amerika Serikat dan tunduk pada otoritas dan tatanan globalnya (Butt 2019). Sebagai ilustrasi, Invasi ke Irak tersebut memakan korban jiwa tidak sedikit, yakni lebih dari 4.400 personel militer Amerika Serikat ditambah 208.000 warga sipil Irak (Kaplan 2021).
Pasukan Amerika Serikat bersikukuh bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal. Kemudian menjadikan hal tersebut sebagai salah satu alasan kuat untuk melakukan invasi ke Irak. Tetapi, kemudian setelah diselidiki terbukti bahwa senjata pemusnah massal tersebut hanya ilusi dan pemberontakan kekerasan muncul, yang selanjutnya membuat perang tersebut kehilangan dukungan dari publik. Selain itu, Saddam Hussein juga ditangkap, diadili, dan kemudian diadakan pemilihan demokratis. Saat itu juga politik Irak sempat rapuh.
Pada 9 April 2003, sebuah rezim dikatakan runtuh karena Amerika Serikat, Inggris, dan pasukan koalisi lainnya dengan cepat sudah menguasai Angkatan Darat Irak. Meskipun, masih banyak yang setia mengikuti Saddam Hussein yang nantinya akan menjadi inti dari perjuangan pemberontakan pascaperang. Tiga minggu kemudian setelah invasi, warga sipil Irak dan tentara Amerika Serikat merobohkan patung Saddam Hussein di Lapangan Firdaus Baghdad.Pada 1 Mei 2003, Presiden George W. Bush mengumumkan telah berakhirnya operasi tempur besar di Irak dari geladak kapal induk USS Abraham Lincoln. Pelanggaran hukum dan beberapa pertikaian di negara itu akan dianggap sebagai tindakan putus asa dari “dead-enders” oleh Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld(“The Iraq War” t.t.).
Saat Amerika Serikat melakukan invasi Irak pada 19 Maret 2003, dengan menjadikan adanya senjata pemusnah massal di negara itu sebagai alasan. Faktanya, sebagian besar penduduk Irak tahu bahwa itu hanya tuduhan palsu.”Sebagian besar orang di negara saya tahu sebelum invasi Amerika Serikat bahwa (senjata pemusnah massal) adalah dalih, bendera palsu, yang digunakan Amerika Serikat dan Pasukan Sekutu sebagai justifikasi agresi militer,” kata al-Mahdawi yang merupakan pemegang mandat untuk Misi Bantuan PBB Irak pada saat itu kepada Anadolu Agency(Lyn 2022).
Diantara realitas tersebut, bisa diketahui bahwa alasan Amerika untuk menginvasi Irak ada maksud terselubung yaitu agenda yang sudah direncanakan serta diperhitungkan dengan sangat matang. Selain itu, juga terdapat realitas yang tidak sempat Amerika Serikat pikirkan atau malah sengaja mereka abaikan. Aspek politik menjadi salah satu faktor yang cukup terdampak oleh invasi tersebut yaitu terjadi perubahan konstelasi politik internasional yang cukup signifikan.
Dampak dari perubahan tersebut cukup luas, yang kemudian mengarah kepada terjadinya konflik-konflik susulan yang semakin memanaskan suhu politik dunia. Tidak hanya wilayah Timur Tengah yang merasakan dampaknya melainkan seluruh dunia. Akibatnya, akan terjadi pergeseran kekuatan antara Timur dan Barat, peran PBB akan semakin berkurang, dan akan melahirkan kekuatan-kekuatan dunia baru yang memiliki potensi untuk menahan laju keserakahan Amerika Serikat untuk menguasai seluruh dunia. Hal tersebut akan mengakibatkan semakin terkonsentrasinya kekuatan dunia ke arah kawasan Timur Tengah. Kondisi tersebut, terpolarisasikannya kekuatan dunia menjadi dua kekuatan utama, yaitu Islam dan Barat (Azman Ridha Zain 2004).
sumber: seword