Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta (Foto: VOA/Ahadian)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja secara resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadi undang-undang.
JAKARTA — Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023, di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3).
“Selanjutnya kami akan menanyakan kepada setiap Fraksi apakah Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?,” tanya Ketua DPR Puan Maharani.
Para peserta sidang pun serentak menjawab setuju yang dilanjutkan dengan ketukan palu oleh Puan yang menandakan bahwa Perppu ini telah sah menjadi Undang-Undang.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) melaporkan pada rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I bahwa tujuh fraksi yakni fraksi PDI Perjuangan, Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN dan PPP menyatakan menerima hasil kerja panja dan setuju untuk melanjutkab ke tahap pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi UU.
“Dua fraksi yaitu fraksi Partai Demokrat dan PKS menyatakan belum menerima hasil kerja panja dan menolak RUU tentang penetapan Perppu Cipta Kerja dilanjutkan dalam tahap pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI,” tambah Puan.
Penolakan Partai Demokrat dan PKS
Sebelum ketuk palu pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU, fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) membeberkan alasan penolakan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU ini dalam sidang paripurna tersebut.
Hinca Pandjaitan dari fraksi Partai Demokrat mengatakan, ia cukup memahami bahwa UU Cipta Kerja mencakup berbagai peraturan yang terkait dengan investasi, ketenagakerjaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang tentunya akan berhubungan dan berdampak langsung pada hajat hidup orang banyak. Maka dari itu, katanya, partainya meyakini bahwa pembahasan RUU tersebut harus dilakukan dengan baik dan benar.
“Pembahasan RUU Cipta Kerja haruslah diproses secara matang, tidak tergesa-gesa serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik kaum buruh yang jumlahnya lebih dari 140 juta jiwa, para pengusaha nasional, masyarakat adat dan elemen masyarakat sipil lainnya,” ungkap Hinca.
Menurutnya, lahirnya Perppu Cipta Kerja tersebut mencerminkan kurang baiknya tata kelola pemerintahan, karena alih-alih memperbaiki undang-undang ini sesuai dengan putusan MK yang menyatakan inkonstitusional bersyarat, pemerintah justru meresponnya dengan melahirkan Perppu Cipta Kerja secara sepihak.
“Setelah dinyatakan inskostitusional bersyarat, MK telah secara jelas meminta perbaikan melalui proses legislasi yang asipiratif, partisipatif dan legitimate, bukan justru mengganti UU melalui Perppu, bahkan tidak tampak perbedaan siginifikan antara isi Perppu dengan materi UU sebelumnya. Artinya keluarnya Perppu Cipta Kerja adalah kelanjutan dari porses legislasi yang tidak aspiratif, dan tidak partisipatif sehingga esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat bukan untuk kepentingan para elit,” tegas Hinca.
Sementara perwakilan Fraksi PKS Bukhori Yusuf menyatakan walk out dan menolak agenda penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU.
Perppu Cipta Kerja Resmi Disahkan Jadi UU
“Terkait dengan UU Cipta Kerjab yang memerintah agar memperbaiki proses di dalam penyusunan UU serta melibat seluruh stakeholder, dan memperluas pendengaran dan pandangan dari seluruh masyarakat dan konsisten dengan pandangan fraksi PKS yang telah memberikan catatan kritis yang telah kami sampaikan di panja, badan legislasi dan juga pada pembahasan Cipta Kerja, maka dengan segala hormat kami Fraksi PKS menolak Perppu nomor 2 tahun 2022, dan menyatakan walk out untuk agenda penetapan terhadap Perppu nomor 2 tahun 2022,” ungkap Bukhori.
Pemerintah: Pengesahan Perppu Cipta Kerja Berdampak Positif Bagi Investasi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang hadir mewakili pemerintah menyatakan bahwa langkah pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja adalah demi terciptanya situasi yang kondusif bagi para investor.
Ia menjelaskan, putusan MK terkait uji formil UU Cipta Kerja memberi kesempatan negara untuk melakukan perbaikan prosedur dalam jangka waktu dua tahun. Dalam jangka waktu tersebut, pemerintah tidak boleh membuat kebijakan strategis yang berdampak luas dan melakukan pembentukan peraturan pelaksanaan yang baru.
“Hal ini menciptakan kegamangan bagi para investor atau pelaku usaha dan memutuskan untuk wait and see terkait keoutusan untuk melakukan investasi. Oleh karena itu pelaku usaha yang sudah berinvestasi dihadapkan pada kekosongan hukum atau tidak memadai perangkat peraturan perundangan. Oleh karena itu tidak dapat melakukan perubahan peraturan pelaksanaan yang diperlukan,” ungkap Airlangga.
Dalam konteks kegentingan yang memaksa, kata Airlangga, terbitnya Perppu Cipta Kerja ini penting untuk dilakukan menyusul putusan MK tersebut, karena kalau tidak, upaya adaptasi terhadap ketidakpastian situasi global akan cukup sulit.
“Perppu dipilih karena negara menempuh proses pembentukan perundang-undangan tidak secara business as usual, bahkan negara berhadapan dengan waktu dan birokrasi untuk pembentukan peraturan UU dan tentu situasi berlangsung pada kelompok UMK, kelompok masyarakat rentan, karena tentu dampak ketidakpastian, dampak tersediaan lapangan kerja menjadi penting. Perppu Ciptaker merupakan langkah mitigasi dari krisis global, dan tentunya mencegah selalu lebih baik daripada kita berhadapan dengan persoalan. Perppu Ciptaker mencegah persoalan menjadi luas, dan kerentanan perekonomian global yang berdampak pada perekonpmian nasional tentunya perlu kita hindari,” tegasnya.
Sikap Buruh
Menyusul pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang, Presiden Partai Buruh Said Iqbal dan Organisasi Serikat Buruh dengan tegas menolaknya. Pihaknya pun akan melakukan berbagai langkah untuk melawan aturan yang baru saja disahkan ini.
“Terhadap pengesahan ini, langkah-langkah yang akan diambil oleh Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh, Petani dan kelas pekerja lainnya adalah pertama, dalam waktu satu minggu ke depan kami akan melakukan judicial review ke MK baik uji formil maupun uji materil. Tetapi mungkin kami akan sedikit kesulitan karena nomor UU tersebut belum dikeluarkan. Tapi kita akan coba sambil menunggu nomor kita akan masukan judicial review terhadap Omnibus law UU Cipta Kerja ini,” ungkap Said.
Kedua, kata Said, pihaknya juga akan melakukan permohonan parliament review. Menurutnya revisi terhadap UU Cipta Kerja dengan cara melakukan aksi secara terus menerus ke DPR RI sangat dimungkinkan. Ketiga, Partai Buruh dan organisasi-organisasi serikat buruh akan mempersiapkan aksi mogok nasional yang akan dilaksanakan pada Juli dan Agustus mendatang.
“Partai Buruh dan organisasi serikat buruh akan mempersiapkan mogok nasional, setop produksi, bahkan kita akan mengajak buruh pelabuhan, dan juga supir-supir untuk melakukan perlawanan. Mogok nasional akan diikuti 5 juta buruh di 100 ribu pabrik. Kita mempersiapkan lima hari,” katanya.
Dalam kesempatan ini, pihaknya juga menyoroti sembilan hal yang terdapat dalam Perppu Cipta Kerja yang baru saja disahkan, diantaranya upah minimum yang kembali kepada konsep upah murah, outsourcing seumur hidup pada semua jenis pekerjaan, kontrak kerja seumur hidup, pesangon murah, dan kemudahan PHK. [gi/ab]
sumber: voa