SERIKAT GURU: BATALKAN KEBIJAKAN MASUK SEKOLAH PUKUL 05.00

Para pelajar mengenakan masker untuk mencegah penularan virus corona 13 Juli 2020, sebagai ilustrasi. (Foto: Gusti Tanati/Antara Foto via Reuters)

Perubahan waktu masuk di sejumlah sekolah di Nusa Tenggara Timur, dari pukul 07.00 WIT menjadi pukul 05.00 WIT dikritik banyak pihak. Kualitas pendidikan dipercaya tidak berkorelasi dengan waktu masuk sekolah yang lebih dini.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat membatalkan perubahan jadwal masuk sekolah pukul 05.30 WIT yang mulai diterapkan pada 27 Februari 2023. Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo kepada VOA mengatakan kebijakan itu sangat erat kaitannya dengan kekerasan dan tumbuh kembang anak, serta dianggap berpotensi dapat membahayakan para siswa.

“Oleh karena itu, FSGI setelah memahami hal-hal ini secara detail, kami menyampaikan, batalkan kebijakan publik masuk jam 05.00 pagi, walaupun sudah diubah menjadi 05.30. Itu sama, jadi perlu dibatalkan,” papar Heru, Jumat (3/3).

Potensi kekerasan yang dimaksud Heru adalah penerapan sanksi berat yang diberikan pihak sekolah mengingat keputusan ini merupakan kebijakan seorang gubernur yang diawasi Dinas Pendidikan dan dijalankan pihak sekolah.

Seorang penjaga keamanan memeriksa suhu tubuh seorang siswa sebelum memasuki sekolahnya pada 13 Juli 2020.

“Sanksi, mengatasnamakan penegakan disiplin untuk pembelajaran jam 05.30, akan menimbulkan efek yang disebut kekerasan di sekolah. Siapa yang melakukan? Bisa guru atau kepala sekolah, mengatasnamakan penegakan disiplin kepada peserta didik,”ujarnya.

Faktor kedua adalah karena kebijakan ini diambil tanpa menggunakan pendekatan perspektif anak. Untuk bisa masuk pukul 05.30, siswa setidaknya harus bangun tidur pukul 04.00. Artinya, waktu istirahat ideal sebagai anak kemungkinan tidak bisa terpenuhi. Orang tua pun harus lebih dini menyiapkan menu sarapan. Jika proses ini diabaikan, secara fisik siswa tidak akan siap menerima pelajaran.

Belum lagi, persoalan yang dihadapi NTT mungkin lebih kompleks karena berbagai keterbatasan. Heru mengingatkan soal transportasi siswa ke sekolah bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Angkutan umum belum tentu sudah beroperasi pada pukul 04.30. Di sisi lain, faktor keamanan juga harus dipikirkan karena tidak selayaknya membiarkan siswa menempuh perjalanan ketika hari masih gelap.

Siswa penyandang disabilitas yang memakai masker pelindung bereaksi di sekolah di tengah COVID-19, di Lhokseumawe, Aceh, 6 Maret 2020. (Foto: Antara/Rahmad via REUTERS)

Heru memberi contoh, FSGI terlibat aktif dalam proses memajukan waktu masuk sekolah di Jakarta dari pukul 07.00 menjadi 06.30. Kebijakan harus direncanakan, kemudian disosialisasikan terlebih dahulu, untuk menerima masukan. Setelah itu diujicobakan, dan diperhatikan kekurangan yang ada sebagai evaluasi. Setelah menerima masukan dari banyak pihak terkait, perubahan baru bisa dilakukan. Proses ini yang tidak terjadi di NTT.

“Lha ini dari biasanya jam 07.00 pembelajaran dimulai, langsung digeser ke jam 05.30. Dengan kondisi seperti ini, hal-hal yang pernah kami kritisi di Jakarta itu, disana belum tersentuh. Maka kami menyuarakan, kebijakan ini perlu ditolak atau dibatalkan,” tegas Heru.

Pemprov Janjikan Evaluasi

Dalam pernyataan resmi pada 28 Februari 2023 di Kupang, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi memastikan jadwal masuk sekolah yang awalnya pukul 05.00 digeser menjadi 05.30. Perubahan dilakukan setelah polemik ini menjadi perbincangan nasional. Selain itu, dari sepuluh sekolah yang diujicobakan, hanya ada dua sekolah yang menerapkan perubahan jadwal ini secara pasti.

Pemerintah NTT juga akan menjalin kerja sama dengan berbagai kampus ternama, seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Bandung untuk memberikan bimbingan kepada siswa kelas XII. Mereka akan dipersiapkan untuk bersaing masuk ke universitas ternama, dan pendidikan ikatan dinas serta pendidikan kemiliteran atau kepolisian. Kebijakan masuk sekolah pagi ini juga akan terus dievaluasi.

“Akan dilakukan evaluasi secara terus menerus, dengan melibatkan para akademisi, para praktisi pendidikan, serta tokoh-tokoh agama,” kata Linus.

Ketika berpidato pada pembukaan Persidangan Majelis Sinode GMIT ke-50 di Kupang pada 28 Februari, Gubernur NTT Victor Bungtilu Laiskodat juga mempertahankan aturan yang diambilnya. Dia mengaku heran dengan anggaran pendidikan di NTT yang demikian tinggi. Namun, di sisi lain tidak mampu bersaing dengan sekolah-sekolah swasta di Jakarta yang bisa mengantarkan anak didiknya ke perguruan tinggi favorit. Kebijakan ini, diyakininya akan membawa perubahan. Selain itu, tidak semua sekolah di NTT akan menerapkan jadwal serupa.

“Kita perlu tidak semua sekolah, tapi kita perlu dua sekolah. Dua sekolah itu sekolah unggul. Unggul dalam pengetahuan, unggul dalam karakter. Dua sekolah ini harus,” ujarnya.

Victor juga tidak mau menyamakan sistem pendidikan di NTT dengan wilayah lain.

“Karena kita punya kekurangan-kekurangan, tidak bisa NTT itu dipersepsikan atau disamakan dengan Jakarta, atau ada yang bawa-bawa Finlandia,” tegasnya dalam tayangan di laman media sosial pribadinya.

Jika ditotal, menurut Victor sekitar 50 persen APBD NTT dibelanjakan untuk sektor pendidikan. APBD murni menyediakan anggaran sekitar 35 persen, jauh di atas ketentuan undang-undang yang hanya 20 persen. Soal kendala, seperti kendaraan umum atau faktor keamanan, dijadikan akan diselesaikan dengan kerja sama pihak terkait.

Siswa SMP terlihat melalui lubang di dinding saat mengikuti pembelajaran di gedung sekolah sementara di Bantul, Yogyakarta, 25 Mei 2007. (Foto: Ilustrasi/REUTERS/Dwi Oblo)

“Ini bagi orangtua yang ingin anaknya dipersiapkan untuk pemimpin masa depan, yang tidak mau, geser ke sekolah lain. Di NTT, matahari terbit pukul 05.48. Filosofi tokoh yang mau disiapkan, sebelum matahari terbit, dia telah siap untuk hidup dalam aktivitas sehari-hari,” kata Victor.

Dinilai Kebijakan Tidak Normal

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa di DPRD NTT Yohanes Rumat menilai masuk sekolah pukul 05.30 tidak normal.

“Ini sangat merugikan anak-anak dan masyarakat. Itu tidak masuk akal. Jadi saya anggap ini keputusan abnormal, kebijakan abnormal,” katanya ketika dihubungi VOA.

Daripada berpolemik soal jam masuk sekolah, pria yang akrab dipanggil Hans Rumat ini menyarankan Gubernur Victor Laiskodat untuk berkonsentrasi menyelesaikan persoalan lebih penting di sektor pendidikan.

“Kasus guru-guru yang komite tidak diselesaikan dengan baik. Kasus PPPK yang sampai sekarang amburadul. Ruangan belajar sana-sini masih kurang, kemudian pelantikan korwas pengawas itu juga tidak betul. Lalu sekolah-sekolah yang masih ada yang PLT,” rinci Hans memberi contoh.

Pemerintah NTT sudah mengalokasikan dana lebih Rp2 triliun untuk sektor pendidikan dan disebar di 22 kabupaten/kota. Sementara di sisi lain, provinsi itu menghadapi banyak persoalan di sektor pendidikan. Menurut BPS, Indeks Pembangunan Manusia NTT ada di skor 65,28, duduk di peringkat 32 dari 34 provinsi di Indonesia.

Data Kemendikbudristek menyebut, 47.832 kelas dalam kondisi rusak. Sebanyak 66 persen Sekolah Dasar, 61 persen Sekolah Menengah Pertama dan 56 persen Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan belum terakreditasi C. Ribuan guru honorer di NTT hanya berhonor Rp200 ribu-Rp750 ribu yang jauh di bawah upah minimum.

“Kalau kita mau naik petingkat dari posisi 32, saya kira salah kaprah dia menerjemahkan upaya untuk meningkatkan kualitas atau peringkat pendidikan di NTT. Bukan dengan cara seperti itu. Harus dengan hal-hal yang menurut kajian akademis,” tambahnya.

Namun faktor pendidik juga menjadi perhatian DPRD NTT saat ini karena guru-guru menerima begitu saja perintah gubernur ini. Hans Rumat menduga mereka takut kehilangan jabatan. Seharusnya, kata dia, guru dan kepala sekolah bersatu untuk meminta pendalaman rencana gubernur itu dan membawanya ke DPRD. Kepala dinas, bahkan gubernur dapat diminta oleh DPRD untuk menjelaskan program itu, sebelum diterapkan dan merepotkan banyak orang.

DPRD mempertanyakan rujukan atau dasar hukum kebijakan Gubernur Victor.

“Ini apakah mimpi? Apakah contoh negara lain? Apakah memang undang-undang memberi ruang itu. Atau apapun namanya. Terutama peraturan Menteri Pendidikan. Kalau itu tidak ada, saya kira DPRD menolak lah. Ini namanya abnormal. Keputusan sifatnya abnormal,” kata Hans Rumat lagi. [ns/ah]
sumber: voa

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.