Ibu, betapa besar antusias warga NKRI ketika ultah PDIP dirayakan kemarin. Bukan hanya kader2 PDI Perjuangan yang menantikan nya. Tapi rakyat kebanyakan juga bersemangat terhadapnya. Apalagi sempat ada harapan muncul, agar pada perayaan itu Ibu Mega menyebutkan nama capres, yang sejujurnya, dinantikan banyak orang.
Rakyat Indonesia yang cerdas pasti tahu sejarah perjuangan Ibu dalam membesarkan PDI Perjuangan. Penuh keringat, air mata, bahkan darah. Kebanyakan orang Indonesia belum tentu sanggup menjalani jalan yang Ibu tempuh. Terlalu naif, terlalu lebay, kata orang2 di jaman dulu. Tapi Ibu berhasil membuktikan bahwa mereka salah dalam menilai Ibu.
Sekarang Ibu sudah sukses. Kader Ibu sudah jadi presiden yang amat populer. Anak kandung Ibu sudah jadi ketua DPR RI. PDI Perjuangan sudah menjadi the ruling party. Dan harapan mencetak kemenangan ketiga berturut2 sudah di depan mata. Bilamana semua berjalan sesuai rencana, sepertinya PDI Perjuangan akan kembali memimpin Indonesia untuk 5 tahun ke depan.
Tapi perkataan Ibu kemarin di acara HUT PDI Perjuangan ternyata melukai banyak orang. Ada yang asli terluka, dan ada yang pura2 terluka. Ada yang tertawa bahagia, seperti bakiak yang terbelah di bagian belakangnya. Apakah Ibu tahu mengapa bisa begitu?
Pada pemilu 2014 PDI Perjuangan memperoleh 23,7 juta suara (18,95 ℅). Pada pemilu 2019 PDI Perjuangan memperoleh 27.juta suara (19, 33 ℅). Namun suara untuk Jokowi pada pilpres 2014 adalah 70.997.833 atau 53,15 %, sementara pada tahun 2019 Jokowi meraih 85.607.362 suara atau 55,50 ℅.
Ibu, berkaca dari angka2 diatas, seharusnya Ibu sudah tahu kalau pendukung Jokowi itu jauh lebih besar dari massa PDI Perjuangan. Suara untuk Jokowi lebih dari 3 kali suara PDI Perjuangan. Dan itu terjadi pada 2 kali pemilu, dengan kandidat yang sama. Tentu angka ini akan semakin menarik bila dibandingkan dengan suara yang Ibu peroleh sendiri di tahun 2004 dan 2009, ketika melawan Bapak Pencitraan Indonesia. Suara Ibu cuma separuh dari suara yang diperoleh oleh Jokowi.
Jadi marilah Ibu renungkan sejenak. Pantaskah kata2 yang Ibu sampaikan di hadapan publik pada acara HUT PDI perjuangan yang lalu. Jangan katakan bahwa itu adalah acara internal. Jangan bersembunyi dibalik alasan bahwa Jokowi adalah kader PDI Perjuangan. Sebab itu omong kosong. Semua yang berkaitan dengan kepentingan publik, disiarkan di ruang publik, adalah hak publik untuk menilainya. Jokowi adalah milik Indonesia, bukan lagi sekedar kader PDI Perjuangan.
Pertarungan dan perjuangan politik itu adalah pekerjaan team work. Tidak ada bintang yang bersinar sendirian, kata orang pintar itu. Tak seorangpun akan bisa menang bila sendirian. Dan kamipun tahu betapa akan sulitnya Jokowi mengatur negeri ini tanpa dukungan PDI Perjuangan. Tapi bisakah Ibu bayangkan nasib PDI Perjuangan tanpa Jokowi? Saya rasa di bagian inilah Ibu lupa. Tanpa Jokowi, PDI Perjuangan pastilah masih akan jadi oposisi di negeri ini. Jadi siapa sebenarnya yang lebih pantas dikasihani?
Jadi janganlah terus menerus meninggikan diri dengan merendahkan orang lain. Tak ada perempuan Indonesia saat ini yang bisa seperti Ibu. Dan tak perlu lah Ibu terus menerus mengingatkan kami akan kehebatan Ibu itu. Ketika Ibu diam, kami akan membela kehormatan Ibu. Tapi ketika Ibu meninggikan diri, kami jadi sulit untuk bersikap sebagai pembela. Apalagi kalau Ibu meninggikan diri dengan merendahkan Jokowi.
Ibu, sepanjang yang kami ingat, Jokowi tidak pernah merendahkan Ibu. Tidak pernah ada pernyataan Jokowi yang menggerogoti kehormatan Ibu dan keluarga. Jadi mengapa Ibu merasa harus mengusiknya, orang yang menghormati Ibu seperti dia menghormati ibunya?
Menang dan kalah politik lebih banyak ditentukan oleh mulut daripada hal lainnya Ibu. Itulah senjata SBY yang mengalahkan Ibu. Dua kali pula.
Jangan ulangi kesalahan2 yang sama terus menerus. Mohon diingat kata2 Saya yang terakhir ini.
Demi mimpi menjayakan Indonesia.
Ingat Ibu, Jokowi bukan lagi sekedar kader PDI Perjuangan. Jokowi adalah KADER REPUBLIK INDONESIA, yang ukurannya jauh lebih besar daripada PDI Perjuangan.
Sama seperti Kami.
fb Leo Tarigan