Xhardy – Ternyata benar, ada gerakan terselubung, rapi, sistematis, destruktif dan terstruktur untuk mengadu domba antara Ganjar dengan Megawati.
Sebelumnya narasi adu domba antara Jokowi dengan Megawati sudah dilancarkan. Pidato Megawati dipermasalahkan, dianggap sombong dan menjelekkan wibawa Jokowi. Tanpa PDIP, Jokowi takkan jadi apa-apa. Begitulah yang didengar oleh banyak orang lalu diperdebatkan sampai tidak ada habis-habisnya.
Selain itu ada juga narasi yang bau-baunya mau mengadu domba antara Ganjar dengan PDIP.
Narasi yang muncul adalah Ganjar tidak disebut sama sekali dalam acara HUT ke-50 PDIP. Ganjar dilepehin. Ganjar dianggap tidak ada. Ganjar tidak digubris sama sekali oleh Megawati.
Salah satu buktinya adalah Ganjar yang duduk berimpitan dengan para kader lain ketimbang duduk di barisan depan bersama elite PDIP. Logikanya adalah Ganjar digadang-gadang sebagai capres PDIP dengan elektabilitas gemilang dan berkilau. Bahkan Anies pun bukan tandingannya. Seharusnya Ganjar dapat karpet merah, diperlakukan istimewa dan diberikan fasilitas yang lebih. Begitulah logika mereka.
Apalagi ini juga turut diributkan oleh Karni Ilyas dari ILC.
“Ganjar hari itu tempat duduknya bukan di elite-elite partai, tapi di belakang, di tempat kader yang lain yang biasa. Bukan kader yang ditaruh di depan, yang misal dijagokan untuk jadi Capres kemungkinan besar di depan ditaruhnya, bukan di belakang,” kata dia.
Mereka memang jago mencari celah dan menggoreng isu. Kalau tidak disikapi dengan baik, bisa terjadi gesekan dan keributan yang merusak PDIP dari dalam. Memang itulah tujuannya. Coba pikir, kenapa Rocky Gerung, Dokter Tifa dll ikut komentar? Narasinya amburadul pula.
Opini Ganjar dilepehin langsung diluruskan oleh politisi senior PDI Perjuangan, Panda Nababan. Dia menjelaskan posisi duduk Ganjar bukan berarti yang bersangkutan dianggap tidak penting di partai.
“Soal duduk di kursi, itu Gubernur Bali Koster (I Wayan Koster), Gubernur Kalteng Sugianto (Sugianto Sabran), Ganjar, itu semua di daerah-daerah asalnya. Dan dia, Ganjar, bersama dengan Jawa Tengah,” kata Panda.
Sedangkan Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey yang berada di barisan depan, statusnya beda dengan Ganjar karena dia Bendahara DPP PDIP.
“Jadi nanti kita tersesat soal duduk, ini memang wilayah per wilayah,” kata Panda, yang menegaskan tidak ada diskriminasi atau makna khusus untuk Ganjar yang sudah digadang-gadang menjadi penerus Presiden Jokowi.
Jadi keributan yang timbul semacam ini hanyalah diprovokasi dan dibakar oleh mereka yang gerah oleh kekuatan PDIP saat ini. HUT ke-50 dijadikan sebagai ajang bikin kegaduhan oleh mereka berhubung pasti akan diliput massal oleh media. Sangat disayangkan kalau tidak membuat narasi polemik di balik acara tersebut. Syukur-syukur acara tersebut lebih banyak dapat review dan rating buruk. PDIP kena imbas dan lawan politik bisa tersenyum lebar penuh kemenangan.
Kelompok sebelah memang aneh dan kadang otaknya entah di taruh di mana. Megawati tidak mau umumkan nama Capres, eh ada parpol munafik yang mendesak agar PDIP segera mengumumkannya dengan alasan supaya publik bisa mengenal lebih jauh rekam jejaknya.
Megawati bicarakan Jokowi, eh ada yang kebakaran kumis. Padahal Jokowi tidak mempermasalahkan dan bahkan memuji Megawati yang tidak grasa-grusu dalam menentukan capres. Nama capres PDIP sudah di kantong Megawati, dan sudah didiskusikan dengan Jokowi. Mau benturkan Jokowi dan Megawati? Mimpi. Keduanya paling kalem dan tidak reaktif. Mau diisukan gimana pun, keduanya bakal santai saja.
Saya kira sudahi saja perdebatan ini. Tidak ada masalah berarti di internal PDIP. Masih solid. Jangan bandingkan dengan partai sebelah yang konon katanya sedang blingsatan karena capres jagoannya tidak berhasil mendongkrak elektabilitas partainya. Banyak gejolak di internal karena capres ini tidak laku dijual ke calon koalisi. Banyak kader yang juga memilih hengkang karena merasa partai tersebut sudah melenceng dari jalurnya.
Yang jelas, capres PDIP tidak akan diumumkan dalam waktu dekat. Masih cukup lama. Jangan heran kalau pun misalnya diumumkan di menit-menit akhir. Itu sudah seperti tradisi PDIP. Tapi bisa juga diumumkan lebih cepat dari perkiraan, tergantung situasi politik.
Bagaimana menurut Anda?
sumber: seword