PENCULIK BOCAH DI GUNUNG SAHARI DITANGKAP, ‘PELAKU PROFESIONAL, KORBAN DIYAKINI BUKAN SATU-SATUNYA’

SUMBER GAMBAR,DOK. POLRES JAKARTA PUSAT
Keterangan gambar,
Terduga pelaku penculik Malika diketahui pernah dihukum dalam kasus pencabulan terhadap anak. Polisi berharap dengan penetapan DPO bisa segera menyelesaikan kasus ini.

Kepolisian menangkap pelaku penculikan anak di Gunung Sahari, Jakarta, setelah penyelidikan selama hampir satu bulan.

Pelaku teridentifikasi sebagai mantan narapidana kasus pencabulan anak yang baru keluar penjara 2021 silam – terakhir diketahui bekerja sebagai pengumpul barang bekas.

Pendamping keluarga korban mengungkap pelaku menjalankan aksinya secara profesional, dan meyakini korbannya lebih dari satu.

Orang tua korban menuturkan bagaimana mereka tertipu oleh pelaku, yang sudah dikenal sejak enam bulan lalu.

Di sisi lain, seorang anggota KPAI mengatakan ini menjadi bukti bahwa hukuman pidana terhadap pelaku tidak cukup membuat jera. Hal yang mencuatkan kembali tentang hukuman suntik kebiri yang pernah menuai pro dan kontra.

Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Komarudin mengatakan korban ditemukan bersama pelaku Senin malam di sekitar wilayah Ciledug, Tangerang Selatan.

“Alhamdulilah, sudah semalam,” katanya melalui pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Senin (03/01).

Pada keterangan sebelumnya Kombes Komarudin mengatakan korban ditemukan bersama pelaku.

“Pada saat ditemukan, korban berada di dalam sebuah gerobak yang dibawa oleh pelaku,” kata Komarudin seperti dikutip dari Instastory akun Polres Jakarta Pusat.

Saat ini korban menjalani pemeriksaan di RS Kramat Jati untuk pemeriksaan fisik termasuk psikologis, “mengingat sudah cukup lama berhari-hari bersama dengan terduga pelaku.”

Selama proses pencarian, pelaku mengaku mengajak korban mencari barang-barang bekas, kata Komarudin.

“Dengan juga menyertakan korban yang juga diletakkan di dalam gerobak. Tidurnya pun berpindah-pindah,” tambahnya.

Sejauh ini kepolisian masih mendalami motif pelaku yang saat ini sudah dibawa ke Polres Jakpus untuk dimintai keterangan.

“Motif saat ini masih kita kembangkan,” kata Komarudin.

Sementara itu, pendamping hukum keluarga korban, Azam Khan mengatakan sejauh ini pelaku bertindak profesional dalam mengelabui korban dan keluarganya.

“Pendekatan dia datang ngopi, makan, mencoba memberikan kue-kue kecil kepada beberapa orang. Ada beberapa itu dia lihat siapa yang pantas dia untuk diambil atau diculik,” kata Azam.

Terlebih lagi, kata dia, pelaku diketahui pernah mendekam di dalam penjara karena kasus pencabulan anak.

“Karena modus-modus seperti ini adalah modus-modus kelembutan tapi tindakan kriminalnya itu luar biasa. Efeknya terhadap psikologis orang tua, keluarga ini luar biasa dahysat,” tambah Azam.

Oleh karena itu, ia mendorong agar kepolisian memperluas penyelidikan ini karena kemungkinan bukan hanya dilakukan pada satu korban.

“Dan dia juga pasti punya link, komplotan yang sama yang kira-kira bisa membagi hasil link, membagi tempat, dan bahkan bisa jadi ada aktor yang membiayai di atas itu, tergerak untuk dia melakukan atau dia sendiri yang punya niat melakukan kriminal tersebut.”

Tunggal menunjukkan foto putrinya Malika Anatasia yang diduga diculik sejak awal Desember 2022.

Beberapa jam sebelum penangkapan ini, BBC menemui orang tua korban di tempat tinggal mereka di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Mereka menceritakan bagaimana mengenal dan telah tertipu oleh pelaku.

Tunggal, 48 tahun, nampak tak bisa melepas pandangan dari layar ponselnya sambil membenarkan letak kacamatanya yang melorot.

“Masih nunggu kalau-kalau ada kabar terbaru,” katanya saat ditemui BBC News Indonesia di salah satu barisan kios pinggir rel kereta api di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Senin (02/01).

Hari itu sudah hampir sebulan setelah putrinya Malika Anatasia diculik pria yang mengenalkan diri sebagai Yudi.

Tunggal mengenal Yudi enam bulan lalu. Ia kerap hilir mudik lewat kios dengan gerobak berisi barang bekas.

“Dia sering lewat. Pas saya jaga malam di kios-kios ini, saya tegur dong. Dia suka tidur di ujung kios.

“Tiga hari atau dua hari sekali setelah nimbang barang [bekas] dia selalu mampir kemari. Ngopi, ngobrol, ngerokok. Dan, selalu bawa mainan-mainan untuk anak-anak,“ kata Tunggal.

Selain itu, kata Tunggal, anak-anaknya juga sering dibawa ke daerah seberang rel kereta untuk membeli jajanan. “Setiap datang, bawa anak-anak untuk jajan. Kadang bawa makanan dari tempat mana ditaruh ke sini,” katanya.

Tingkah laku Yudi yang berulang-ulang ini kemudian membuat keluarga Tunggal teperdaya. Sampai Malika tak kunjung pulang lagi setelah Yudi pamit dengan alasan mau dibelikan jajanan.

Video penculikan Malika sempat viral di media sosial pada awal Desember, saat seorang pria berpakaian hitam dengan topi membawa bocah kecil itu naik bajaj di Jalan Gunung Sahari 7A.

Mantan narapidana pencabulan anak

Kabar terbaru, pria yang diduga menculik Malika memiliki nama lahir Iwan Sumarno. Pria ini merupakan bekas narapidana kasus pencabulan anak yang baru keluar dari penjara 2021 silam.

“Karena aktivitas dia itu seperti orang-orang biasa pada umumnya yang sayang sama anak kecil. Dari gelagatnya seperti apa, kita tak ada perasaan kalau dia itu punya niat jahat untuk seorang anak,” kata Tunggal dengan tekanan suara lebih rendah.

Sementara itu, ibu MA, Onih, juga baru menyadari belakangan ini kalau Yudi punya banyak nama.

“Di lapak-lapak dikenal namanya Herman, kalau kenal sama saya sebagai Yudi, dan di rumahnya dia dipanggil Jacky,” kata Oni ikut menimpali.

Setelah mengetahui Iwan Sumarno seorang mantan narapidana, Onih berkata “Saya semakin kepingin anak saya buru-buru cepat pulang.”

Onih, ibu dari Malika Anatasia berharap anak kelimanya itu segera dikembalikan oleh penculiknya.

‘Hidup pelaku cukup liar‘

Kepala Kepolisian Jakarta Pusat, Kombes Komarudin, mengatakan pelaku adalah mantan residivis pencabulan anak.

“Keluarganya yang mengatakan bahwa yang bersangkutan pernah terlibat tindak pidana. Dari sana kami kejar ke Polres Jakarta Utara dan juga Pengadilan Jakarta Utara, dan betul telah divonis,” kata Komarudin kepada BBC News Indonesia, Senin (02/01).

Selain itu, kata dia, kepolisian mengalami kesulitan mengusut kasus ini karena pelaku dikenal dengan hidup berpindah tempat. Bahkan ia tak pernah pulang ke rumahnya sejak keluar dari penjara 2021 silam.

“Boleh dikatakan hidupnya cukup liar. Artinya dia tidak menetap di satu tempat kebiasaannya pun berubah-ubah, termasuk pekerjaannya yang boleh dikatakan serabutan, terkadang terakhir yang kami dapatkan itu pengumpul barang bekas,” tambah Komarudin.

Bagaimana pun dengan penyebaran foto terduga pelaku diharapkan bisa memperkecil ruang geraknya. Masyarakat juga diminta melaporkan bila menemukan pelaku atau korban.

“Harapan kami dengan disebarnya DPO [daftar pencarian orang] dengan identitas ataupun foto, kami bisa mendapatkan informasi lebih banyak dari masyarakat terkait keberadaan terduga pelaku,” kata Komarudin.

Kepolisian sejauh ini akan mengintensifkan pencarian di lokasi-lokasi gelandangan, termasuk “tempat pengumpul barang bekas.”

Mencuatkan perbincangan hukum kebiri

Kasus penculikan yang diduga dilakukan oleh penjahat anak ini juga mendapat reaksi dari Anggota KPAI, Ai Maryati Solihah.

Ai Maryati mengatakan dalam sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang pernah ia tangani, pelaku melakukan kembali perbuatannya meski sudah mendapat hukuman penjara. “Ini yang disesalkan,” katanya.

Ia melanjutkan, tak sedikit pelaku kekerasan seksual mendapat hukuman maksimal seperti 15 tahun penjara, tapi pada akhirnya berkurang menjadi lima hingga tujuh tahun karena pelbagai pertimbangan seperti pembelaan selama persidangan hingga remisi.

“Ini sebenarnya ada gap [jurang] dari proses hukum pidana kita yang menunjukkan aspeknya kurang memberikan efek jera terhadap pelaku. Padahal kalau kita berkaca pada korbannya, ini sungguh dalam keadaan derita kerugiannya itu seumur hidup. Apalagi anak,” kata Ai Maryati.

Jalan Gunung Sahari 7A menjadi lokasi penculikan Malika Anatasia.

Sebelumnya, hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual berupa suntik kebiri, pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi telah ditetapkan pemerintah.

Pada 2019, pengadilan di Mojokerto, Jawa Timur untuk pertama kali menerapkan sanksi tambahan ini kepada seorang pelaku bernama Aris dengan korban pemerkosaan terhadap sembilan anak. Namun, penerapannya masih tertahan, salah satunya, karena bertentangan dengan sumpah dokter sebagai eksekutornya.

Lalu pada 2020, pemerintah mengeluarkan aturan teknis kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual. Dalam salah satu pasalnya disebutkan Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa.

Selain itu, pelaksanaan tindakan kebiri kimia dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk.

“Jadi kita belum di titik kiamat,” kata Ai Maryati.

Sementara itu, Anggota Komnas HAM, Anis Hidayah mengatakan pihaknya tetap menentang hukuman kebiri karena merupakan hukuman keji dan merendahkan manusia.

“Jadi kalau kami secara prinsip tidak menyetujui kebiri diimplementasikan,“ katanya.

Anis mengungkapkan, agar pelaku jera terhadap perbuatannya maka setiap pengadilan menerapkan hukuman seberat-beratnya melalui Undang Undang Tindak Pidana Kerasan Seksual (UU TPKS) yang baru disahkan tahun lalu.

“Kalau aparat penegak hukum bekerja dengan baik, menerapkan ini, saya kira hukumannya cukup berat, sudah cukup berat sebagai pelaku kekerasan seksual, saya kira bisa memberikan efek jera,“ tambah Anis.

Anis juga mendorong pendidikan di dalam penjara terhadap pelaku kekerasan seksual, agar mereka tidak mengulangi perbuatannya ketika lepas dari sel. Hal yang juga diserukan oleh Anggota KPAI, Ai Maryati.

“Ini bagian penting untuk kita ke tengahkan menjadi kajian, kemudian kami awasi,“ kata Ai Maryati.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.