SUMBER GAMBAR,BBC NEWS INDONESIA
Keterangan gambar,
Wartawan dan penyiar BBC Indonesia, Inke Maris (almarhumah), mewawancarai Mochtar Lubis, Rosihan Anwar dan Sumono Mustaffa, di sela-sela sebuah konferensi yang digelar di London, Inggris, 24 November 1978.
Setelah 73 tahun mengudara — baik dari London dan Jakarta — BBC News Indonesia telah undur diri dari gelombang radio mulai Jumat, 30 Desember 2022.
Selain alasan penghematan, penutupan siaran radio ini adalah bagian transisi dari siaran analog menuju digital secara penuh.
Namun, artikel-artikel dan berbagai video menarik, tetap dapat disimak pada layar ponsel dan komputer di situs BBC Indonesia.com dan sejumlah platform media sosial.
Bagaimanapun, sejak mengudara pertama kali pada 30 Oktober 1949, lima tahun setelah Indonesia merdeka, BBC News Indonesia — dulu bernama BBC Siaran Indonesia — terus beradaptasi dengan kemajuan teknologi.
Dalam artikel ini, kami akan menengok perubahan yang sudah dilalui BBC Indonesia hingga jawaban atas tantangan saat ini dan ke depan.
Di sini, kami juga akan membincangkan tentang prinsip imparsialitas — atau tidak memihak — yang menjadi salah-satu pilar utama BBC, dengan mewawancarai jurnalis di era 1970-an.
Sebagian besar wartawan dan staf BBC News Indonesia di kantor Jakarta, Desember 2022.
Dan, setelah siaran radio BBC Indonesia ditutup, apakah ini akhir era radio kami? Jika tidak, seperti apa muaranya ke depan? Ikuti ulasannya.
Di akhir tulisan, tiga wartawan senior BBC News Indonesia, Endang Nurdin, Rohmatin Bonasir dan Mohamad Susilo akan membagikan pengalamannya saat melakukan liputan yang “tak terlupakan dan membekas”.
Mohamad Susilo, Ranny Miller, Rohmatin Bonasir, dan Endang Nurdin di kantor BBC New Broadcasting House, London, pada 2016.
Mengapa siaran Radio BBC Indonesia tidak lagi mengudara?
“Teng, teng, teng…” Dentang jam raksasa Big Ben di pusat Kota London, Inggris, yang dihubungkan secara langsung ke markas BBC World Service, Bush House (sampai tahun 2011) pernah menemani para pendengar BBC Siaran Indonesia cukup lama.
Lalu, sekian detik kemudian, suara sang penyiar terdengar empuk di telinga: “Inilah BBC Siaran Indonesia yang dipancarkan langsung dari London.”
“Tet, tetet, tetet…” Latar musik Trumpet Concerto (3rd Movement) yang digubah komposer legendaris, Franz Joseph Haydn, kemudian menggenapkannya.
Para penyiar dan wartawan BBC Siaran Indonesia, di salah-satu tangga gedung Bush House, London, 1 Januari 1996. Dari atas, searah jarum jam: Arya Gunawan, Ayun, Sundari, Lenah Susianty, Menuk Suwondo (almarhumah), Endang Nurdin, James Lapian, Liston Siregar, Iwan Sudirwan, Panusunan Simanjuntak, Anton Alifandi, Naning Sutanto, Netra Drayton, Frans Prayoga, Sastra Wijaya, Asyari Usman, Michael Harrison (Kepala Seksi BBC Siaran Indonesia).
Sejak mengudara pertama kali, Minggu, 30 Oktober 1949, suara-suara ini menjadi penanda khas BBC Siaran Indonesia — kelak musik pembuka ini berganti beberapa kali, seiring zaman yang terus berubah.
Namun, sejak Jumat, 30 Desember 2022, setelah siaran pukul 05:00 dan 06:00 pagi di hari itu, musik pembuka itu tidak akan lagi hadir ke ruangan pendengar.
Itu adalah hari terakhir siaran kami setelah 73 tahun mengudara — menyedihkan, tentu saja, bagi kami. Pertanyaannya kemudian, mengapa siaran radio BBC Indonesia ditutup?
“Langkah penghentian siaran ditempuh BBC World Service sebagai upaya penghematan sekitar £28,5 juta atau sekitar Rp537 miliar,” kata editor BBC News Indonesia, Jerome Wirawan, Jumat (30/12).
Jerome Wirawan, Editor BBC News Indonesia.
Konsekuensinya, penghentian siaran radio dilakukan di sejumlah layanan bahasa, termasuk BBC Arab, BBC Persia, dan BBC China.
“Jadi, bukan hanya BBC News Indonesia yang menghentikan siaran radio,” papar Jerome kepada saya, dalam siaran terakhir, Jumat (30/12).
BBC News Indonesia merupakan bagian dari BBC World Service di London.
Di dalamnya terdapat 42 layanan bahasa, sebut saja BBC Arab, BBC China, BBC Urdu, BBC Hindi, hingga BBC Thailand.
Rekaman acara ‘Inggris pekan ini’ untuk BBC Siaran Timur Jauh, bersama penyiar Ir R.M. Soediro, L.E.S. Wairatai dan R.T. Kamaraga, dari BBC Indonesia, beserta G.A.M. Hils yang berada di ruang kontrol (kanan, berdiri), 12 Februari 1951.
Lalu, setelah tidak ada siaran radio, di mana pendengar bisa mengakses konten BBC Indonesia?
“Setelah tidak lagi mengudara di gelombang radio, BBC News Indonesia akan sepenuhnya fokus ke digital,” kata Jerome.
Pilihan ini diambil karena pengguna internet di Indonesia sekitar 210 juta orang, menurut survei terbaru.
“Karena itu, kami berupaya agar semakin banyak khalayak bisa membaca artikel dan menyaksikan video-video kami dalam format digital pada layar ponsel dan komputer,” tambahnya.
Jerome Wirawan mengawali siaran pertama BBC News Indonesia di studio kantor Jakarta, 22 Oktober 2018.
Jerome menyebut hal itu tidak akan mengubah apa yang disebutnya sebagai kaidah jurnalistik BBC yang mengedepankan pemberitaan “akurat, imparsial, dan terpercaya”.
Dan, di mana khalayak bisa mengaksesnya? BBC News Indonesia bisa diakses melalui situs BBC Indonesia dot com serta berbagai platform media sosial, seperti YouTube, Facebook, Twitter, dan Instagram.
“Ke depan kami tidak menutup kemungkinan untuk hadir dalam bentuk siniar atau podcast di platform audio streaming, seperti yang sudah kami lakukan tahun ini.
“Ada dua siniar yang telah kami luncurkan di Spotify dan Apple Podcast yakni ‘Investigasi Skandal Adopsi’ serta ‘Flora Carita’,” tambahnya.
‘Kalau boleh memilih, siaran radio jangan ditutup’ – komentar radio mitra BBC News Indonesia
Kepergian Radio BBC Indonesia dari ruang dengar berbahasa Indonesia mengikuti jejak stasiun radio internasional lainnya.
Radio Nederland Siaran Indonesia, Ranesi, pamit dari udara pada 2012. Demikian juga Radio Jerman Deutsche Welle.
Awalnya, siaran radio BBC Indonesia dipancarkan melalui gelombang pendek atau Short Wave.
Gelombang SW dapat menempuh jarak yang sangat jauh, lintas benua, sehingga dapat menjangkau khalayak yang luas.
Mohamad Susilo (berkemeja biru, tengah), sejumlah wartawan BBC News di Jakarta, berpose di depan kamera. Berdiri dari kiri: Heyder Affan, Andreas Nugroho, Susilo, Ervan Hardoko (almarhum), Sri Lestari, Sigit Purnomo, serta Dewi Safitri (duduk di tengah). Diabadikan pada tahun 2009.
Dan, ketika ada peralihan ke saluran FM atau frequency modulation, BBC Indonesia kemudian menjalin kerja sama dengan radio mitra di berbagai di Indonesia.
Atas prakarsa Menuk Suwondo (almarhumah) — yang mulai menjabat sebagai Kepala Seksi BBC Indonesia pada 1998 — memperluas jangkauan pendengar, melalui kerja sama dengan Radio Elshinta, Jakarta.
Dari Elshinta sebagai mitra pertama ini, muncul kerja sama dengan mitra-mitra radio lain di berbagai provinsi di Indonesia.
Radio mitra itu tersebar dari Papua hingga ke Aceh, dan jumlah mitra BBC Indonesia pada tahun 2000-an mencapai lebih dari 100 mitra radio.
Elida, Station Manager Smart FM Banjarmasin, di Kalimantan Selatan, salah satu mitra radio BBC, menyayangkan siaran radio BBC Indonesia harus berakhir.
Apalagi Smart FM sudah menjadi mitra BBC lebih dari satu dekade.
“Kalau kita sih jujur sangat menyayangkan karena memang BBC ini ‘kan juga menyiarkan berita-berita yang memang tidak ter-cover oleh media kami di daerah.
Di Jakarta, BBC Indonesia menggelar sebuah diskusi saat perayaan ulang tahunnya ke-65 (2014).
“Dengan tidak adanya lagi BBC di radio, tentu pertama, dampaknya adalah varian dari konten kami jadi berkurang dan variasi berita yang kemarin ter-cover oleh BBC jadi sudah tidak ada lagi,” kata Elida kepada wartawan BBC News Indonesia, Tri Wahyuni, Selasa (27/12).
Terlebih lagi, kata dia, para pendengar Smart FM Banjarmasin juga membutuhkan informasi-informasi seperti yang disajikan BBC siaran Indonesia karena dianggap “netral” dan “tidak memihak”.
Senada dengan Elida, pemilik radio Mercury FM Surabaya, Edward Setyadharma juga menyayangkan penutupan siaran radio BBC Indonesia.
Menurut Edward, BBC siaran Indonesia penting bagi radionya. Selain untuk alternatif pilihan informasi, BBC siaran Indonesia “secara tidak langsung memberikan benchmark untuk membekali jurnalis” Mercury FM.
Pada tahun 2009, Kepala Seksi BBC Indonesia, Menuk Suwondo (almarhumah) dalam acara ‘Goes to Campus’ yang digelar BBC Indonesia di Universitas Andalas, Padang.
“Sebenarnya sangat disayangkan karena minat orang mendengarkan BBC siaran Indonesia di radio Mercury masih cukup besar.
“Kalau boleh memilih sih tidak ditutup karena demand-nya masih cukup tinggi dan kualitasnya juga bagus untuk edukasi pendengar-pendengar mitra radio BBC dan variasi pilihan topik untuk pendengar kita juga baik,” ujar Edward.
Bahkan, secara lebih luas lagi, menurut Elida pendengar radio akan tetap ada “selama masih ada mobil”.
Karena, lanjutnya, kebanyakan para pendengar mendengarkan radio ketika dalam perjalanan menggunakan mobil.
“Selama itu pula, radio akan tetap eksis,” tandas Elida.
Edward berharap siaran radio BBC Indonesia tidak benar-benar berakhir, melainkan berpindah platform.
Misalnya dipindahkan ke digital berupa konten audio, salah satunya dengan membuat podcast.
‘Saya terkejut Radio BBC Indonesia tutup’ — suara-suara pendengar setia Radio BBC Indonesia
Penutupan siaran radio BBC Indonesia, tentu saja, disesalkan oleh sebagian pendengar setianya. Namun ada pula yang memakluminya.
Anwar Gozali Paulus, seorang dokter dan tinggal di Purwokerto, Jawa Tengah, dahulu rajin mengirim komentar di rubrik ‘ungkapan pendapat’ BBC Siaran Indonesia.
“Saya agak terkejut sebenarnya [Radio] BBC mau tutup,” kata Paulus, saat dihubungi melalui telepon, Senin (12/12).
Anwar Gozali (A.G.) Paulus, kelahiran 1959 dan tinggal di Purwokerto, adalah pendengar setia Radio BBC Siaran Indonesia.
“Karena, saya pikir, [radio BBC Indonesia] tetap ada pendengarnya, terutama yang tidak bisa menangkap TV, karena Indonesia itu luas,” tambahnya.
“Zaman saya merantau ke Indonesia Timur, yaitu di Ternate, Manado, itu saya bawa radio, karena [radio] hiburan satu-satunya bagi kami di daerah terpencil,” Paulus mencoba mengenang.
Pendengar setia lainnya adalah Syardani M Syarif alias Tengku Jamaica, asal Aceh.
Dia adalah bekas juru bicara Gerakan Aceh Merdeka, GAM, wilayah Samudera Pasee. Dahulu dia beberapa kali diwawancarai BBC.
Syardani M Syarif alias Tengku Jamaica, bekas juru bicara GAM wilayah Samudera Pasee, dan dahulu rajin mendengarkan siaran radio BBC Indonesia
Kira-kira 20 tahun silam, ketika Aceh masih dilanda konflik bersenjata, Jamaica rajin mendengar Radio BBC Siaran Indonesia di malam atau pagi hari. Namun Jamaica memaklumi penutupan siaran radio.
“Mungkin sekarang orang lebih menarik online-online, semua pakai hape sekarang,” kata Jamaica, Selasa (12/12).
“Jadi enggak suka lagi mendengar radio konvensional. Mungkin sekarang lebih banyak menonton Youtube atau streaming kayak gitu.
“Jadi, saya rasa sudah cocok, kalau BBC sekarang dialihkan ke streaming atau online seperti itu,” ujar Jamaica.
Pada Maret 2016, sebagian tim BBC Indonesia kantor Jakarta beraksi untuk mempromosikan konten di platform digital dan media sosial.
Dan, pendengar setia Radio BBC Siaran Indonesia lainnya adalah Muhammad Atho’illah Shohibul Hikam, atau biasa disapa A.S Hikam.
“Aduh sayang sekali,” kata A.S Hikam saat diberitahu penutupan siaran radio.
“Saya sejak kecil sudah mengenal BBC Indonesia melalui radio sederhana. Ya, sebagai bagian tak terpisahkan dari hidup saya,” ungkap pria kelahiran 1958 ini.
Hikam dikenal sebagai pengamat politik dan pernah menjadi peneliti di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).
“Bagi saya, Radio BBC tidak hanya untuk mendengarkan berita, tapi analisanya itu yang penting… karena punya perspektif yang berbeda,” kata pengamat politik A.S Hikam, yang juga pendengar setia radio BBC Siaran Indonesia.
“Bagi saya, Radio BBC tidak hanya untuk mendengarkan berita, tapi analisanya itu yang penting dan juga mungkin memberi warna analisa saya, karena punya perspektif yang berbeda,” ujarnya.
“Kemampuan analisisnya, karena mungkin mereka juga mempunyai awak yang mampu membuat analisa, dan bukan sekedar biasa saja,” jelas A.S. Hikam
Di akhir Orde Baru, BBC Indonesia beberapa kali mewawancarai A.S. Hikam tentang persoalan atau isu politik.
Pada Oktober 1999, dia ditunjuk oleh Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi. Kini dia menjadi staf pengajar di President University.
‘Ratapan’ pendengar Radio BBC Indonesia di Facebook dan Instagram
Di Facebook dan Instagram BBC News Indonesia, kami menerima banyak komentar terkait penutupan siaran BBC Indonesia.
Agus Fachry asal Jakarta, mengatakan, sudah mendengar Siaran Radio BBC Indonesia melalui gelombang pendek, sejak tahun 1980-an.
Agus mengatakan siaran radio tak perlu ditutup, dan dia usul formatnya saja diubah ke digital.
Novy Wijaya di Palembang mengaku mengenal BBC London sejak kecil, karena ayahnya setiap pagi mendengarkan siaran radionya.
Novy mengaku sedih mendengar penutupan siaran radio BBC Siaran Indonesia.
Sebagian ada merasa kehilangan, di antaranya Sutomo Huang. Dia mengaku kehilangan dengan penghentian siaran Radio BBC News Indonesia, yang dulu mengawali harinya di pagi hari dan menemaninya di malam hari.
Melalui Facebook, Fauzi Ghozali menulis, zaman sudah berubah, tapi esensi tidak berubah. Menurutnya, saat ini masih banyak radio yang eksis di jalur internet.
Dari Instragram BBC News Indonesia, Micinista menuliskan pengalamannya di masa kecil saat ibunya mendengar siaran Radio BBC Indonesia.
Dia kemudian berterima kasih karena Radio BBC ikut menemaninya tumbuh dewasa.
Dan Martinus, yang sudah mendengar Radio BBC sejak era Orde Baru, berterima kasih karena di masa itu dia mendapat informasi terpercaya saat tidak ada kebebasan pers.
Tim BBC Indonesia di salah-satu tangga di gedung Bush House, London. Tampak antara lain, Sri Owen (paling kiri), Frans Hardy, Sabar Handiman, Aoh Kartahadimadja, dan S. Mulia (berpeci), 1 Januari 1967.
Masih dari Instagram, Larikuinfo menulis, kabar penutupan Radio BBC Indonesia, membuatnya teringat ayahnya, yang merupakan pendengar setia BBC.
Dulu dia selalu terbangun saat mendengar musik pembukanya, dan terheran-heran ayahnya bisa mendengar siaran dari belahan dunia lain.
Lia Cornelia menulis ayahnya dulu setiap pagi wajib mendengar Radio BBC Indonesia. Kini, Lia mengaku sedih dengan penutupan siaran BBC Indonesia.
‘Ada kekhawatiran kualitas jurnalisme akan menurun’
(Wawancara Ignatius Haryanto, peneliti media dan staf pengajar di Universitas Multimedia Nusantara)
Ignatius Haryanto, peneliti media dan staf pengajar di Universitas Multimedia Nusantara.
Di tengah migrasi media dari manual ke digital, serta membanjirnya informasi di media sosial, apa peran penting media arus utama saat ini?
Peran paling penting media arus utama adalah menjadi verifikator isu-isu di media sosial.
Di beberapa media belakangan sudah ada tim khusus untuk melakukan cek fakta. Dan bahkan sudah ada kelompok masyarakat anti-fitnah Indonesia.
Ini penting, karena banyak informasi berseliweran, tapi sulit dipertanggungjawabkan, apakah benar atau tidak.
Wartawan dan penyiar BBC Siaran Indonesia, Frans Hardy, mewawancarai Frans Seda, Duta Besar Indonesia untuk European Economic Community, 1 Januari 1975.
Meski demikian, akan muncul lagi ‘badai’ informasi. Sehingga, pekerjaan memverfikasi itu seperti pekerjaan yang tidak akan pernah selesai.
Di sinilah masyarakat perlu memiliki ketrampilan media literalisasi. Mereka harus hati-hati, tidak mudah percaya, dan kritis dengan isi yang disajikan media.
Apa yang Anda khawatirkan, atau kekurangan, dari tampilan media saat terjadi transisi media analog ke dunia digital?
Ada ketakutan besar tentang kualitas jurnalisme dari peralihan itu: apakah kualitas mereka akan turun?
Karena media digital ini mengandalkan keterbacaan, dan itu artinya sesuatu yang disenangi masyarakat.
Nah, apakah yang disenangi masyakat itu akan menyentuh hal-hal penting yang disajikan media selama ini, melalui investigasi, liputan mendalam atau tulisan feature.
Apakah liputan seperti itu akan kalah oleh berita-berita kecil yang mungkin dalam sepekan sudah dilupakan. Inilah tantangannya.
Redaksi BBC Indonesia tahun 1980 Ffans Hardy, Diane Wright, Abdullah Alamudi, Sajoeti Rahman, Nick Nugent (belakang) Agoes Soeyono, Colin Wild, Sue Hullah, Ibrahim (tengah) Sutanto, Inke Maris, Hasan Asjari Oramahi, Iskandar Sukamana dan Irna Sinulingga (depan).
Mengikuti logika dalam dunia digital, misalnya, mengandalkan sistem pencarian, di mana judul atau kalimat-kalimatnya harus mengikuti rumus tertentu.
Kenyataan seperti mengancam, sebutlah, jurnalisme sastrawi. Misalnya ada judul ‘Tiga Menguak Takdir’. Ini tidak akan masuk dalam rumusan SEO (search engine optimization).
Padahal, kalau kita sering membaca tulisan bernuansa sastrawi seperti ini, akan membuat kita berimajinasi, kita membayangkan seperti apa liputannya. Nah, ruang-ruang seperti mungkin akan mengecil ke depannya.
Dan, ini akan membawa kita kepada pertanyaan berikutnya: bagaimana kita ‘melindungi’ karya-karya jurnalisme yang berkualitas.
Apakah ada alternatif lain dari praktek media seperti itu?
Kebetulan dua media yang saya teliti, Kompas dan Tempo, hendak mengejar pelanggan berbayar.
Dengan sistem pelanggan berbayar, diharapkan tidak akan mengikuti logika SEO yang dipraktekkan media yang tidak berbayar alias gratis.
Kita masih akan melihat apakah upaya menuju pelanggan berbayar itu berhasil atau tidak. Dan apakah cukup banyak orang untuk membayar demi mengkonsumsi berita.
Tim redaksi BBC Indonesia di London pada 2005. Salah satunya adalah alm. Menuk Suwondo (berpakaian hijau) yang menjabat sebagai Kepala Seksi mulai 1998 sampai 2014. Depan, dari kiri: Endang Nurdin, Nuraki Azis, Anton Alifandi, Yusuf Arifin dan Asyari Usman. Belakang, dari kiri: Menuk Suwondo, Yenny Harris, Mohamad Susilo, Helen Lumban Gaol, Asep Setiawan, Achmad Marzuq, dan Dian Sellar.
Saya kira perlu ada kampanye yang lebih besar untuk mengatakan bahwa kita harus berinvestasi bagi jurnalisme yang baik, dan salah-satunya dengan model berlangganan.
Ini perlu dilakukan untuk mematahkan mitos bahwa informasi itu kita dapatkan secara gratis di internet dan banyak saluran.
Selama iklan di media cetak makin berkurang dan iklan di media digital belum sepertii diharapkan, sistem langganan itu bisa menutupinya.
Siaran radio BBC Indonesia sudah ditutup dan akan sepenuhnya ke format digital. Apa yang bisa Anda katakan dari kenyataan ini?
Di satu sisi saya sedih mendengarnya, tapi di sisi lain saya bisa mengatakan ‘memang jalannya akan begini’.
Pertarungannya bukan soal perpindahan teknologinya, karena teknologi akan selalu muncul yang baru.
Tetapi yang penting adalah bagaimana kualitas jurnalisme atau informasi yang disampaikan itu masih tetap sama.
Saya percaya BBC masih memiliki roh dalam bidang jurnalisme, dan saya kira, layanan BBC di seluruh dunia, akan tetap menekankan bagaimana informasi yang berkualitas yang dihasilkan oleh BBC.
Ada istilah yang dimunculkan belakangan ini, yaitu saat ini adalah ‘senjakala bagi media cetak dan radio’…
Saya kira tidak. Masyarakat masih mendengar radio, walaupun dengan cara yang berbeda.
Misalnya, di semua telepon genggam, bisa streaming radio. Sekarang ada bentuk baru dari media audio, misalnya, podcast yang digemari di mana-mana.
Di satu sisi, ini perkembangan yang menarik, media podcast berkembang sangat cepat di Indonesia.
Tapi kita perlu melihat podcast mana yang ‘bermutu’ atau menghasilkan ‘kualitas sajian yang baik’.
Saya melihat ada podcast yang cenderung mencari sensasi. Harusnya bisa membicarakan sesuatu yang lebih serius.
Menjelang Imlek pada Februari 2016, Wartawan BBC Indonesia, Ging Ginanjar (almarhum), berkunjung ke salah satu pabrik pembuatan kue keranjang yang terkenal di Tangerang.
Bagaimanapun, media berbasis audio itu, relatif bisa ditemukan di mana saja. Telepon pintar bisa digunakan untuk menemukan sinyal radio, streaming online, dll.
Dan keunggulan dari radio, kita bisa mengkonsumsi dengan sambil mengerjakan hal lain. Saya kira kekuatan radio ini yang tak tergantikan.
Lagipula banyak radio memiliki pendengar fanatik, sehingga dalam hal tertentu, interaktivitas antara media dan pendengarnya sangat kuat.
Kisah Abdullah Alamudi, alat rekam seberat enam kilogram, dan nilai ‘imparsial ala BBC’
Pada awal 1970-an, sebelum memasuki era digital, Abdullah Alamudi — wartawan dan penyiar BBC Indonesia (1976-1982) —harus membawa alat rekaman seberat 4 kilogram untuk liputan sehari-hari.
“Saya pakai alat rekam yang berat itu, beratnya 4kg atau 6kg, sampai miring kalau saya jalan,” ungkap Abdullah, seraya menyebut merknya.
Abdullah, kelahiran 1940, sudah menggeluti profesi jurnalis sejak pertengahan 1960-an. Dia mengawalinya sebagai reporter pemula di kantor berita Associated Press (AP).
Abdullah Alamudi (kiri) saat baru bergabung dengan Radio BBC Siaran Indonesia (1976).
Setelah bergabung di Radio Australia, Radio-Televisi Jepang/NHK, harian Pedoman, serta kantor berita AFP, Abdullah kemudian memilih bergabung ke BBC Seksi-Indonesia di London, pada awal 1976.
Tapi, Abdullah sudah ‘mengenal’ BBC Seksi-Indonesia sejak 1964. “Saat itu saya fardu ain mendengarkan BBC Indonesia,” Abdullah lalu tertawa ringan.
“Waktu zaman konfrontasi dengan Malaysia, tahun 1964, kita tidak boleh mendengarkan siaran luar negeri. Kita hanya boleh mendengar RRI,” ungkapnya.
Agar tetap bisa mendengarkan siaran BBC Indonesia, dia menyetel radio berukuran mungil. Lalu dia tempelkan ke telinga dengan volume pelan.
“Saya ingat, siarannya jam 06.15 WIB. Jadi, kita baru tahu apa kejadian di dunia.” Dengan bekal informasi berita itulah, Abdullah, mengklarifikasi berbagai isu kepada pejabat terkait.
Abdullah Alamudi saat diwawancarai BBC News Indonesia di ruang perpustakaan pribadi di rumahnya, Jakarta, 5 Desember 2022.
Mengapa memilih mendengar BBC Indonesia ketimbang media asing lainnya, Abdullah menyebut kata “independensi, imparsialitas, dan tidak berpihak” menjadi alasannya.
Pengetahuan tentang nilai-nilai inilah yang membuatnya tertarik bergabung dengan organisasi media yang berpusat di London itu.
“Akhirnya, 1 Januari 1976, saya sudah di London,” ungkapnya. Di sanalah, Abdullah mulao belajar “cara memegang mikropon” hingga tentang etika dan nilai-nilai jurnalistik lainnya.
Pelajaran pertama tentang etika ala BBC diperoleh Abdullah saat meliput unjuk rasa kelompok IRA di London.
Kepada pengunjukrasa, dia sudah mengenalkan sebagai wartawan BBC Indonesia, tapi dia tidak mengatakan bahwa wawancara itu akan disiarkan.
Setelah kembali ke kantor BBC di Bush House, Abdullah dilarang oleh atasannya untuk menaikkannya sebagai berita.
“Kau harus kasih tahu [pendemo], bahwa ini akan disiarkan. Minta izin apakah boleh disiarkan atau tidak. Ini tidak etis,” Abdullah mengulang lagi apa yang dikatakan redakturnya saat itu.
Sutan Sjahrir, Duta Besar Keliling Republik Indonesia, tengah diwawancarai oleh BBC Siaran Bahasa Inggris dan Melayu pada 1947. Saat itu BBC Siaran Indonesia belum didirikan — dua tahun kemudian (1949) baru berdiri.
Bagaimana tentang nilai-nilai imparsial, atau tidak memihak, yang sering disebut sebagai ‘ideologi’ BBC? Tanya saya.
“Anda sebagai wartawan, Anda menyampaikan kejadian apa yang Anda lihat, dengar, dan Anda sampaikan, tanpa mencampurkan dengan opini Anda,” kata Abdullah menyitir ‘buku putih’ editorial BBC.
Abdullah kemudian mencontohkan bagaimana dia berusaha menerapkan nilai-nilai imparsialitas dalam kerja keseharian saat ‘diintervensi’ oleh pihak Kedutaan Besar Indonesia di London.
“Walaupun tidak keras, mereka berkata ‘kok berita seperti itu disiarkan, itu kan memberitakan hal negatif tentang Indonesia’,” Abdullah mengingat lagi ucapan seorang staf di KBRI London.
Ketika dia menjelaskan alasan editorial BBC tentang imparsialitas, pejabat itu berujar ‘heh, Anda kan warga negara Indonesia.’
Saya lantas bertanya kepada Abdullah, bagaimana Anda memposisikan diri antara sebagai jurnalis yang menjunjung tinggi imparsialitas dan status WNI.
“Saya katakan, yang pertama saya adalah wartawan. Dan wartawan harus menyampaikan apa yang benar, yang akurat,” tandas Abdullah Alamudi.
Ada banyak cerita menarik, tak terlupakan, dan membekas, bagi wartawan BBC News Indonesia yang bergabung lebih dari dua dekade lalu..
Di London, rekan Endang Nurdin, misalnya, sudah 27 tahun bersama BBC Indonesia, sementara rekan Rohmatin Bonasir dan Mohamad Susilo, juga 20 tahun lebih.
Dalam penutup artikel ini, mereka membagikan pengalaman “tidak terlupakan” selama melakukan liputan sebagai wartawan BBC News Indonesia.
Liputan ‘paling mengguncang’, kasus perkosaan ‘terparah dalam sejarah hukum Inggris’ – Endang Nurdin
Siaran radio terakhir BBC Indonesia dari London adalah pada Oktober 2018 sebelum dialihkan dari Jakarta.
“Terima kasih BBC, telah mengangkat laporan ini. BBC membuka mata saya dengan membaca cerita ini,” Tanggapan ataupun berbagai komentar melalui media sosial seperti ini sangat besar artinya bagi saya setelah menerbitkan satu laporan.
Dan pernah pula ada seorang mahasiswa doktoral ketika itu, yang bercerita bahwa dia diterima magang di organisasi penelitian nukir Eropa, CERN, di Jenewa, Swiss pada pertengahan tahun 2013 lalu setelah memberikan referensi laporan BBC.
Menggali cerita personal, menuangkan laporannya baik melalui radio ataupun format digital dan mendengar laporan itu membantu jalan hidup seseorang, sangat membekas bagi saya.
Namun di antara berbagai pengalaman liputan di lapangan, yang menurut saya paling “mengguncang” adalah meliput pemerkosa terparah dalam sejarah hukum Inggris, atau bahkan disebut jaksa Inggris, paling parah di dunia, Reynhard Sinaga.
Liputan investigatif ini kami mulai sekitar Agustus 2019. Saya mendapat berkas-berkas pengadilan dari wartawan BBC Daniel De Simone yang sudah meliput sidang-sidang sebelumnya pada 2018.
Saya luar biasa terkejut atau terguncang lebih tepatnya setelah membaca dokumen lengkap pengadilan berisi nama-nama korban serta rincian tindak perkosaan Reyhnard terhadap para korbannya, lebih dari 200 pria muda Inggris. Mereka semua tidak sadar diperkosa. Ada yang mencoba bunuh diri, ada yang keluar dari pekerjaannya, ada yang drop-out dari kuliah setelah diberitahu polisi bahwa mereka adalah korban Reynhard.
Saya ingat betul, saat pertama kali ke Pengadilan Manchester pada awal Desember 2019 lalu. Jantung saya berdebar kencang saat mendengar bunyi gemerincing kunci di saku dua petugas penjara yang mengawal Reynhard masuk ke ruang sidang.
Itulah pertama kali saya melihatnya di ruang sidang dari jarak sekitar tiga meter. Akhir 2019 itu adalah sidang keempat dari total empat persidangan terpisah atas Reynhard sejak 2018.
Dari balik kaca, Reynhard terlihat sering menyikap rambut panjangnya.
Reynhard terlihat sangat tenang dan sesekali melambaikan tangan sambil tersenyum ke arah pengacara hukumnya, hal yang membuat saya begitu marah, apalagi setelah membaca rincian tindak perkosaan yang ia lakukan.
Dalam beberapa sidang lain, saya mendengar kesaksian korban – dari balik tirai – yang menceritakan mereka tidak pernah curiga dengan Reyhnard yang ramah dan bersedia diajak ke flatnya, untuk kemudian diperoksa dalam kondisi tak sadar karena dibius. Reynhard juga bisa mendengar kesaksian ini, dan sikapnya tetap sangat tenang.
Saya sempat melihat langsung salah seorang korban yang datang ke ruang sidang untuk menyaksikan vonis Reyhnard pada 6 Januari 2020 lalu. Saat itulah, saya merasakan kesedihan luar biasa.
Liputan ini sangat memporakporandakan dan menguras emosi – marah, sedih, terguncang – menjadi satu.
Liputan lain yang melekat adalah saat menyaksikan langsung pertemuan antara anak korban bom Australia dan bom Bali dengan terpidana tindak terorisme.
Laporan Facing the Bombers meraih penghargaan dari Asia-Pacific Broadcasting Union (ABU) pada 2020.
Pertemuan Sarah, anak korban bom Australia, dengan terpidana mati Rois dan Hassan terjadi di lapas pengamanan tinggi Nusakambangan sementara anak korban bom Bali dengan terpidana seumur hidup Ali Imron di tahanan Polda Metro Jaya.
Menyaksikan langsung mereka mengutarakan apa yang mereka rasakan dan menanyakan mengapa para terpidana melakukan pengeboman, sangat mengharukan dan istimewa bagi kami yang menyaksikan.
Korban bom Australia, Iwan bersama kedua anaknya, dan wartawan BBC Rebecca Henscke, Endang Nurdin, serta Haryo Wirawan.
Ada juga liputan yang menurut saya mengasyikkan – bertemu dengan anak-anak muda yang inspiratif. Ada George Saa, pemuda Papua dengan prestasi sangat spesial, ada Carina Joe misalnya penemu formula memperbanyak vaksin Oxford AstraZeneca, ada guru silat di Jepang, ada pesepak bola Timnas Indonesia, Elkan Baggott, yang bermain di Inggris.
Endang Nurdin mewawancarai pesepakbola Elkan Baggott di stadion Ipswich Town, Portmand Road, Juni 2022.
Saya juga menikmati menggali berbagai cerita unik di Inggris. Ada “tukang tempe”, William Mitchel yang sangat bersemangat memperkenalkan panganan Indonesia ini ke berbagai restoran, ada juga Pak Peter Smith dan teman-temannya yang sangat cinta gamelan.
“Di Inggris ini, ada juga tukang tempe yang sangat bersemangat memperkenalkan panganan Indonesia ini ke berbagai restoran,” ujar Endang Nurdin.
Bertemu dengan mereka ini, selain mengasyikkan, saya agak sedikit malu karena mereka yang justru lebih bersemangat dalam mempromosikan budaya dan panganan Indonesia.
Di luar liputan, yang bagi saya sangat seru juga adalah bertemu dengan para audiens muda di berbagai kampus, bekerja sama dengan mitra radio dan mitra digital BBC Indonesia.
Kami mengadakan acara yang pada awal tahun 2000an sempat kami namakan BBC Goes to Campus dan kemudian kami ganti menjadi BBC Get Inspired.
Kami mengajak anak-anak muda yang berprestasi dalam sejumlah bidang untuk berbagi inspirasi dengan anak muda lain di berbagai kota di kampus-kampus.
Sentuhan kemanusiaan dan autokritik – Rohmatin Bonasir
“Wah, apakah betul ibu ini Rohmatin Bonasir, penyiar BBC London yang kita dengar di radio itukah?”
Pertanyaan itu diajukan oleh seorang pengemudi taksi di Manado pada tahun 2002.
“Puji Tuhan, senang sekali berjumpa. Selama ini sering mendengarkan suaranya dan sekarang bertemu orangnya,” timpalnya sambil terus memandangi saya.
Rohmatin Bonasir mewawancarai salah-seorang pengungsi di kamp pengungsi Rohingya terbesar di Cox’s Bazaar, Bangladesh, 2017.
Ketika itu saya melakukan liputan tentang problematika pengungsi di Indonesia menyusul konflik-konflik yang pecah di awal era reformasi, seperti konflik Maluku dan Sampit.
Kaka sopir taksi itu sudah mengantarkan saya ke beberapa lokasi liputan selama dua hari.
Baru pada hari ketiga, dari jarak dekat dia mendengar saya memperkenalkan diri kepada narasumber.
Dalam perjalanan pulang, dia mengajak saya mampir ke rumahnya untuk diperkenalkan kepada istri dan kedua anak-anak mereka.
Dengan semangat, dia juga menunjukkan sebuah radio, yang ujung antenanya sudah patah, di atas meja.
Juli 2017, memotret masjid kuno di ibu kota Rakhine, Sittwe, yang dibakar dalam kerusuhan komunal. Untuk mengambil gambar masjid ini, perlu memanjat menara penampungan air di penginapan agar tidak ketahuan aparat dan intel. Sekitar satu bulan kemudian, Myanmar melancarkan operasi militer terhadap komunitas Rohingya dan terjadilah eksodus pengungsi Rohingya.
Radio transistor yang dioperasikan dengan baterai itu bisa menangkap siaran BBC Indonesia melalui gelombang pendek.
Sesampai di depan penginapan, dia menolak ongkos taksi. ”Jangan dibayar ibu. Sungguh saya senang sekali bisa mengantar dan bertemu ibu secara langsung.”
Sentuhan-sentuhan kemanusiaan seperti itu kerap saya rasakan selama terjun liputan. Sebagian tampak kecil, tapi amat berarti.
Di Bau Bau, Sulawesi Tenggara, saya duduk bersila di lantai menghadap hidangan di sebuah gubuk pengungsi.
Wawancara khusus dengan mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia, pemimpin oposisi, Anwar Ibrahim pada 2014.
Menunya, nasi dari beras patah jatah pengungsi, sambal dan ikan asin goreng. Kuantitasnya mungkin juga tidak cukup buat ayah, ibu dan tiga anak mereka.
Tapi karena saya tahu mereka tulus, maka saya pun memenuhi permintaan mereka untuk makan bersama.
Ada pula saat-saat yang memicu detak jantung cepat. Di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, saya ingin memotret sisa-sisa masjid kuno yang dibakar dalam kerusahan sektarian skala besar tahun 2012.
Meliput pertemuan anak yang terpisah dengan ibunya, Iwan di Sabah, Malaysia bersama rekan Dwiki Martha, Februari 2020.
Kompleks masjid sudah ‘disembunyikan’ dengan pagar darurat. Tingginya di atas rata-rata tubuh manusia.
Di samping itu, banyak informan di sana. Jadi tidak mungkin bisa mengambil gambar dari sekelilingnya secara terang-terangan.
“Ada pedagang kaki lima, penduduk setempat, penarik becak dan banyak lagi,” wanti-wanti seorang narasumber setempat.
“Pihak berwenang tak ingin saksi bisu kerusuhan itu diketahui dunia luar.”
Siaran Dunia Pagi Ini BBC Indonesia di markas BBC, New Broadcasting House, London.
Hanya ada satu kesempatan dan satu cara. Itu semua ada di penginapan saya, beberapa puluh meter dari masjid kuno. Sesudah hujan reda pada sore hari, saya menaiki tangga mini menuju menara penampungan air.
Tangga yang tidak kokoh tersebut bergoyang-goyang menyangga berat badan. Di menara toren itulah saya mengabadikan sisa-sisa kemegahan masjid.
Bangunan tampak kokoh lengkap dengan kubah-kubahnya. Tembok kelihatan kehitaman.
Tempat-tempat ibadah bagi umat Islam tidak boleh difungsikan lagi sejak terjadi kerusuhan sektarian.
Rohmatin Bonasir melakukan wawancara khusus dengan Mahathir Mohamad, mantan Perdana Menteri Malaysia, di Kuala Lumpur, November 2022.
Tujuannya untuk meredam ketegangan antara etnik mayoritas Rakhine yang beragama Buddha dan kelompok Rohingya yang beragama Islam.
Kenangan indah lain yang membekas adalah turut mengalami masa-masa kejayaan Radio BBC Siaran Indonesia, atau di kalangan umum dikenal BBC London – karena dipancarkan langsung dari ibu kota Inggris.
Waktu pertama kali saya bergabung pada 1999 dan tahun-tahun sesudahnya, siaran kami menjadi rujukan banyak kalangan. Politikus, pejabat pemerintah, aktivis, media untuk menyebut sebagian.
Rohmatin Bonasir berpose dengan Menlu Retno Marsudi usai menerima penghargaan Hassan Wirajuda Perlindungan WNI Award, 2017.
Wawancara BBC Siaran Indonesia sering dikutip. Narasumbernya primer. Kualitas pertanyaan juga punya bobot editorial.
Ini mungkin bisa menjadi salah satu elemen autokritik bagi BBC News Indonesia dewasa ini.
Kami sering mengutip media lain, ketimbang menggali sendiri. Kami tak jarang pula mencantumkan disclaimer karena belum dapat narasumber yang dicari.
Dentang lonceng selepas Isya – Mohamad Susilo
Kami hapal betul kebiasaan ayah. Selepas Isya, ayah akan duduk di teras depan.
Di meja di samping kursi tempat ayah duduk, sudah siap radio
Mohamad Susilo saat ditugaskan di Jakarta (2002).
Tepat menjelang pukul 20.00 WIB, tangan ayah dengan sigap memutar tombol dan mencari gelombang radio dan kemudian terdengar bunyi terompet.
Beberapa detik kemudian terdengar suara penyiar… “Inilah BBC Siaran Indonesia, disiarkan langsung dari London…”
Mohamad Susilo sedang membaca naskah berita di studio BBC di London.
Saya tak pernah menyangka, suara terompet dari radio pada akhir 1980-an yang saya dengarkan melalui radio, saya dengarkan langsung di studio BBC di Bush House, di pusat Kota London pada Februari 2000.
Pada Februari tersebut saya bergabung dengan BBC Siaran Indonesia setelah 2,5 tahun menjadi wartawan di
Guntingan koran berisi iklan lowongan menjadi wartawan BBC News Indonesia (1999) yang mengantarkan Mohamad Susilo berangkat ke London.
Dua bulan kemudian saya menjadi penyiar, mengantarkan berbagai berita Indonesia dan dunia.
Penyiar atau presenter adalah salah satu tugas sebagai wartawan BBC. Tugas lain tentu saja adalah meliput berita.
Terus terang, ini bukan cita-cita saya. Sejak kecil saya ingin menjadi guru.
Mohamad Susilo dalam sebuah liputannya di Inggris.
Tetapi garis nasib berkata lain. Usai kuliah, saya menjadi tenaga pengajar di satu akademi. Dari sini, saya mencoba melamar menjadi wartawan koran nasional yang berpusat di Surabaya.
Ternyata saya diterima dan ditugaskan di Jakarta mulai pertengahan 1997.
Saat itu suhu politik sudah mulai memanas. Mahasiswa mulai bergerak dan beberapa bulan kemudian mereka turun ke jalan. Puncaknya, mereka menduduki gedung DPR di Senayan dan rezim pun tumbang pada Mei 1998.
Mohamad Susilo tengah meliput salah-satu turnamen bulutangkis tertua di dunia, All England. Susilo sudah beberapa kali meliput ajang bergengsi ini.
Bekerja di Jakarta membuka pengalaman dan oportunitas. Pada suatu siang, saya mendapati iklan di koran berbahasa Inggris bahwa BBC Indonesia memerlukan wartawan.
Saya memasukkan surat lamaran dan setelah beberapa kali tes, saya dinyatakan diterima pada Oktober 1999. Pada Februari 2000 di hari Sabtu pekan pertama, saya terbang ke London.
Dan selebihnya, meminjam kata-kata orang Inggris, “The rest is history…” Selebihnya adalah sejarah.
Mohamad Susilo mewawancarai legenda bulutangkis Indonesia, Susi Susanti di Jakarta, untuk melakukan liputan mendalam pada 2020.
Di BBC, saya berkesempatan meliput perundingan damai pemerintah RI dan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Jenewa dan Helsinki, pada Agustus 2005.
Juga ajang olahraga seperti Piala Eropa, Olimpiade, dan turnamen bulutangkis tertua di dunia, All England.
Saya juga pernah berkeliling Indonesia mengerjakan seri tentang hak-hak buruh.
Di Eropa, saya bertemu anak-anak muda dan tokoh komunitas Muslim tentang dampak serangan teror terhadap kehidupan mereka sehari-hari sebagai kelompok minoritas.
Pernah juga terbang ke Afrika Barat bersama tim BBC lain menembus jaringan penyelundup simpanse.
Kerja di BBC, tidak ada satu hari yang sama. Ritme kerja disesuaikan dengan dinamika dunia, situasi yang membuat kita terus belajar, dan itu yang saya suka…
sumber: bbc