PASAL PERZINAHAN, BUKAN PASAL GAMPANGAN! HOTMAN PARIS GAGAL PAHAM BACA PASALNYA…q

Erika Ebener – Kitab Undang-undang Hukum Pidana Republik Indonesia baru saja disahkan. Ada beberapa pasal baru dimuat didalamnya yang katanya sangat kontroversial. Salah satu pasal dari 7 pasal yang diributkan melanggar hak asasi manusia adalah pasal tentang perzinahan. Tak pelak, pasal perzinahan ini menuai pro dan kontra tak hanya dari masyarakat di dalam negeri tetapi juga masyarakat negara-negara tetangga.

Sebagian orang Indonesia ini kadang memang sangat aneh. Undang-Undang negeri sendiri yang dibuat oleh wakil rakyat, sering dikritik dan dicemooh bahkan tak jarang juga di demo sampai berjilid-jilid. Padahal, sejauh ini, pasal-pasal yang dikritik, dicemooh dan didemo justru pasal-pasal yang sebenarnya sangat melindungi kepentingan warga negara. Selain itu, terhadap undang-undang yang telah disahkan, sudah tidak bisa diganggu gugat seberapa kerasnya kritikan, cemoohan atau aksi demo dilakukan. Karena sudah menjadi prosedur dan mekanisme hukum di NKRI, jika ada pasal yang dipandang merugikan rakyat Indonesia, maka hanya dengan cara mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi lah cara untuk merubahnya.

Nah, begitu pula dengan 7 pasal yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru yag dipandang kontroversial. Tapi jika kita telaah dengan lebih teliti, dipikirkan dengan lebih dalam dan pahami dengan seksama, tidak ada satu pasal pun yang merugikan apalagi dianggap kontroversial. Saya coba kupas Pasal yang menyangkut perzinahandalam KUHP yang banyak mendapatkan kritikan.

Pasal Perzinahan, diatur dalam Pasal 411 dan 412.

Bunyi Pasl 411 :

(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.

b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Pengacara kondang sekelas Hotman Paris juga ikut gagal paham dalam memahami Pasal 411 ini. Hotman lupa bahwa ayat (1) dari Pasal 411 menyatakan “… dengan orang yang bukan suami atau istrinya”. Artinya pihak yang punya hak untuk melaporkan adalah suami dari istri yang melakukan perzinahan atau istri dari suami yang melakukan perzinahan. Dan lebih dijelaskan lagi tentang pihak yang berhak membuat laporan atau aduan adanya perzinahan, yaitu HANYA suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Sedangkan untuk mereka yang berzinah diluar ikatan pernikahan, pihak yang berhak melakukan aduan atau laporan HANYA Orang Tua atau anaknya bagi janda atau duda yang melakukan perzinahan di luar ikatan perkawinan.

Atas dua ayas di atas, lebih digaris bawahi lagi di ayat (3) yang dengan jelas dinyatakn TIDAK BERLAKU ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

Apa itu bunyi Pasal 25, Pasal 26 dan 30? Mari kita tengok :

Pasal 25 : (1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) tahun, yang berhak mengadu merupakan Orang Tua atau walinya.

(2) Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus.

(3) Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.

(4) Dalam hal Anak tidak memiliki Orang Tua, wali, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas ataupun menyamping sampai derajat ketiga, pengaduan dilakukan oleh diri sendiri dan/atau pendamping.

Pasal 26

(1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di bawah pengampuan, yang berhak mengadu merupakan pengampunya, kecuali bagi Korban Tindak Pidana aduan yang berada dalam pengampuan karena boros.

(2) Dalam hal pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau pengampu itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus.

(3) Dalam hal suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.

Ketika kalimat ayat (3) menyatakan TIDAK BERLAKU KETENTUAN atas Pasal 25 dan Pasal 26, artinya pengadu atau pelapor tidak bisa diwakilkan oleh oleh siapapun termasuk orangtuanya sendiri. Untuk orang di bawah pengampuan, pelaporan atas tindak pidana perzinahan tidak bisa diwakilkan atau dilakukan oleh pihak pengampu. Artinya harus benar-benar pihak yang tersangkut langsung dan mengalami kerugian langsung atas tindakan perzinahan yang dia laporkan.

Pasal 411 ini justru akan menghindarkan tindakan-tindkaan anarkis seperti penggrebekan yang dilakukan oleh ormas seperti FPI dulu atau polisi sekalipun!!! Oh ya, karena Pasal 411 ini BERDELIK ADUAN MUTLAK, maka orang yang melaporkan secara otomatis akan terseret menjadi saksi yang akan dimintai keterangan oleh polisi atas aduan yang dia lakukan sendiri. Dari bunyi pasal-pasal di atas, menggunakan pasal perzinahan bukan hal yang gampang. Bahkan bisa menjadi bumerang bagi si pelapor kalau tidak benar-benar dia memiliki bukti-bukti yang jelas dan nyata.

Pasal 412 KUHP

(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau

b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Jadi misalnya seorang janda punya anak, kalau janda ini berhubungan intim dengan laki-laki, yang laki-laki ini masih single bisa masuk penjara ibunya, anaknya yang mengadukan ibunya. Bukan mantan suaminya, apalagi tetangga dan ormas jadi-jadian.

Bagaimana dengan turis? Ya kalau dia berzinah dan tidak ada pihak yang memiliki legal standing sebagai pelapor seperti yang disebutkan di dalam Pasal 411 dan Pasal 412, ya aman-aman saja…

Coba ya Bang Hotman… masa saya yang bukan pengacara saja bisa melihat pasal ini dengan terang benderang…
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.