PENYEBAB KEMATIAN SATU KELUARGA DI KALIDERES TERUNGKAP: ‘MASALAH FINANSIAL, PERILAKU MENGASINGKAN DIRI, SUNGKAN MINTA PERTOLONGAN’

 

Keterangan gambar, Petugas menyemprotkan disinfektan di sebuah rumah di Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu (12/11) petang. Rumah itu dihuni empat orang dalam sebuah keluarga yang ditemukan meninggal dunia.

Kepolisian Polda Metro Jaya menghentikan penyelidikan kasus “kematian misterius” satu keluarga dalam rumah di daerah Kalideres, Jakarta Barat.

Ini karena berdasarkan hasil pemeriksaan otopsi, psikologi forensik, dan sosiologi agama menyimpulkan kematian empat orang tersebut “disebabkan oleh hal yang wajar namun dalam kondisi yang tidak wajar”, kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Hengki Haryadi.

Apa penyebab kematian keluarga itu?

Dokter forensik dari RSCM Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ade Firmansyah, mengatakan merujuk pada pemeriksaan luar dan dalam dari jenazah korban, ditemukan petunjuk soal penyebab kematian dan urutan kematian.

Yang pertama meninggal, katanya, adalah Rudiyanto Gunawan yang berusia 71 tahun.

Berdasarkan hasil otopsi, ditemukan adanya gambaran terjadi pendarahan di saluran cerna atau infeksi di saluran pencernaan.

Kemudian Reni Margareta — istri Rudiyanto — yang berusia 68 tahun akibat adanya kelainan pada payudaranya. Simpulan ini sejalan dengan ditemukannya obat kanker payudara di tempat kejadian perkara.

Ketiga adalah Budiyanto — adik Rudiyanto (69 tahun) — dan terakhir Dian (42 tahun), anak Rudiyanto-Reni.

Kata Ade, di feses keduanya ada kandungan karbohidrat dan serat atau komposisi yang bisa bersumber dari makanan seperti nasi atau roti, dan sayur-sayuran.

Makanan ini, sambungnya, membuktikan Budiyanto dan Dian telah makan setidaknya tiga hari sebelum meninggal.

Sebelumnya, sempat ada dugaan mereka meninggal dunia karena kelaparan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan otopsi, psikologi forensik, dan sosiologi agama menyimpulkan kematian empat orang tersebut disebabkan oleh hal yang wajar.

Adapun penyebab kematian Budiyanto, menurutnya, karena serangan jantung. Hal tersebut dibuktikan dengan penebalan pada pembuluh nadi.

Sedangkan Dian, sesuai hasil otopsi ditemukan adanya radang paru menahun atau kronis disertai penyakit pernapasan.

“Kami tidak menemukan tanda-tanda kekerasan atau luka. Ditemukannya analisis feses adanya karbohidrat dan serat, menyingkirkan asumsi mereka meninggal karena kelaparan,” jelas Ade Firmansyah dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (9/12).

Kenapa mereka tidak dikuburkan?

Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, Reni Kusumawardani, punya jawabannya.

Lembaga ini melakukan pemeriksaan otopsi psikologi terhadap empat jenazah yang ditemukan dengan melihat latar belakang kematian dari aspek perilaku. Mulai dari usia, status pernikahan, pekerjaan, hingga agama.

Rudiyanto Gunawan disebut memiliki kepribadian yang baik, penurut, pendiam, tidak banyak bicara namun cenderung membatasi diri sehingga interaksi dengan orang lain jadi terbatas.

“Dia tidak banyak bergaul akibatnya tidak ada banyak teman, di keluarga pun cenderung menghindari konflik,” jelas Reni Kusumawardani.

Dari segi pendidikan, Rudi memiliki kecerdasan intelektual rata-rata bahkan cenderung ke atas. Dia bahkan belajar di sekolah favorit dan kursus di lembaga ternama.

Tapi karena alasan kesehatan dan usia yang lanjut, ia tidak banyak melakukan aktivitas sejak pandemi Covid-19. Minatnya untuk bersosialisasi juga rendah, sambung Reni.

Untuk urusan pengobatan pun, Rudi disebut pasrah alias mempercayakan pada penyembuhan non-medik yang diyakini keluarga tersebut, namun tak berhasil.

Ketika Rudi diketahui meninggal, keluarga ini tak bisa memakamkannya karena “situasi keuangan menipis”, sementara sang istri yakni Reni Margareta yang punya kepribadian ingin tampil unggul, tak mampu mewujudkan proses pemakaman yang sesuai standarnya.

“Situasi keluarga ini sudah tidak lagi memiliki penghasilan tetap. Jadi mengandalkan tabungan yang ada dan ada perilaku mengasingkan diri mereka sejak lama kira-kira sudah 20 tahun.”

“Sehingga komunikasi dengan kerabat sudah terputus, jadi sungkan meminta pertolongan. Makanya Rudi tidak dimakamkan.”

Pada Reni Margareta, sambungnya, memiliki kepribadian “ingin tampil baik, kuat, lebih unggul dari yang lain atau tak ingin terlihat lemah”.

Pasca kematian Reni, keluarga yang tersisa di keluarga ini juga tak kunjung menguburkannya. Alasannya karena sang anak, Dian, diduga mengalami situasi denial atau penyangkalan.

“Dian membangun suatu keyakinan seolah-olah ibunya masih hidup, sehingga jenazahnya diperlakukan layaknya masih hidup, dirawat, dibersihkan.”

Selain itu akibat kondisi keuangan yang menipis dan dibutuhkan biaya untuk bertahan hidup membuat kedua jenazah orang tuanya tidak dimakamkan.

Adapun Budiyanto disebut “punya kepriadian sering merasa iri, keras kepala, berpikir tidak lazim, menyukai hal-hal bersifat klenik atau perdukunan, dan memiliki guru spiritual sejak SMA”.

Sewaktu dua anggota keluarganya sakit, ia mencari pengobatan alternatif alias bukan secara medis.

Lewat cara alternatif itu, dia yakin bisa memperbaiki kehidupan finansial mereka dan menyembuhkan kesehatan. Tapi karena cara yang diyakininya tersebut tidak kunjung datang, ada pergeseran dari “situasi berharap menjadi tak ada harapan”.

“Karena sumber keuangan habis, jual aset tidak ada, membuat keadaan psikologinya tidak berdaya. Ini yang kemudian diperkirakan berpotensi memicu stres serta memperburuk kondisi fisik dan kesehatannya,” jelas Reni.

Tim gabungan dari kepolisian, ahli, hingga kedokteran forensik melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah satu keluarga tewas di Kalideres, Jakarta Barat.

Untuk Dian disebut punya kepribadian “yang kerap menekan emosi negatif, sulit mengambil keputusan, dan sangat tergantung pada ibunya”.

Kematian tiga anggota keluarganya, membuat Dian tak berdaya namun masih ada keinginan untuk hidup.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kerabat, perempuan 41 tahun ini memiliki masalah kesehatan fisik dan psikologis.

“Situasi ini melampaui kesanggupan Dian merespons secara adaptif, dia tidak punya sumber daya dalam diri sendiri dan dari orang lain untuk menghadapi situasi kehilangan yang intens,” papar Reni.

Secara keseluruhan, Reni menepis anggapan bahwa keempatnya memiliki kecenderungan ingin bunuh diri.

Kesimpulan tersebut merujuk pada riwayat kehidupan keluarga mereka yang tidak ada perilaku mengarah pada bunuh diri.

Bagaimana dengan temuan mantra di dalam rumah?

Pakar sosiologi agama, Prof. Jamhari, mengatakan dari tempat kejadian ditemukan buku-buku lintas agama, buli-buli atau klentingan yang merupakan bagian dari ritual-ritual tertentu.

Pada suatu waktu, satu kerabat yang hendak bertamu dilarang masuk karena sedang melakukan ritual.

Dari buku-buku yang ditemukan, ada buku agama Kristen, Islam, dan Buddha.

Setelah membaca buku-buku ini, Jamhari menilai tidak ada yang aneh. Sebab bacaan tersebut bisa dibeli di tempat umum dan “bukan menunjukkan mereka sedang mengkaji pemahaman sekte tertentu”.

Soal mantra, Jamhari menemukan selembar kertas bertuliskan kalimat ayat Alquran dan minuman yang diduga ramuan obat untuk menyembuhkan keluarga yang sakit.

Mantra itu berbahasa Arab, kata dia, salah satunya diambil dari Surat Yusuf yang biasa dipakai untuk memperlancar jodoh, kesejahteraan atau kekuatan batin dalam mengarungi hidup.

“Surat-surat itu bukan mantra yang spesial atau menunjukkan sekte tertentu.”

“Dari bacaan yang saya lihat dan temuan barang bukti, saya menilai mereka orang yang wajar atau normal yang mungkin saja melakukan ritual agama demi mendapatkan kesembuhan karena sedang sakit. Ini ritual yang biasa dilakukan orang-orang lain,” tegasnya.

Itu mengapa Jamhari menyimpulkan keluarga ini bukan penganut sekte, tapi hanya orang biasa yang meninggal secara wajar.

Temuan tersebut juga dikuatkan oleh penelusuran kepolisian atas penggunaan asuransi kesehatan BPJS mereka. Diketahui kalau selama dua tahun asuransi BPJS tidak pernah digunakan.

Tak cuma itu saja, penyelidikan ke RS Tarakan di Jakarta juga menyebutkan tidak pernah ada pasien atas nama empat orang ini.

“Hasil pemeriksaan tim Polda Metro Jaya bahwa rumah tersebut terkunci dari dalam dan luar. Jadi kesimpulannya tidak ada pihak luar yang masuk,” imbuh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Hengki Haryadi.

Seperti apa awal mula kasus ini?

Empat mayat dalam satu keluarga ini ditemukan di salah satu rumah di Perumahan Citra Garden 1, Kalideres, Jakarta Barat pada Kamis (10/11/2022).

Penemuan itu bermula dari bau busuk yang dicium oleh warga sejak sepekan sebelumnya, yang tertuju pada rumah korban.

Setelah tidak ada sautan dari korban, warga pun mendobrak rumah itu dan menemukan empat mayat tersebut.

Penyidikan polisi kemudian mengungkap bahwa keempat korban ditemukan dalam waktu dan ruangan yang berbeda.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.