GUNUNG SEMERU: ‘SELAMA PERMUKIMAN WARGA DI JALUR AWAN PANAS GUGURAN, RISIKO KEMATIAN TERUS ADA’

SUMBER GAMBAR,   ANTARAFOTO /ARI BOWO SUCIPTO
Keterangan gambar,
Lava pijar Gunung Semeru terlihat dari Desa Supiturang, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Senin (5/12/2022).

Kemunculan awan panas guguran Gunung Semeru, di Jawa Timur, kembali mengingatkan langkah yang perlu diambil untuk menekan risiko korban jiwa dan kerugian harta benda.

Pada peristiwa Desember 2021, setidaknya 51 orang meninggal akibat awan panas guguran dari gunung tertinggi di Pulau Jawa ini.

Para ahli gunung api menyebut, mitigasi bencana Semeru kali ini lebih baik dari tahun lalu, meskipun tetap memperingatkan risiko korban jiwa ketika masih terdapat warga yang bermukim di jalur awan panas guguran.

Sementara itu, BNPB mengklaim sudah tidak ada warga terdampak bencana tahun lalu yang masih tinggal di lokasi yang sama.

• Gunung Semeru meletus: Erupsi terjadi puluhan kali, hampir 2.000 warga mengungsi

• Rangkaian foto letusan Gunung Semeru dan dampaknya

• Gunung Semeru erupsi: ‘Tidak ada’ sistem peringatan dini ke warga dan tata ruang yang bermasalah

Roidhatul Hasanah saat ini berada di pengungsian. Warga Desa Supiturang ini kehilangan suaminya pada bencana awan panas Semeru tahun lalu.

Minggu pukul 03.00 dini hari, Roidhatul Hasanah segera membangunkan kedua anaknya yang sedang tertidur lelap.

Warga Desa Supiturang, Lumajang, Jawa Timur, ini langsung menancap gas sepeda motornya mengevakuasi diri setelah mendengar kabar lahar turun dari para tetangga.

“Langsung teriak-teriak gitu. Tetangga-tetangga. Naik motor, sambil bunyikan klakson. Sambil teriak-teriak ‘lava-nya turun. Keluar!’,” kata Hasanah saat ditemui wartawan Tutus Sugiarto yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Hasanah saat ini bersama 326 warga lainnya masih mengungsi di SD Supiturang 4, Senin (05/12).

SD Supiturang 4 saat ini digunakan sebagai lokasi pengungsian sementara warga di sekitaran Gunung Semeru.

Hasanah menambahkan peristiwa awan panas guguran Semeru kali berbeda dari sebelumnya di mana awan panas muncul tiba-tiba.

“Untuk sekarang kan nggak besar. Dari jam 03.00 pagi sudah keluar, jam 09.30 pagi baru ada susulan besar [awan panas]. Jadi kita punya waktu untuk menyelamatkan diri, nggak berdesak-desakan,” kata Hasanah.

Perempuan 35 tahun ini kehilangan suaminya karena asap panas Semeru, tahun lalu. Kejadian yang membuat dirinya selalu terkenang untuk lebih waspada pada tanda-tanda sekecil apa pun dari aktivitas Semeru.

Sementara itu, pada Minggu (04/12), Buhori, warga satu Desa dengan Hasanah menerima telepon peringatan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat agar melakukan evakuasi.

Buhori yang terlibat proyek infrastruktur di Jembatan Gladak Perak, Lumajang langsung meminta evakuasi pekerja dari lokasi proyek tersebut, sebelum akhirnya jembatan sepanjang 120 meter tersebut hancur diterjang awan panas.

“Pekerja sudah datang semua. Kita pantau keadaan, sampai jam 12 akhirnya awan panas sampai ke sini,” kata Buhori.

Jembatan Gladak Perak untuk kedua kalinya hancur karena awan panas guguran Semeru.

Tak ada korban jiwa dalam insiden ini. Jembatan yang menghubungkan Kecamatan Pronojiwa dan Candipuro ini juga pernah hancur akibat awan panas guguran Semeru tahun lalu.

Gunung Semeru yang kini berstatus waspada membuat 2.400 orang mengungsi. Sejauh ini, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan.

Tahun lalu, gunung tertinggi di Pulau Jawa ini juga memuntahkan awan panas guguran menyebabkan 51 orang meninggal, dan 10.400 orang mengungsi.

Mitigasi lebih sigap

Petugas mengungsikan warga di sekitar Semeru. Hingga Ahad petang, jumlah yang mengungsi hampir 2.000 orang.

Pakar vulkanologi dari ITB, Mirzam Abdurachman, menilai mitigasi Semeru kali ini lebih baik dari tahun lalu. Masyarakat bisa membaca tanda-tanda alam, dan tidak menyepelekannya.

“Begitu ada tanda-tanda gunung api meletus, mereka sudah bersiap. Meningkat sedikit, mereka sudah mengungsi. Itu bagus sekali. Sehingga pelajaran tahun lalu, itu sepertinya masih membekas di kita semua,” katanya kepada BBC News Indonesia.

Selain itu, menurut Mirzam, sistem peringatan dini juga sudah berjalan lebih baik dari tahun lalu. Peringatan dini lebih dipahami oleh masyarakat.

“Early warning system-nya semakin komplet, masyarakatnya sudah menerima dengan baik, artinya diterima informasinya.”

Semeru tidak erupsi dan polanya sudah pasti

Warga mengevakuasi kambing di kawasan yang sempat disapu awan panas guguran (APG) Gunung Semeru di Dusun Kajar Kuning, Desa Sumberwuluh, Lumajang, Jawa Timur, Senin (5/12/2022).

Ahli geofisika, Surono, mengatakan apa yang terjadi pada Semeru dalam tiga tahun berturut-turut bukanlah erupsi atau letusan awan panas.

Awan panas yang keluar saat ini berasal dari tumpukan lahar yang keluar dari perut Semeru kemudian membentuk “kubah dan lidah lava”. Bagian atas kubah dan lidah lava ini sudah membeku laharnya, tapi masih ada yang cair di dalamnya.

“Waktu barang ini pecah. Kemudian longsor. Itu memproduksi awan panas. Karena ini produknya dari guguran kubah lava, dan lidah lava, itu maka disebut awan panas guguran, orang sebut APG,” katanya menjelaskan perbedaan letusan awan panas dengan awan panas guguran.

Status Gunung Semeru dari ‘Siaga’ menjadi ‘Awas’ atau dari Level III menjadi Level IV, terhitung per pukul 12.00 WIB, hari Minggu (04/12), kata BNPB.

Sebagai gambaran “bencana letusan awan panas” pernah terjadi pada Gunung Merapi pada 2010 yang menelan 353 korban jiwa. Awan panas tersebut langsung berasal dari perut gunung.

“Kalau Semeru kan tidak, [awan panas berasal] dari onggokan lava. Kemudian longsor. Menimbulkan awan panas. Itu yang terjadi di Semeru. Makanya arahnya ke situ-situ saja,” tambah Surono.

Arah yang dimaksud Surono adalah bagian timur-tenggara Semeru, khususnya aliran sungai Besuk Kobokan.

Pada tahun lalu, Surono mengkritik banyaknya korban jiwa akibat awan panas Semeru tahun lalu disebabkan banyak pembangunan tata ruang tidak berbasis dengan peta rawan bencana. Pemukiman yang terdampak berada di jalur awan panas guguran.

Ia menambahkan, selama masih ada permukiman warga di jalur awan panas guguran ini maka risiko kematian akan terus ada.

“Masalah nyawa kan nggak bisa tawar menawar. Alam kan seperti itu. Nggak mungkin kita engineering [rekayasa]. Yang kita engineering masyarakatnya… Ya, kecuali memang mau setiap tahun akan begini, ramai,” kata Surono.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sudah tidak ada warga terdampak bencana tahun lalu yang masih tinggal di lokasi yang sama. Lebih dari 50% warganya kini sudah direlokasi tempat tinggalnya.

Warga yang direlokasi karena rumahnya sudah tenggelam dan rusak oleh abu vulkanik termasuk awan panas Semeru. Mereka sudah menempati 1.951 hunian di Desa Sumbermujur – lokasi yang diklaim lebih aman.

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengklaim ribuan warga yang saat ini diungsikan di Kabupaten Lumajang hanya sebagai langkah antisipasi.

“Kejadian bencana ini, kita nggak bisa menebak, menerka atau memprediksi dengan tepat eskalasi bencananya… Hal seperti ini yang kemudian dicegah. Kita evakuasi dulu penduduk di 11 titik. Jadi kita mengimbau mari kita sama-sama utamakan pencegahan,” katanya.

Sejak kemarin, Gunung Semeru tampak masih meluncurkan awan panas.

Warga dilarang beraktivitas 17 kilometer sepanjang sungai Besuk Kobokan. Warga juga dilarang beraktivitas lima kilometer dari kawah gunung.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.