TILANG ELEKTRONIK BERLAKU, APAKAH PENGENDARA MULAI TERTIB?

JAKARTA, KOMPAS.com – Usai tilang manual dihapuskan, tilang elektronik lewat electronic traffic law enforcement atau ETLE mulai dijalankan.

Regulasi itu bisa membuat petugas kepolisian tak lagi mencegat pengendara di jalanan atau mendirikan pos-pos pemeriksaan dan memberikan surat tilang kepada pengendara yang melanggar aturan lalu lintas.

Pekerjaan polisi lalu lintas itu akan digantikan dengan kamera ETLE statis di beberapa titik dan kamera ETLE dinamis yang bisa dibawa ke mana-mana oleh petugas saat berpatroli di jalanan.

Surat tilang pun akan dikirimkan melalui surat elektronik (surel) ataupun pesan WhatsApp pemilik kendaraan yang melanggar.

Tanpa Surat Tilang Manual, Polisi Mesti Giat Menegur dan Edukasi

Regulasi ini dianggap menjadi solusi yang baik, agar pengendara yang melanggar bisa ditindak secara tepat dan cepat, tanpa harus menunggu tepergok petugas di lapangan.

Serta diharapkan para pengemudi akan selalu berusaha patuh dan tertib aturan lalu lintas yang ada.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno mengungkapkan, kebijakan penghapusan tilang manual, kemudian mengandalkan tilang elektronik, tentunya sangat baik.

“Ya harapannya begitu ya. Tetap kita berharap positif ya (masyarakat tertib),” kata Djoko kepada Kompas.com, Selasa (1/11/2022).

Namun, untuk bisa melihat seberapa efektif tilang itu membuat masyarakat menjadi tertib masih perlu evaluasi lebih lanjut.

Regulasi belum bisa dinilai efektivitasnya karena pelaksanaannya saja baru sepekan.

“Kalau seminggu ya belum bisa lah. Ini kan bukan barang sulap-sulapan, semua itu butuh proses,” ujar Djoko.

“Sesuatu itu tidak ada yang gampang, semua ini butuh proses. Evaluasinya bisa dilakukan sebulan sekali,” imbuhnya.

Sementara, sifat melanggar aturan dan keinginan untuk selalu tertib dalam berlalulintas itu tidak mudah sekali terjadi bagi seluruh masyarakat.

Djoko menceritakan bahwa temannya telah melanggar aturan berkendara karena mengemudikan mobil dengan kencang dan tidak mengenakan sabuk pengaman pada dini hari di sebuah jalan di Jakarta.

Temannya mengira tidak masalah karena saat itu jalanan sepi dan tidak ada petugas polisi yang berjaga di sepanjang jalan tersebut.

Namun, dua hari kemudian teman Djoko mendapatkan pesan melalui WhatsApp terkait pelanggaran yang dilakukannya itu.

“Dikira saat subuh tidak ada polisi jadi aman, tapi akhirnya kedapatan dan disuruh bayar denda,” jelas Djoko.

Menurut Djoko, kasus yang menimpa temannya itu hanyalah salah satu dari persoalan menjaga ketertiban dalam berlalulintas saat berkendara.

Ia meyakini, ada banyak masyarakat yang saat ini juga berpemikiran yang sama seperti temannya itu.

Menganggap bahwa melanggar tak jadi masalah, karena tidak ada petugas polisi yang sedang berjaga.

“Iya polisinya enggak ada tapi kameranya kan ada di mana-mana,” ujarnya.

“Yang penting pemerintah sudah beritahu, sekarang ada tilang elektronik, ini artinya bukan enbgak ada tilang tetap ada tilang cuma elektronik,” tambah dia.

Oleh karena itu, Djoko mengingatkan agar masyarakat tidak berpikir untuk melanggar aturan berkendara hanya karena tidak ada polisi yang berjaga, melainkan untuk keselamatan diri pribadi.

“Memang petugas polisinya belum tentu ada di lokasi atau melihat langsung pelanggaran tersebut, tapi artinya masyarakat juga harus sadar tertib lalu lintas,” tegasnya.
sumber: kompas.

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.