DENPASAR, KOMPAS.com – Hampir 20 tahun setelah insiden Bom Bali membuat Thiolina Ferawati Marpaung mengalami luka mata permanen, berita bahwa Umar Patek yang merupakan salah satu dalangnya bisa dibebaskan lebih awal menimbulkan trauma baru.
Pengurangan hukuman penjara Umar Patek di Indonesia berarti dia dapat dibebaskan dengan pembebasan bersyarat sebelum Pulau Dewata menandai peringatan 20 tahun Bom Bali pada Oktober.
Serangan Bom Bali pada 12 Oktober 2002 menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia.
“Bukannya saya tidak menghormati hak orang lain, tetapi dia sudah menyakiti para penyintas dan keluarga dengan tindakan jahat dan tidak manusiawinya,” kata Marpaung kepada kantor berita AFP melalui telepon dari Denpasar, dikutip pada Kamis (25/8/2022).
Bau asap memicu ingatan yang jelas tentang ledakan Bom Bali yang membuat pecahan kaca merobek matanya, kata Marpaung.
Umar Patek–anggota kelompok yang berafiliasi dengan Al Qaeda dan ditangkap di kota yang sama di Pakistan tempat Osama bin Laden dibunuh–harus tetap dipenjara, katanya.
“Tolong biarkan dia menjalani apa yang pantas dia dapatkan sebagai narapidana teror, tidak seperti pencuri ayam yang bisa dengan mudah kita maafkan,” kata perempuan berusia 47 tahun itu.
Indonesia beralasan, Umar Patek sudah melepas keyakinan ekstremisnya setelah menyelesaikan program deradikalisasi.
Dia mendapat remisi atau pengurangan hukuman pada 17 Agustus karena telah menjalani dua pertiga dari hukuman 20 tahun penjara dan menunjukkan kemajuan menuju reformasi, kata Teguh Wibowo, juru bicara kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jawa Timur.
“Dia patuh menjalani program deradikalisasi dan berperilaku baik di penjara,” kata Wibowo, merujuk pada skema rehabilitasi Indonesia untuk membuat narapidana teror meninggalkan ekstremisme dan berjanji setia kepada negara.
Bom Bali yang terjadi di kelab malam dan bar adalah yang paling mematikan dalam sejarah Indonesia.
Para pelaku Bom Bali dieksekusi mati dengan diikat berdampingan di tiang kayu lalu ditembak regu tembak di Nusakambangan pada 2008 setelah penyelidikan bertahun-tahun.
Korban Bom Bali sebut remisi Umar Patek penghinaan
Umar Patek diketahui membuat bom yang digunakan di Bom Bali. Dia ditangkap dengan imbalan 1 juta dollar AS (Rp 14,81 miliar) di kepalanya setelah hampir 10 tahun buron.
Jaksa hanya menuntut hukuman seumur hidup untuk pria berusia 52 tahun itu atas tuduhan pembunuhan berencana, karena dia menunjukkan penyesalan dalam persidangan pada 2012.
Setiap pembebasan dari penjara harus disetujui oleh Kementerian Kehakiman Indonesia.
Bagi mereka yang selamat dari insiden Bom Bali, sulit membayangkan Umar Patek meninggalkan penjara dan menjalani kehidupan normal.
“Jauh di lubuk hati saya, saya tidak bisa menerimanya tetapi saya mencoba,” kata Chusnul Chotimah, korban selamat lainnya yang menderita luka bakar parah dan menyisakan bekas luka di wajah serta tubuhnya.
Australia juga marah dengan pengurangan hukuman Umar Patek. Negara itu kehilangan 88 warganya dalam Bom Bali, paling banyak dari 21 negara yang warganya tewas.
Albanese mengatakan, dia tidak bisa berkata apa-apa selain “penghinaan” atas tindakan Umar Patek, dan berujar bahwa pembebasannya yang lebih awal hanya akan memperbarui penderitaan serta trauma bagi duka keluarga korban.
Akan tetapi, Chotimah pernah bertemu dengan kerabat Umar Patek dan mengaku mereka juga menderita dari tragedi Bom Bali.
Chotimah (52) juga berusaha berdamai dengan apa yang terjadi padanya, meskipun ada kemungkinan pembebasan Patek sebelum peringatan Bom Bali yang mengubah hidupnya.
“Semakin lama saya menyimpan dendam, semakin sakit hati saya,” pungkasnya.
sumber: kompas