MENOLAK LUPA : ULUNG SITEPU PEJUANG 45 YANG TERLUPAKAN

Dalam rangka menyongsong dan merayakan hari ini Rabu 17 Agustus 2022 HUT Kemerdekan RI yang ke – 77 ijinkan kami menampilkan sosok Bapak ULUNG SITEPU yang lahir pada tahun 1917 dan dibesarkan di desa Sukanalu Simbelang di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu pejuang 45 yang mungkin generasi now tidak mengetahuinya bahwa di daerah mereka ada salah satu pejuang 45 yang terlupakan dalam sejarah perjuangan di Sumatera Timur dan sekitarnya dalam merebut NKRI dari tangan penjajah Belanda mau pun Jepang yang akhirnya presiden Soekarno dan Hatta memplokamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan merupakan salah satu tambahan catatan sejarah di daerah ini dan agar masyarakat utamanya generasi muda mengetahuinya, semoga.

“Sitepu adalah salah satu nama sub marga dari marga Karo-Karo yang merupakan marga utama dari 5 (lima) marga yang ada di suku Batak Karo yang ada di Taneh Karo Simalem yang terpusat di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, yaitu Sembiring, Ginting, Perangin-Angin dan Tarigan ”

Ulung Sitepu ataupun Brigadir Jenderal Ulung Sitepu merupakan seorang tokoh militer, pejuang 45 di daerah Sumatera Utara dan sekitarnya yang lahir pada tahun 1917 di desa Sukanalu Simbelang Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, aktif sebagai anggota TNI Angkatan Darat dengan masa dinas1945–1965, dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal.

Beliau pernah menjabat Gubernur Sumatera Utara ke-8, yang sejak tanggal 15 Juli 1963 hingga 16 November 1965. Dia tidak dapat mengakhiri priode jabatannya (5 tahun) dikarenakan dituduh terlibat dengan gerakan G30S/PKI oleh Pemerintahan Orde Baru, walau pun hingga saat ini tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan. (wikipedia.org).

Pendahulunya Raja Junjungan Lubis, pengganti beliau pada waktu itu Eny Karim (penjabat), kemudian digantikan lagi oleh Roos Telaumbanua (penjabat). Selanjutnya Marah Halim Harahap sebagai gubernur periode berikutnya.

BrigJend Ulung Sitepu adalah Tokoh Karo Pejuang 45 dan seorang Nasionalis tulen dan tidak pernah berafiliasi dengan partai politik manapun termasuk PKI (Partai Komunis Indonesia) pada masanya, Masyarakat di Sumatera Utara khususnya masyarakat Karo tahu pasti bahwa beliau adalah seorang nasionalis dan cinta kepada NKRI sampai akhir hayatnya, dimana pada tahun 1963 terjadi pergantian gubernur Sumatera Utara dari Eny Karim ( 8 April 1963 s/d 16 Juli 1963, wikipedia.org).

Pada waktu itu tidak ada kesepakatan mufakat dalam menentukan siapa yang layak menjadi Gubernur Sumatera Utara ke 8 pada tahun 1963 antara Partai Komunis Indonesia (PKI), Parta Nasional Indonesia maupun Partai Islam dan parta pendukungnya sehingga dicari jalan tengah dengan dicalonkanlah dari unsur TNI yang pada waktu itu kebetulan Presiden Soekarno menujuk Bapak Kolonel Ulung Sitepu dari pihak TNI Angkatan Darat.

Sebagai prajurit TNI yang notabene pejuang 45, beliau bersedia dan patuh sebagai prajurit kepada penunjukan Presiden Soekarno pada Juli 1963 dan kebetulan pencalonan tersebut secara aklamasi didukung sepenuhnya oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) dan para pendukung partai lainnya, dan akhirnya pada tanggal 8 April 1963 Bapak Kolonel Ulung Sitepu (pada waktu pelantikan beliau masih berpangkat Kolonel) menjadi Gubernur Sumatera Utara ke 8 menggantikan Eny Karim.(pejabat sementara)
Dia tidak dapat mengakhiri periode jabatannya (5 tahun) karena ditangkap dan dituduh mendukung gerakan G30S/PKI, walaupun hingga saat ini tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan secara hukum maupun fakta di lapangan. Dia dijatuhi hukuman mati, tetapi hukuman itu kemudian diubah menjadi penjara seumur hidup.

Pada tangal 30 September 1965 terjadi yang kita kenal dengan Peristiwa G-30-S/PKI adalah peristiwa yang sangat berpengaruh dalam sejarah masyarakat Indonesia. Paska peristiwa ini pluralitas ideologi di Indonesia mulai dibatasi. Tidak hanya pembatasan terhadap pluralitas ideologi (terutama ideologi Marxisme-Leninisme yang dilarang untuk dipelajari dan disebarkan), pembantaian jutaan manusia yang dituduh sebagai kader/simpatisan PKI (Partai Komunis Indonesia) juga terjadi pascaperistiwa tersebut.(https://philosophyangkringan.wordpres…), dimana Bapak Kolonel Ulung Sitepu yang pada masa tersebut menduduki jabatan Gubernur Sumatera Utara ditangkap oleh Pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto

Kemudian diadili oleh Pengadilan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) dengan tuduhan terlibat langsung maupun tidak langsung dalam Peristiwa G-30-S/ PKI hanya karena pada waktu pencalonan beliau yang karena patuhnya kepada instruksi pemimpinya Bapak Presiden Soekarno untuk menduduki jabatan Gubernur Sumatera Utara dan kebetulan didukung secara aklamasi oleh partai Nasional, partai Agama dan PKI (Partai Komunis Indonesia) maka dianggap bahwa beliau berafiliasi kepada PKI.
Padahal beliau adalah seorang Nasionalis yang sejak awal adalah Nasionalis sejati dan cinta kepada NKRI dan karena sebagai prajurit TNI siap untuk menerima tugas apapun yang diemban dan patuh kepada pimpinan tertinggi waktu itu Bapak Presiden Soekarno serta resiko tugas apapun yang akan menimpa dirinya beserta keluarga, sehingga sampai akhir ayatnya beliau beserta istri di rumah pribadinya kamar beliau di Jalan Pasar Baru No. 5 Padang Bulan Medan dipajang foto Presiden Soekarno ukuran lebih kurang 100 X 60 cm hitam putih, melebihi dari ukuran fotonya bersama keluarganya.
Masyarakat di daerah Sumatera Utara dan sekitarnya yang pada tahun 1945 dikenal dengan sebutan Daerah Sumatera Timur tahu persis bahwa beliau adalah seorang nasionalis sejati pejuang 45. Berdasarkan informasi keluarga pernah ada kejadian seseorang yang mungkin merasa pernah dibantu sewaktu menjabat di TNI maupun sebagai Gubernur Sumatera ada yang datang ke rumah menitipkan sesuatu yang dikemas dalam tas dan dititipkan ke istri beliau. Ketika beliau pulang dari kantor dan mendapat informasi dari keluarga ada titipan tas kepada beliau baru diketahui bahwa tas tersebut berisi sejumlah uang yang cukup besar yang membuat beliau marah dan saat itu juga tas tersebut beserta uang utuh di dalamnya untuk segera dikembalikan kepada pemiliknya. Itulah salah satu kenangan dalam keluarga yang tidak pernah akan dilupakan oleh keluarga pejuang 45 yang berjuang dengan tulus tanpa pamrih.

Akibat peristiwa G30S/PKI, Pengadilan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). mengadili Bapak Brigjen Ulung Sitepu dengan tuduhan terlibat langsung maupun tidak langsung Peristiwa G30S/PKI, Bapak Brigjen Ulung Sitepu kemudian divonis dengan Hukuman Mati, walaupun tuduhan tersebut tidak terbukti sampai akhir hayatnya karena memang beliau adalah seorang Nasionalis sejati yang cinta kepada NKRI dan seorang salah satu Pejuang 45 dari provinsi Sumatera Utara dan seangkatan dengan Bapak Jenderal Djamin Ginting (Pahlawan Nasional), dan Bapak Selamat Ginting (Pa Kilap). Berdasarkan putusan Pengadilan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) beliau dijatuhi hukuman mati, tetapi hukuman itu kemudian dikurangi menjadi penjara seumur hidup. Walaupun sampai akhir hidupnya tuduhan yang ditimpakan tidak dapat dibukti secara hukum yang pada waktu tuduhan yang ditimpakan kepadanya penuh dengan rekayasa sesuai dengan keinginan penguasa Orde Baru pada waktu itu.(wikipedia).

Akhirnya pada tahun 1989 beliau dibebaskan oleh Pemerintahan Orde Baru setelah mendekam di penjara “Orde Baru” selama 24 (dua puluh empat) tahun lamanya, dan sampai akhir hayatnya tuduhan keterlibatan beliau langsung maupun tidak langsung sampai saat ini tidak dapat dibuktikan, biarlah Tuhan yang maha pengasih dan penyayang mengetahui yang sebenarnya termasuk para hakim pemutus perkara maupun jaksa penuntut pada waktu itu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di akhirat nantinya.

Nama Ulung disebut dalam autobiografi Alex Kawilarang Untuk Sang Merah Putih (1998, hlm. 148) yang disusun Ramadhan KH. Sewaktu pecah Agresi Militer Belanda II, Kapten Ulung dan pasukannya memasuki daerah Gunung Sinabung. Pasukan di sekitar tempat itu, menurut Alex Kawilarang yang kala itu menjadi komandan TNI di Tapanuli, begitu percaya diri menghadapi Belanda.(tirto.id)

Waktu Komando Tentara dan Teritorium Bukit Barisan yang membawahi sisi utara Pulau Sumatra terbentuk, Ulung meneruskan karirnya di militer. Seturut Gema Bukit Barisan Volume 10 (1982, hlm. 32), Kapten Ulung kemudian ditunjuk menjadi Komandan Batalyon Infanteri 114 pada 1950 yang bermarkas di Banda Aceh (Kuta Raja). Pada November 1950, batalyon pimpinan Ulung itu dikirim untuk membantu Komando Indonesia Timur.(tirto.id) sehubungan dengan terjadinya pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kahar Muzakkar pernah berlangsung mulai 1950 sampai 1965. Peristiwa yang terjadi di Sulawesi Selatan ini dilakukan oleh pasukan Kahar dalam dua sesi, yakni 1951-193 dan 1953-1965.(tirto.id)

Kebetulan pada waktu itu Anggota Batalyon Infanteri 114 yang ditugaskan ke Sulawesi Selatan banyak prajuritnya yang berasal dari Batak Karo yang dikirim yang masih dalam status bujang, sehingga banyak dari anggota infantri ini sepulang dari tugas pengamanan yang memperistrikan gadis dari daerah Sulawesi terutama gadis Menado dari daerah Sulawesi Utara.

Anggota infantri tersebut banyak berasal dari milisi militer yang pada bulan Oktober 1945 di Sumatera Timur sendiri telah terbentuk beberapa milisi militer antara lain Laskar Napindo (PNI) yang dipinpin oleh Bapak Djamin Ginting (bukan Bapak Djamin Ginting pahlawan Nasional) yang lebih dikenal dengan panggilan Pa Kilap yang waktu itu berpangkat Mayor tidak meneruskan karier militernya dan cenderung berkiprah di jalur politik yaitu menjadi anggota dan pimpinan PNI (Partai Nasional Indonesia), Laskar Hisbullah (Masyumi), Pesindo, Perkindo, dan TKR. Di Sumatera Timur TKR (Tentara Keamanan Rakyat) terbentuk pada 10 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Achmad Tahir. Para milisi ini dilengkapi persenjataan hasil rampasan dari tentara Jepang.

Perlu dijetahui bahwa pada tanggal 9 November 1945 pasukan sekutu dibawah pimpinan Ted Kelly akhirnya mendarat di Medan. Pasukan ini ditunggangi oleh NICA. Sehingga pada 1 Desember 1945 meletuslah perang bersejarah yang dikenal sebagai “Perang Medan Area”. Sebuah perang panjang yang dilatar belakangi oleh provokasi pihak sekutu terkait papan “Fixed Boundaries Medan Area”.
Pada bulan Oktober 1945, di Sumatera Timur sendiri telah terbentuk beberapa milisi militer. Misalnya, Laskan Napindo (PNI), Laskah Hisbullah (Masyumi), Pesindo, Perkindo, dan TKR. Di Sumatera Timur TKR terbentuk pada 10 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Achmad Tahir. Para milisi ini dilengkapi persenjataan hasil rampasan dari tentara Jepang. Oleh sebab itu, Ted Kelly mengultimatum para milisi tersebut untuk menyerahkan senjata meraka. Dan tentu saja ditentang oleh pihak pejuang.(tirto.id)

Bapak Ulung Sitepu pernah menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dari tanggal 15 September 1960 – 15 Juli 1963 sampai dilantik menjadi Gubernur Sumatera Utara ke-8.

Koran Het Nieuwsblad voor Sumatra (1950) menyebut Ulung hadir dalam penyambutan Wakil Presiden Hatta di Berastagi. Sekitar 1951, seperti disebut Dua Windhu KODAM-I/Iskandar Muda (1972:160), Ulung menjadi Kepala Staf Resimen Infanteri I Bukit Barisan.

Ulung menduduki jabatan itu hingga 1955, kala dia akhirnya diangkat menjadi Komandan Resimen Bukit Barisan. Pangkatnya pun naik jadi mayor. Namun, jabatan itu tak lama diembannya. Pada akhir tahun 1955, seturut pemberitaan koran De Preangerbode (3 Desember 1955), Mayor Ulung mulai belajar di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (Seskoad). Jabatan Komandan Resimen Infanteri I Bukit Barisan lalu diserahterimakan kepada Mayor Lahiraja Munthe.

Setahun kemudian, Mayor Ulung sudah berada di Medan lagi. Kali ini, dia diserahi jabatan Kepala Staf Komando Militer Kota Besar (KMKB) Medan.

Saat Kolonel Muludin Simbolon mengumumkan putus hubungan dengan pemerintah pusat pada 22 Desember 1956, Ulung didatangi oleh Komandan KMKB Medan Letnan Kolonel Soegih Arto. Mereka berdua termasuk perwira di Medan yang melawan kebijakan Simbolon waktu itu.

Mereka berencana mengepung rumah Simbolon pada 26 Desember 1956. Soegih Arto kasak-kusuk mengatur pasukan dalam acara makan-makan perayaan Natal di rumah Simbolon. Namun, Simbolon lolos berkat kawalan 400 tentara pimpinan Kapten Sinta Pohan.

Meski Simbolon lolos, Medan dan sekitarnya tidak lagi masuk dalam pengaruh gerakan Simbolon. Di sana masih banyak perwira yang lebih loyal pada pemerintah pusat dan bersedia mengamankan posisi Letnan Kolonel Djamin Ginting.

“Ketaatan kepada pusat yang diperlihatkan oleh sebagian pasukan TNI pada waktu itu, mempunyai latar belakang, motif tersendiri, ialah motif ideologi dan kesukuan. Mayor Ulung Sitepu, kepala staf saya, rupanya adalah orang yang merah dari dulunya. Entah karena keyakinan atau sekedar merah ambisi,” kata Soegih Arto dalam Sanul Daca: Pengalaman Pribadi Letjen (Purn) Soegih Arto (1989, hlm. 113).

Dalam rangka mengatasi masalah di Sumatra Utara itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution kemudian memecah Tentara Teritorial Bukit Barisan menjadi 4 Kodam. Bukit Barisan kemudian dijadikan nama untuk kodam yang berkedudukan di Sumatra Utara.

Panglima Kodam Bukit barisan lalu dijabat Kolonel Djamin Ginting. Ketika Kolonel Abdul Manaf Lubis menjadi Panglima Bukit Barisan (1961-1963), Ulung yang sudah berpangkat Letnan Kolonel ditunjuk menjadi kepala stafnya. Ketika Majelis Permusyawaratan Rakjat Sementara (MPRS) dibentuk setelah Dekret Presiden 5 Juli 1959, Letnan Kolonel Ulung Sitepu juga pernah duduk didalamnya.

Ulung kemudian ditunjuk menjadi Gubernur Sumatra Utara ke-8 sejak Juli 1963. Pengangkatan Ulung itu disebut-sebut berkat campur tangan PKI.

“Berhasil terpilihnya Ulung Sitepu sebagai Gubernur Sumatra Utara itu hal ini dianggap sebagai kemenangan kelompok Progresif Revolusioner,” sebut Muhammad T.W.H. dalam Gubernur Sumatera dan Para Gubernur Sumatera Utara (2006, hlm. 69).

Selama menjabat sebagai gubernur, Sitepu mendukung penuh penyelenggaraan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang (GANEFO) yang diselenggarakan di Jakarta. Dia mulai mengumpulkan dana di Sumatera Utara dan berhasil mengumpulkan dana sebesar 50 juta rupiah untuk permainan tersebut. Selain bantuan finansial, ia juga menyumbangkan 2.400 botol minuman markisa dan puluhan ulos untuk permainan tersebut.(wikipedia)

Pembersihan komunis di Sumatra Utara tergolong keras. Setelah ditangkap, Ulung mulanya disidang dalam Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Semula, dia divonis mati. Tapi, hukumannya diubah menjadi penjara seumur hidup.(tirto.id – pet/fdr)

Peneliti dari Universitas Sumatera Utara meragukan tudingan Sitepu komunis. Peneliti menunjukkan bahwa tidak ada kesimpulan apakah Sitepu ditangkap karena memberikan keuntungan politik kepada anggota Partai Komunis Indonesia atau karena dipercaya oleh Sukarno.(wikipedia)

Istri beliau adalah ibu Bagem bru Ginting Suka yang berasal dari desa Tigabinanga Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara dikaruniai 7 orang anak 2 putra dan 5 putri yaitu 1. Drg Meryoldina Timur bru Sitepu; 2. Drg. Carolina Tambah Sitepu; 3. Marhaeini Derita bru Sitepu, SH; 4. Ir. Dharma Bhakti Sitepu; 5. dr. Ani Karonina Sitepu; 6. Ir. Karya Bhakti Sitepu; dan 7. Dra. Chandra Nina bru Sitepu.

Demikianlah sekelumit sepak terjang karir Bapak BrigJen Ulung Sitepu yang dapat kami rangkum dan informasikan dari berbagai sumber dengan tidak ada maksud apapun agar NKRI ini membalas jasa beliau sebagai PEJUANG 45, kecuali agar ada orang atau lembaga yang dapat membersihkan nama beliau beserta keluarga dengan tuduhan terlibat gerakan G30S/PKI.

Setiap acara Ulang Tahun Provinsi Sumatera Utara keluarga diundang untuk menghadiri atau mewakili Bapak Ulung Sitepu yang pernah menjadi Gubernur Sumatera Utara, keluarga tetap hadir yang dulu dihadiri istri beliau beserta keluaga, sekarang diwakili ahli waris almarhum.
Maaf sekedar bertanya kepada Pemda Sumut apakah benar foto beliau tidak dipajang di kantor Gubernur seperti foto-foto yang pernah menjabat sebagai Gubernur di Sumatera Utara? Semoga ini tidak benar.

Terlampirkan kami tampilkan Acara NJUJUNGI BERAS ULUNG SITEPU (PA TIMUR) dilaksanakan pada hari Minggu, 09 Agustus 1987 jam 08.00 wib s/d selesai bertempat di Losd Desa Sukanalu Simbelang Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Sumut. “https://youtu.be/yVGZICd9JTo ”

Acara tersebut adalah acara pengucapan syukur Adat Batak Karo sebagai ungkapan syukur karena Bapak Ulung Sitepu dan keluarga yang di masyarakat Karo dikenal dengan sebutan Pa Timur (Bapaknya Timur), panggilan beliau sesuai dengan nama anak sulungnya dra. Meryoldina Timur bru Sitepu karena walaupun ditahan selama 24 tahun lamanya beliau dibebaskan dalam keadaan sehat walafiat walaupun umurnya sudah uzur, mungkin ini yang membuat umur Beliau panjang karena dibui selama itu oleh para eksekutornya. Mungkin para eksekutornya yang membuatnya dibui baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung sudah mendahului dia untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di pengadilan akhirat.

Pengucapan syukur ini dilaksanakan di Balai Desa/ Losd Desa, desa Sukanalu Simbelang Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Sumut, desa kelahiran beliau.

Disamping itu beliau juga masih diberi Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang merayakan Pesta Emas Perkawinan 50 (lima puluh) perkawinannya dengan Ibu Bagem bru Ginting Suka (Nande Timur) Pesta Perkawinan Emas 50 Tahun (tanggal 09 September 1942 – 09 September 1992) juga ditempat yang sama di Losd Desa Sukanalu Simbelang Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Sumut pada hari Rabu tanggal 09 September 1992.

Dalam video ini ” https://youtu.be/RbK66cNmDAE ” ibu Bagem bru Ginting Suka (Nande Timur) menceritakan suka dukanya sebagai ibu rumah tangga mendampingi Bapak Ulung Sitepu (Pa Timur) selama 50 (lima puluh tahun) mendampinginya termasuk pada waktu Kapten Ulung kemudian yang ditunjuk menjadi Komandan Batalyon Infanteri 114 pada November 1950 yang bermarkas di Banda Aceh (Kuta Raja) untuk membantu Komando Indonesia Timur.(tirto.id) sehubungan dengan terjadinya pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kahar Muzakkar pernah berlangsung mulai 1950 sampai 1965. Peristiwa yang terjadi di Sulawesi Selatan ini dilakukan oleh pasukan Kahar dalam dua sesi, yakni 1951-193 dan 1953-1965.(tirto.id). Menceritakan suka dukanya bersama para keluarga istri prajurit yang tinggal di Asrama Pasukan di Banda Aceh (Kuta Raja) yang ditinggal suami tugas pengamanan yang cukup lama di Sulawesi Selatan.
Maaf acara dalam bahasa Karo, mungkin suatu saat nanti ada sukarelawan yang dengan sukarela menampilkan teksnya dalam bahasa Indonesia, semoga.

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini.(Rophian Sembiring Gurukinayan).

Foto:
1. Bapak Ulung Sitepu sewaktu.masih aktif di TNI.Angkatan Darat Republik Indonesia.
2. Foto Bapak Ulung Sitepu & Keluarga di Rumah Dinas Gubernur Sumatera Utara tahun 1964.

This entry was posted in Berita, Berita dan Informasi Utk Takasima, Cerita (Turi - Turin), Informasi Untuk Kab. Karo, Taneh Karo Simalem. Bookmark the permalink.