Citayam Fashion Week menjadi viral di media sosial. Tidak sedikit warganet yang memberikan komentar dan tanggapan terhadap keberadaan fenomena ini. Citayam Fashion Week adalah sebuah street fashion yang dilakukan oleh anak-anak remaja di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD). Mengusung konsep Harajuku ala Jepang, Citayam Fashion Week dapat dijumpai di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, tepatnya di Stasiun MRT BNI Dukuh Atas dan Terowongan Kendal. Melihat fenomena ini, saya termenung.
Dari dua hari lalu saya mau menulis. Tapi sekarang saya sempatkan menulis pendapat saya soal ini. Dulu, 15 tahun lalu saya pernah didatangi anak muda yang menawarkan teknologi IT. Mereka mencari mentor dan investor. Karena tekhnologi itu baru. Membutuhkan mentor enterpreneur untuk menjadikanya sebagai business model dan meyakinkan stakeholder. Butuh investor agar rencana bisnis jadi kenyataan. Saya berhasil gandeng lab tekhnologi di Zuhai, China dan sayang sekali dalam perjalanan anak muda itu lebih memilih menjual ide itu untuk kemudian jadi pekerja saja.
Orang Indonesia itu terkenal sangat creative. Mereka bisa jadi apa saja dan bisa membuat apa saja. Cobalah, perhatikan. Memang kita doyan beli barang tekhnologi dari luar negeri. Tetapi kita jago untuk memperbaikinya. Apapun itu. Apa artinya? SDM kita mumpuni. Lantas mengapa tidak berkembang? itu karena negara tidak punya kreatifitas memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang. Jadi kalau boleh disimpulkan. Rakyat Indonesia kreatif tapi pemerintah tidak kreatif. Daripada saya cerita panjang lebar soal bagaimana caranya kreatif mendukung rakyat. Sebaiknya saya ceritakan saja yang sudah terjadi di China.
Tahun 2010 berawal dari PonyMa dan teman temannya yang sekarang sudah jadi miliarder bidang IT, seperti WeChat dll. Mereka awalnya mengembangkan bisnis mereka di cafe. Di cafe itu mereka bertemu dan saling bertukar pikiran. Di cafe itu juga mereka bertemu dengan mentor. Kemudian di cafe itu juga kali pertama mereka gunakan untuk tempat presentasi kepada investor. Di cafe itu juga mereka bertemu dengan pihak lain yang punya ide bisnis yang bisa bersinergi dengan mereka. Dari cafe itulah lahir enterprenuer besar di China sekarang
“ Mengapa kita tidak buat tempat khusus untuk menampung kaum muda yang creative. Tempatnya nyaman untuk kerja dan bersantai. Kalau kita dukung tempat itu, kita tidak akan rugi. Karena kalau kita butuh mitra tekhnologi, tahu dimana mereka berada. Kalau kita butuh tekhnologi mendukung supply chain, tahu dimana mereka. Setidaknya anak muda itu, punya ruang lebih baik daripada kita dulu” Kata mereka. Dari Ide sederhana itu berdirilah Makerspace. Ruang pembuat atau ruang kreatfitas di seluruh China. Dan setahun setelah itu pemerintah China memberikan dukungan. Sejak tahun 2010 ide itu dicanangakan. Kini sudah ada lebih dari 50 makerspace.
Di Shenzhen ada 6 makespace. Tempatnya di daerah downtown. Gedungnya terdiri dari ruang kerja bersama seperti cafe, ya memang cafe. Kemudian di gedung itu dilengkapi dengan kantor perwakilan dari semua industri yang butuh tekhnologi. Juga ada kantor lembaga keuangan dari bank sampai lembaga venture capital. Ada juga ruang agent trading dan pemasaran yang bisa menjadi mentor para inkubator.
Para anak muda kelas milenial datang ke tempat ini. Dengan ide sederhana, bidang apapun, akan selalu ada teman diskusi dan menguatkan untuk jadi peluang hebat. Apabila buah karya itu mendapatkan kendala, selalu ada teman di makerspace datang dengan solusi. Dan lagi di tempat makerspace itu memang tersedia semua kebutuhan bagi kaum muda untuk berkembang dan sukses. Maklum Makerspace ini di dirikan oleh asosiasi pengusaha bidang real estat, keuangan, konstruksi, manufaktor, logistik, IT dan Telekomunikasi, inevestmet holdng.
” Philosofi kami adalah Toleran, berpikir terbuka, kolaboratif. Di makerspace, mereka menemukan lingkungan di mana mereka dapat benar-benar berusaha dan mengembangkan idea mereka. Menjadikan dream come true karena mendapatkan dukungan terbaik dari lingkungan dan ekosistem bisnis yang ramah. HIdup memang tidak ramah, namun dengan bersama kita jadikan hidup dengan spirit cinta bagi semua.
Kami ambil bagian membina wirausahawan muda itu. Pemerintah juga menyediakan subsidi bagi kaum muda. Setidaknya kalau ide mereka sudah jadi start up bisnis, biaya tetap operasional ditanggung pemerintah sebesar 50%. Sehingga mengurangi resiko bagi angel investor.” Kata teman pengusaha di China. Sebagian besar kini yang jadi miliarder muda di China adalah alumni dari makerspace itu.
Andaikan gegap gempita Citayem itu dijadikan momentum bagi pemerintah dan perusahaan besar untuk menyediakan ruang creative bagi anak muda dan sekaligus tempat bertemunya semua mereka yang mendukung perkembangan creativitas anak muda, tentu akan sangat besar sekali bagi usaha memajukan industri kreatif di Indonesia, setidaknya keberadaan Menteri Kreatif ada manfaatnya.
sumber: Erizeli Jely Bandoro & fb