“ Pah gimana sih politik sekarang. Mama jadi bingung kalau nonton TV. Setiap orang ngomong beda. Entah mana yang benar” Kata Oma sebelum tidur. Saya tersenyum. Baiklah saya jelaskan agar dia engga bingung.
“ Mah, di Indonesia ini kekuatan real ada tiga. Pertama golongan nasionalis, Islam dan TNI.
TNI boleh saja ada di barak. Engga ikutan dalam politik. ” Tetapi jangan pernah coba audit anggaran kami. Jangan pernah langgar konstitusi. Mau main gimana saja kalian terserah. Langgar konstitusi, bedil kami arahkan kepada kalian. ” Kira begitu kata TNI.
Islam, ” silahkan kuasai panggung politik sesuka kalian. Tetapi jangan pernah singgung dan bonsai kami. Jangan lupa uang donasinya. ” Kata mereka.
Kaum nasionalis yang kuasai panggung politik paham bagaimana mengatur ritme permainan diantara mereka agar tidak nyerempet dua kekuatan itu.
Nah tiga kekuatan itu pasti berdamai kalau sudah menyangkut ekonomi. Karena mereka sadar, kekuasan itu omong kosong kalau ekonomi terancam dan bangkrut. Mengapa ? dampaknya akan kepada rakyat. Kalau rakyat marah gara gara perut kosong dan uang tidak bernilai, ya TNI akan arahkan bedil ke rezim. Itu udah dibuktikan tahun 1965. Jatuhnya Soekarno dan Tahun 2001 jatuhnya Gus Dur. Alasan sama tentunya yaitu demi konstitusi.
Makanya antar elite partai itu, mereka sebenarnya tidak nyaman duduk diatas kursi kekuasaan. Mereka juga ketar ketir menghadapi situasi ekonomi dunia yang serba tidak pasti. Belum lagi antar mereka saling ancam. Ada yang gandeng islam, dan lainnya gandeng TNI, ada juga yang gandeng pemodal. Saling perkuat posisi tawar. Belum lagi saling sandera kasus “ Gantian dong berkuasa. Jangan elo terus” Kira kira begitu teriaknya.
Engga ada yang benar benar kuat. Para elite politik sangat paham sekali mereka bagaimana melakukan trade off. Makanya kita baik baik saja.
“ Ah suara rakyat penentu. Engga penting partai” Kata Oma nyeletuk
“ Duh, Ahok itu kurang apa? elektabilitasnya tinggi. Track record terbukti hebat. Jujur dan amanah. Tetapi engga sulit dikalahkan oleh Aneis. Mama bisa saja katakan itu politik identitas. Tapi itulah mesin partai. Mesin partai itu Mah, bisa melakukan apa saja diluar jangkauan pikiran kita. Mama lihat antar partai musuhan, padahal di belakang mereka berunding bagaimana menentukan siapa menang dan siapa kalah. Dan hebatnya TNI ikut terlibat dalam perundingan itu. Mengapa? Ya TNI punya kepentingan untuk stabilitas politik.”
“ Itu Jokowi, dia bukan elite partai. Bukan jenderal. Bukan ulama. Tetapi dia bisa jadi presiden, Itu kan bukti real bahwa dukungan rakyat yang menentukan. bukan partai”Kata Oma.
“ Terlalu naif mama. Dibalik kemenangan itu ada kelompok kepentingan yang menentukan. Makanya mereka dapat share dari kekuasaan Jokowi. Ada yang jadi ring 1 presiden. Ada yang jadi menteri. Belum lagi yang dapat konsesi bisnis dan bisnis rente. Lah PS dan Sandi yang tadinya lawan Jokowi, eh dapat jatah menteri. Itu engga gratis. Itu trade off namanya.
Kalau memang karena rakyat penentu segala galanya kemenangan, ngapain Jokowi harus share kekuasannya kepada mereka. Banyak orang hebat yang bisa bekerja jujur dan amanah untuk negeri ini , tapi engga dapat share. Karena dianggap engga penting. Paham ya sayang” Kata saya.
“Bodolah. Mending tidur aja. Capek ati mikirin politik” Kata oma.
sumber: Erizeli Jely Bandoro & fb