PERANG UKRAINA: CERITA SERDADU DI GARIS DEPAN DONBAS MENAHAN GEMPURAN RUSIA

Pasukan Ukraina sudah memegang kendali atas wilayah Donbas sejak tahun 2014, meminggirkan perlawanan milisi pro-Rusia. Tentara Ukraina masih menguasai kawasan ini, tapi pertempuran sporadis kini telah berubah menjadi perang berskala besar.

Letnan Denys Gordeev terbiasa berperang, tapi bukan dalam kondisi yang seperti ini. “Situasi sudah menjadi jauh lebih sulit. Kami menghadapi serangan bom dan roket setiap hari, setiap saat, setiap jam,” katanya.

Meskipun telah menghabiskan delapan tahun memerangi kelompok yang didukung Rusia di Donbas, Gordeev dan anak buahnya sekarang menghadapi pasukan Rusia yang mengerahkan kekuatan penuh.

Setelah mundur dari Kyiv tiga pekan lalu, Rusia memfokuskan kembali target militer mereka di Ukraina timur, dengan tujuan merebut seluruh wilayah Donbas.

Rusia telah memindahkan banyak unit tempur ke timur. Sejumlah pejabat negara Barat memperkirakan Rusia sekarang mengerahkan sekitar 76 Batalyon Taktis, yang masing-masing memiliki sekitar 800 orang, di wilayah tersebut.

Para pimpinan negara Barat juga menyebut beberapa bukti bahwa Rusia sudah memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan pada awal invasi.

Kondisi Rusia disokong fakta bahwa medan pertempuran mereka sekarang lebih sedikit dan bergerak di bawah komando terpadu.

Konsekuensi dari kondisi Rusia itu adalah keharusan pasukan Ukraina untuk mempertahankan garis depan pertempuran di Donbas sepanjang 480 kilometer.

Pasukan Ukraina sudah kalah di beberapa lokasi dan diyakini akan tumbang di lebih banyak tempat pada hari-hari mendatang. Militer Rusia, di sisi lain, terus menyerang demi menemukan titik lemah di pertahanan Ukraina.

Sejauh ini Rusia telah menguasai kota Izium di utara Ukraina serta di sekitar Severedonetsk dan Popasna di kawasan timur.

Rusia melakukan serangan dari berbagai arah, meski belum ada terobosan besar yang mereka lakukan.

Letnan Gordeev berkata, dia dan anak buahnya mengalami efek dari situasi ini. Sehari sebelum kami bertemu mereka, salah satu anak buah Gordeev terbunuh dan lima lainnya terluka.

Jumlah korban itu hanya sebagian kecil dari korban di kubu Ukraina setiap hari, meskipun sampai saat ini tidak ada angka resmi.

Kami mencoba mengunjungi rumah sakit lapangan terdekat tapi otoritas medis menyatakan mereka terlalu sibuk untuk berjumpa dengan jurnalis.

Jadi apakah ini merupakan capaian besar pasukan Rusia yang sudah diramalkan secara luas sebelumnya? Atau apakah ini hanya awal dari serangan gencar Rusia lainnya? Tidak ada jawaban yang jelas.

Untuk saat ini sebagian besar tentara Rusia menggunakan artileri dan roket untuk menghancurkan pertahanan Ukraina. Beberapa pakar militer memperkirakan serangan yang lebih besar masih mungkin dilancarkan oleh Rusia.

Dan pasukan Ukraina, termasuk kelompok yang dipimpin Letnan Gordeev, tampaknya akan bertahan. Namun sejumlah pakar menilai jumlah pasukan Ukraina tiga kali lebih kecil dibanding Rusia.

Para pakar juga memperkirakan bahwa Ukraina mungkin harus melakukan segala cara untuk mempertahankan kota-kota utama demi menyulitkan pasukan Rusia.

Letnan Gordeev mengizinkan saya untuk melihat garis depan pertempuran selama jeda singkat kontak tembak. Di sebuah pos komando, mereka membuat pojok doa yang dilengkapi salib serta patung dan gambar Bunda Maria.

Pasukan Ukraina berdoa untuk kemenangan. Tapi garis depan bukan tempat untuk kontemplasi atau kedamaian. Di sana Anda masih bisa mendengar ledakan artileri.

Dalam perjalanan singkat ke parit di garis depan, Letnan Gordeev memberi tahu saya bahwa mortir dan penembak jitu adalah ancaman yang terus-menerus mereka hadapi. Mereka berselisih jarak 600 meter dari pasukan Rusia.

Lanskap sebagian besar pedesaan kawasan itu terbuka. Garis pepohonan memberikan perlindungan, tapi kami cukup dekat untuk mendengar ledakan dan tembakan senjata ringan.

“Tentara Rusia terus berdatangan ke wilayah Ukraina. Kami tidak tahu kapan mereka akan berhenti menyerang. Kami tidak tahu kapan perjalanan mereka berakhir,” kata Gordeev.

Sebelum perang ini meletus, Letnan Gordeev adalah seorang pengacara. Dia berharap suatu hari nanti bisa kembali ke kehidupan lamanya. Namun untuk saat ini Gordeev fokus memenangkan perang.

Di bawah parit, jauh dari pandangan musuh, suasana terlihat lebih santai, meskipun wajah lelah para prajurit menunjukkan ketegangan pertempuran.

Para prajurit itu menunjukkan kepada kami beberapa senjata yang mereka gunakan, antara lain senapan mesin berat Soviet DschK, yang digunakan dalam konflik di seluruh dunia, dan berbagai granat berpeluncur roket.

Persenjataan ini sebagian besar merupakan peninggalan era Uni Soviet. Pasukan ini juga dengan bangga memamerkan sebuah rudal antitank yang dibuat dan dipasok Inggris.

Salah seorang anak buah Letnan Gordeev dilatih oleh militer Inggris untuk menggunakan rudal itu, sesaat sebelum perang dengan Rusia pecah.

Mereka sejauh ini sudah menggunakannya untuk menghancurkan tank Rusia. “Kami membutuhkan senjata ini,” kata Gordeev berulang kali.

Rusia, kata Gordeev, adalah negara militer. Sebaliknya, Ukraina tidak memiliki kemampuan merawat persenjataan. Senjata yang diberikan negara Barat, menurutnya, akan sangat mempengaruhi hasil perang ini.

Letnan Gordeev menyebut moral pasukannya tetap tinggi. Mereka berjuang untuk mempertahankan tanah air mereka.

Namun Presiden Rusia, Vladimir Putin, menginginkan dan membutuhkan sesuatu yang dapat disebutnya sebagai kemenangan.

Dia mungkin ingin meraih target itu pada 9 Mei mendatang, sekaligus untuk merayakan parade hari kemenangan Rusia.

Ukraina mungkin memiliki waktu untuk bertahan, tapi itu mungkin berfaedah jika pasokan senjata dari Barat terus mengalir dan jika mereka dapat menahan serangan gencar Rusia.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.