Xhardy – Mungkin pembaca ada yang kelewatan soal berita mengenai aksi demo yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).
Tapi demo ini mirip sekali dengan demo yang dilakukan oleh PA 212. Persamaannya adalah, dua-duanya sama-sama mengenaskan.
Saat PA 212 demo, aksi mereka tidak laku karena masyarakat saat itu sedang heboh dengan parade MotoGP di Jakarta. Sedangkan aksi BEM SI ini juga sama, tenggelam oleh berita soal dipecatnya Terawan dari IDI. Mengenaskan dan kalah pamor, hahaha. Kaciannnnnnn.
Jadi BEM SI ini kembali turun ke jalan kemarin. Jumlahnya hanya ratusan orang, sama kayak jumlah massa PA 212.
Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan. Dan hebatnya lagi, mereka memberikan waktu 14 hari kepada pemerintah untuk menyampaikan sikap. Wuihhh, hebat bener adik-adik mahasiswa ini. Seolah kalau misalnya pemerintah tidak mengeluarkan pernyataan sikap, mereka mau ngamuk gebrak meja dan tinju dinding? Hebat, hebat.
Salah satu tuntutan mereka adalah soal penundaan pemilu dan masa jabatan presiden selama 3 periode. Mau bersikap gimana lagi? Pemerintah sudah menyatakan tidak ada niat menunda pemilu. Skema pemilu dan tanggal pemilihan pun sudah ditentukan. Jokowi juga tegas menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden hingga 3 periode.
Jadi mereka ini sebenarnya buta informasi atau kurang piknik? Masa mahasiswa tidak tahu berita dan cari informasi. Jangan-jangan mereka ini malah korban dari framing dan narasi busuk dari kadrun. Kalau benar begitu, malu-maluin mahasiswa aja. Masa mahasiswa bisa dikadalin ama kadrun? Mau taruh di mana mukanya?
Tuntutan selanjutnya adalah soal IKN. Mereka menolak pemindahan ibu kota. Mereka menuntut agar pemerintah mengkaji ulang.
Lah, IKN sudah disahkan dalam rapat paripurna. RUU IKN pun sah jadi UU. Yang menolak hanya ada satu partai, siapa lagi kalau bukan PKS, yang tentu saja bukan hal yang mengherankan.
Jadi kalau PKS menolak pemindahan ibu kota, dan BEM SI juga menolak, bisakah kita menyebut kalau mereka ini satu komplotan atau satu hati dan satu jiwa?
Halo, adik-adik mahasiswa, dulu mungkin kalian mendapatkan respek dan dukungan dari masyarakat. Tapi sekarang, banyak yang sinis dan kurang begitu percaya lagi dengan kalian. Apalagi banyak demo yang berbau politis dan seolah disetir oleh pihak-pihak tertentu.
Beberapa tuntutan kalian terdengar aneh, tidak nyambung dan tidak up to date, yang bisa ditangkap sebagai nuansa politis.
Apalagi gaya yang keterlaluan saat mengkritik seolah mereka ini bukan mahasiswa.
Malulah sama mahasiswa luar negeri yang di otaknya adalah belajar dan menciptakan berbagai inovasi yang mutakhir. Mereka ini label mahasiswa tapi perilaku dan manuvernya sangat memalukan para mahasiswa. Kerjanya cuma demo, demo dan demo.
Sekalian aja nanti saat mau melamar kerja masukkan prestasi demo ke dalam CV. Prestasi: demo 100 kali dalam kurun waktu 5 tahun. Ini keren sih menurut saya. Tidak ditemukan di CV lain yang mana prestasi mahasiswa biasanya antara lain sebagai ketua entah apa, menang lomba, menang olimpiade studi tertentu, penemu ide brilian dan sebagainya.
Tuntutan yang lain masih bisa terbilang masuk akal. Tapi kalau menuntut soal isu penundaan pemilu, presiden tiga periode dan pemindahan ibu kota, rasanya ini sudah sangat politis. Kemungkinan besar ada yang mendompleng dan bermain di balik layar.
Padahal pemerintah sudah tegas dan komitmen. Tapi isu ini tetap saja diulang seperti kaset rusak. Mungkin tujuannya agar narasi ini masuk ke dalam benak masyarakat sehingga mereka yakin bahwa ada niat tidak baik dari pemerintah dalam hal pemilu dan kekuasaan presiden.
Oposisi dan kadrun tentu senang isu ini terus digoreng. Harapannya, kesabaran masyarakat habis dan bisa diprovokasi untuk membuat kekacauan politik dan sosial. Syukur-syukur, presiden bisa digoyang hingga jatuh.
Bukankah itu tujuan utama mereka? Kalau bukan, ngapain kelompok penikmat nasi bungkus itu selalu teriak turunkan Jokowi tiap kali gelar aksi demo? Apa pun isu demonya, endingnya selalu minta Jokowi turun dari jabatannya. Preettt lah.
Bagaimana menurut Anda?
sumber: seword