Jakarta, CNN Indonesia — Sebanyak 54 siswa di SMAN 1 Padang Panjang, Sumatra Barat terpapar covid-19 sejak diberlakukannya kembali pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada 4 September 2021.
Temuan itu bermula saat salah seorang murid yang menunjukkan gejala Covid-19 di lingkungan asrama, berupa demam dan kehilangan indera penciuman. Meski terdeteksi sebagai sebuah gejala potensi covid, sang anak masih ditempatkan di dalam satu asrama dengan siswa lainnya.
“Namun, beberapa hari setelah sekolah dimulai, ada salah seorang murid yang sakit dan menunjukkan gejala Covid-19, namun murid tetap dicampur antara yang sehat dan yang sakit,” kata salah saeorang wali murid yang enggan diungkap identitasnya kepada CNNIndonesia.com pada Sabtu (11/9).
“Kan sudah ada yang terpapar, namun mereka tetap dicampur antara yang sehat dengan yang menunjukkan ciri-ciri terpapar Covid-19,” jelasnya.
Hingga kemudian, sambungnya, dilakukan test PCR secara massal. Diperoleh data sebanyak 54 orang terpapar virus corona.
Kemudian, meskipun beberapa murid tidak terpapar Covid-19 yang dibuktikan dari hasil test PCR, namun diketahui juga mengalami sakit tenggorokan, demam, dan sebagainya, sehingga membuat para wali murid cemas. Hingga saat ini, kata dia, murid tetap dicampur di asrama yang sama. Para siswa tidak diperbolehkan pulang kerumah.
“Beberapa murid lainnya beberapa murid menjadi takut dan cemas,” lanjut wali murid itu.
Kepala Sekolah, SMA N 1 Padang Panjang, Sefriadi membenarkan bahwa sebanyak 54 murid tersebut terpapar Covid-19 setelah diadakan test PCR secara massal.
“Benar. Hasil test PCR baru keluar tadi malam setelah magrib,” kata Sefriadi.
Pihaknya mengklaim telah melakukan penelusuran dengan beberapa anak yang berdekatan dengan murid yang positif Covid-19 tersebut.
“Namun tidak ada yang mengaku atau menyatakan mereka pernah melakukan kontak erat dengan temannya itu,” sebutnya.
Dia mengakui siswa yang terindikasi Covid-19 dan yang sehat memang dicampur dan digabung karena mereka tidak menyebut ada keluhan khusus. Pihak sekolah memberiksan catatan kepada siswa agar tidak melakukan kontak erat satu sama lain sebelum hasil tes keluar.
Sefriadi menyebut pihak sekolah melakukan isolasi mandiri di asrama yang dibuat partisi berdasarkan tingkat gejala yang dirasakan.
“Maka, untuk sekarang, murid tetap di asrama dengan kondisi seperti tadi sebelum melakukan tracing,” katanya.
Sefriadi mengatakan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan prokes, dan sekolah tatap muka juga tidak ada indikasi pemaksaan.
Namun ketika mereka sudah masuk asrama, mereka memang tidak diperbolehkan lagi untuk keluar asrama guna menghindari aktivitas yang tidak terpantau. Selain itu, sebelum dilakukan sekolah, setiap siswa juga diwajibkan melakukan rapid tes.(Nya/ain)
sumber: cnnindonesia.com