Nafys Seword – Mungkin, banyak yang tidak tahu ada perbedaan “kelakuan” oknum MUI di masa pemerintahan SBY dengan Presiden Jokowi saat ini.
Ada yang mau tahu?
Mari kita bahas lebih dalam secara perlahan namu pasti…
Pertama, umat dan rakyat Indonesia harus paham bahwa Majelis Ulama Indonesia ini ternyata sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Tidak percaya?
Coba perhatikan link situs MUI yang beralamat di https://mui.or.id/sejarah-mui/
Dalam situs tersebut, jelas tertulis jika MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Setiap LSM pasti membutuhkan biaya untuk operasional mereka. Salah satu pemasukan uang yang besar bagi MUI selama ini adalah dari sertifikat halal.
Penulis tidak masalah jika makanan dan minuman memiliki sertifikat halal, toh dalam aturan agama memang tidak boleh makan dan minum yang haram.
Tapi penulis juga bingung, apa hubungannya sertifikat halal untuk kulkas, makanan kucing, panci, rantang, wajan dan tisu toilet? Sumber
Barang-barang di atas bukan untuk dikonsumsi oleh manusia, lalu kenapa mesti mendapatkan sertifikat halal?
Apakah ini “taktik” bisnis yang saling menguntungkan?
Perusahaan elektronik sengaja membuat sertifikat halal untuk kulkas karena mereka tahu mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, sehingga dengan adanya sertifikat halal tersebut, mereka berharap produknya akan dibeli oleh puluhan juta rakyat Indonesia.
Hitungan kasarnya, jika satu kulkas yang sudah memiliki sertifikat halal harganya Rp 1 juta rupiah, dan 150 juta rakyat Muslim membelinya karena ada sertifkat halal, bisa dibayangkan berapa besar keuntungan yang diperoleh perusahaan hanya dari satu produk saja?
Jadi, semakin banyak perusahaan yang membayar sejumlah uang untuk mendapatkan sertifikat halal dari MUI, maka semakin banyak pula pemasukan bagi mereka.
Sebuah hubungan yang saling “menguntungkan” bukan?
Pertanyannya, ada yang tahu berapa banyak uang yang masuk ke MUI dari program sertifikat halal?
Jadi ingat pernyataan Inspektur Jenderal Kementerian Agama Mochammad Jasin tahun 2014 silam yang mengatakan bahwa pemasukan yang didapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak bisa dipertanggungjawabkan.
“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat tak bisa mengaudit MUI,” kata Jasin. Sumber
Jasin mengatakan duit sertifikasi laiknya diurus negara. Pemasukan sertifikasi halal juga harusnya masuk penerimaan negara bukan pajak sehingga otoritas sertifikasi halal wajib diaudit secara berkala.
“MUI hanya melakukan sesekali audit. Itupun kalau dibutuhkan,” ujarnya. Yang bisa masuk mengaudit MUI sekarang, kata dia, hanyalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sumber
Aneh tapi nyata, sebuah LSM bernama MUI yang lahir pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta (masa Orde Baru) sampai masa pemerintahan SBY, bisa memegang kewenangan penuh atas proses sertifikasi halal, sejak pendaftaran, pemeriksaan hingga penerbitan sertifikat dan kita rakyat kecil tidak pernah tahu berapa banyak uang hasil sertifikasi halalnya.
Tidak heran jika pihak MUI pernah memuji prestasi SBY setinggi langit di akhir masa jabatannya pada tahun 2013 silam.
“MUI merasa bersyukur dan memberikan apresiasi karena negara kita telah mencapai prestasi yang luar biasa. Bahkan lebih dari negara-negara lain,” ujar Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sumber
Dalam pertemuan dengan SBY tersebut, Ma’ruf didampingi jajaran ketua MUI, antara lain Anwar Abbas dkk
Pada tahun 2015, kita juga mendapatkan informasi dari Ketua Bidang perekonomian dan produk halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan Shaberah bahwa alokasi bantuan dari pemerintah ke MUI sebesar Rp 3 miliar bermula sejak era pemerintahan SBY.
Saat itu, MUI melakukan audiensi dengan Presiden untuk mengajukan dana untuk penyelenggaraan operasional MUI sebesar Rp 30 miliar yang dianggap rasional sesuai dengan kebutuhan MUI.
Setelah itu, kedua belah pihak menyepakati anggaran untuk MUI menjadi Rp 10 miliar. Akan tetapi, seiring penerapan kebijakan anggaran di semua lembaga dan kementerian, dana bantuan dipangkas 70 persen menjadi Rp 3 miliar.
“Selama enam tahun berjalan kita dapat Rp 3 miliar. Pada 2014 anggaran itu tersendat karena dinilai tidak punya payung hukum. Lalu keluar Perpres Nomor 151 Tahun 2014 yang membolehkan negara memberikan bantuan pendanaan kepada MUI,” kata Amidhan Shaberah Sumber
Pada saat yang bersamaan, Amidhan Shaberah juga komplain jika pemerintahan Presiden Jokowi saat itu belum mencairkan dana bantuan sosial.
“Ya, sampai saat ini 2015 nyatanya belum turun. Kami harap secepatnya bisa turun,” kata Amidhan. Sumber
Untuk tahun anggaran MUI tahun 2015, Menteri Agama saat itu mengatakan jika pemerintahan Presiden Jokowi menggelontorkan dana bansos sesuai pengajuan program, bukan dalam bentuk uang tunai langsung.
Pada tahun 2019 lalu, di masa Presiden Jokowi, sertifikasi halal tidak lagi menjadi kewenangan MUI tetapi diserahkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag).
Pada tahun 2021, Kemenag juga mengeluarkan sertifikat halal bagi UMKM secara gratis!
Entah berapa banyak pemasukan dari program sertitikat halal yang diterima MUI selama ini, tetapi sekarang kewenangan tersebut diserahkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) yang merupakan bagian resmi dari pemerintahan Presiden Jokowi.
Lalu, bagaimana dengan jejak digital Anwar Abbas yang merupakan salah satu petinggi di MUI?
Yuk kita bahas lebih dalam…
Setelah ditelusuri, ternyata nama Anwar Abbas ini sudah ada di dalam kepengurusan MUI sejak periode 2005-2010 Sumber, periode 2010-2015 Sumber, periode 2015-2020 Sumber dan juga masih tetap bertahan di MUI untuk periode 2020-2025 nanti. Sumber
Penulis sempat berbahagia, ketika Din Syamsuddin yang setuju penguasa orde baru (Soeharto) diberikan gelar Pahlwan dan genk 212 seperti Bachtiar Nasir, Zaitun Rasmin, Yusuf Martak dkk terdepak dari kepengurusan MUI sejak tahun 2020 lalu.
Tetapi penulis masih heran kenapa Anwar Abbas ini masih ada di dalam MUI saat ini?
Bukankah beliau pernah mengatakan bahwa oposisi yang menamakan dirinya Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) adalah gerakan moral dan diperkukan?
Gerakan moral tapi admin KAMI di Medan malah ngaku ada ajakan untuk membuat kerusuhan di Indonesia seperti tahun 1998 silam.
Apakah gerakan membuat kerusuhan itu gerakan moral ya Pak Anwar Abbas?
Penulis pernah mengangkat jejak digital Anwar Abbas ini meminta penghargaan nobel perdamaian yang diterima oleh Mohammed El Baradai dicopot karena menurutnya El Baradai ini adalah salah seorang tokoh utama di balik penggulingan Presiden Mursi yang terpilih secara sah dan demokratis.
Meskipun link-nya sudah dihapus dalam situs internal Muhammadiyah setelah penulis up info ini tahun 2020 lalu, tetapi jejak digitalnya masih bisa dilihat! Wkwkwkwk
Jika Anwar Abbas “membela” Mursi dengan dalih Mursi adalah Presiden Mesir yang terpilih secara sah dan demokratis, lalu kenapa Anwar Abbas mengatakan pihak oposisi KAMI yang “anti” terhadap Presiden Jokowi sebagai gerakan moral? Bukankah Presiden Jokowi merupakan Presiden Indonesia yang terpilih 2 kali secara sah dan demokratis seperti Mursi?
Pada tahun 2020 lalu, Anwar Abbas ini pernah mengancam mundur dari Sekjen MUI terkait rencana sertifikasi penceramah, faktanya program sertitifikasi penceramah ini diusulkan sendiri oleh MUI tahun 2018 lalu. Ops….
Katanya mau mundur, tapi beliau masih di MUI sampai tahun 2025 nanti. Xixixixi
Yang terbaru, Anwar Abbas mengatakan Presiden Jokowi cukup 2 periode karena rakyat sudah muak?
Rakyat yang mana?
Rakyat proyek mangkrak Hambalang warisan SBY yang pernah dipuji oleh MUI karena SBY orang pertama yang membuat program bansos ke MUI Rp 3 miliar?
Lagi pula, jika rakyat muak dengan Presiden Jokowi, kenapa beliau bisa terpilih lagi secara demokratis oleh mayoritas rakyat Indonesia sebagai Presiden di Indonesia untuk periode kedua?
Akhir kata, apakah sebuah kebetulan jika Anwar Abbas yang sudah lama di MUI ini ‘tidak suka” dengan Presiden Jokowi karena Presiden Jokowi tidak meneruskan bansos ke MUI sebanyak Rp 3 miliar dalam bentuk uang seperti masa SBY?
Apakah ini juga terkait dengan kebijakan Presiden Jokowi yang mengalihkan kekuasaan sertifikat halal yang selama ini menjadi “sumber pemasukan” besar bagi MUI kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag)?
Silahkan rakyat menilainya sendiri…
Wassalam,
Nafys Seword
sumber: seword