Nafys Seword – Tadi penulis membaca sebuah berita di media nasional tentang curahan hati SBY yang membuat dirinya merasa bangga. SBY mengaku bangga karena selama menjadi Presiden tidak satu orang pun yang dapat mendikte dirinya dalam mengambil keputusan.
“Yang saya bangga adalah tidak satu orang pun yang bisa mendikte saya,” tegas SBY.
Pernyataan itu disampaikan SBY saat menjadi narasumber dalam siaran televisi ‘Rosi’ di Kompas TV beberapa tahun yang lalu.
Lantas potongan video pernyataan SBY tersebut dibagikan ulang oleh salah satu politisi Demokrat, Yan Harahap pada Sabtu, 21 Agustus 2021 lalu.
Ada yang percaya dengan omongan SBY tersebut?
Lalu, bagaimana dengan 2 kasus di bawah ini?
Kasus Narkoba Schapelle Leigh Corby
Corby merupakan seorang warga negara Australia yang ditangkap di Bandara Ngurah Rai 8 Oktober 2004 karena kedapatan membawa sekitar 4 kg mariyuana di dalam tasnya. Karena aksinya tersebut, pengadilan menjatuhi hukuman 20 tahun untuk wanita berusia 34 tahun ini. Pada saat itu, Corby sudah menjalani lebih dari tujuh tahun masa penahanannya.
Setelah Corby ditangkap, Kedubes RI di Canberra, Australia juga sempat menerima ancaman. Ancaman ini terkait dengan makin dekatnya Schapelle Corby akan divonis. Ancaman yang ditujukan ke Kedubes berupa teror melalui telepon dan surat elektronik (e-mail).
“Saya tidak bisa memberikan informasi rinci karena polisi federal sedang bekerja,” ujar Dubes RI, Imron Cotan, kepada The Canberra Times seperti dilansir news.com.au.
Selama persidangan Corby berlangsung, Kedubes RI juga kerap menerima telepon maupun e-mail dari warga Australia.
“Mereka bukan hanya sekadar perhatian terhadap kasus Corby tapi terkadang mengancam kami,” keluh Imron. Sumber
Warga Australia ditangkap karena menyelundupkan narkoba di Indonesia lalu, pihak kedubes Indonesia di Australia juga dapat ancaman tapi pemerintahan SBY malah mau memberikan grasi kepada warga asing tersebut?
Salah satu elit Demokrat yang menjabat sebagai Menkum HAM saat itu bernama Amir Syamsuddin, menyebut ada dua poin utama yang menjadi pertimbangan Presiden SBY akhirnya mengabulkan permohonan grasi yang diajukan oleh pihak Corby.
Pertama, Corby hanya menyelundupkan ganja sebesar 4,2 kilogram. Corby juga tidak terkait dengan usaha penyelundupan narkoba tingkat berat ke Indonesia.
“Corby tidak berkaitan dengan heroin dan lainnya yang memang berat. Dia betul-betul ganja. Ganja pun tidak dalam jumlah yang sampai ratusan kilo seperti itu,” ujar Amir. Sumber
Padahal, apa yang disampaikan elit Demokrat tersebut bertolak belakang dengan putusan Hakim Kasasi. Pada 12 Januari 2006, melalui putusan kasasi, MA memvonis Corby kembali menjadi 20 tahun penjara, dengan dasar bahwa narkotika yang diselundupkan Corby tergolong kelas I yang berbahaya.
Kedua, Amir menyebut Corby layak mendapatkan grasi karena sudah menjalani delapan tahun masa tahanan di Indonesia. Seperti tahanan lainnya, seharusnya Corby berhak mendapatkan remisi sebanyak 5 tahun dari 20 tahun hukumannya di Indonesia.
Apakah elit Demokrat tersebut pura-pura tidak tahu bahwa syarat mendapatkan remisi adalah berkelakuan baik selama mengikuti pembinaan di Lapas?
Dan faktanya, Corby pernah melanggar aturan ketat.
“Corby semula diusulkan untuk mendapat pengurangan hukuman selama dua bulan, terpaksa dibatalkan, karena kedapatan memiliki, menyimpan dan menggunakan alat komunikasi telepon (HP),” kata Kepala Lapas Denpasar, Ilham Djaya. Sumber
Jadi alasan yang dikemukan oleh elit Demokrat tentang dua poin utama yang menjadi pertimbangan Presiden SBY untuk mengabulkan grasi oleh “ratu mariyuana” Corby tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Makanya tidak heran jika Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat mengatakan SBY munafik.
“Munafik itu adalah tidak selaras antara kata dengan perbuatan. Salahkah kalau rakyat ini mengatakan bahwa SBY itu munafik?” ketusnya. Sumber
Tantowi Yahya, Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar saat itu mengatakan bahwa apa yang oleh SBY itu tidak hanya memperlihatkan ketidakseriusan pemerintahan SBY dalam memerangi narkoba tetapi juga mempermalukan Indonesia!
“Namun, faktanya berbeda dengan realita di lapangan. SBY bukan saja tidak mendukung implementasi Inpres itu, tetapi justru mempermalukan dan memperlemah fungsi serta tugas BNN dan masyarakat dalam memberantas narkoba,” ujarnya.
Dan fakta yang terbantahkan, SBY adalah Presiden pertama dalam sejarah republik yang memberikan ‘pengampunan’ bagi narapidana narkoba. Sumber
Setelah SBY memberikan grasi 5 tahun kepada Corby, pemerintah Australia melalui Menteri Luar Negeri mereka yang bernama Bob Carr memuji SBY sebagai teman yang hebat bagi Australia.
Dia orang hebat, dia teman yang hebat bagi Australia,” kata Carr seperti dilansir harian Australia, News.com.au. Sumber
Apakah ini sebuah kebetulan bahwa inisiatif pemerintahan SBY membebaskan Corby muncul setelah memanasnya hubungan kedua negara akibat skandal penyadapan yang dilakukan oleh intelijen Australia terhadap Indonesia saat itu?
“Jadi, pembebasan Corby layak diibaratkan tukar guling antara pemerintah Indonesia dan Australia. Dengan bebasnya Corby, citra pemerintahan Australia di bawah Perdana Menteri Tonny Abbot membaik. Sedangkan pemerintah Indonesia diduga hanya meminta kepada ASD agar tidak lagi membocorkan hasil penyadapan ke komunitas pers mana pun,” ungkap anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo.
Pada saat itu, beredar informasi di dunia maya bahwa hasil penyadapan yang dilakukan oleh intelijen Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat Indonesia, akan diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dikabarkan data-data tersebut dapat membantu KPK untuk membongkar kasus-kasus megakorupsi yang berhubungan dengan Istana.
Jadi ingat pernyataan Arief Poyuono saat itu yang menyebutkan bahwa isi dari hasil penyadapan intelijen Australia merupakan data-data mengenai adanya dugaan korupsi termasuk kasus korupsi Hambalang.
“Akhirnya data-data tersebut diserahkan kepada KPK. Siapa-siapa pemain dalam kontrak karya, akhirnya kasus Century juga terbuka. Data itu akan dibuka ke publik dan diserahkan kepada beberapa LSM Indonesia,” kata staf diplomatik itu seperti dituturkan kembali oleh Arief. Sumber
Kasus Penghargaan Kerajaan Inggris kepada SBY
Ada yang masih ingat jika Presiden Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menerima gelar Knight Grand Cross in the Order of Bath dari Kerajaan Inggris?
Itu merupakan gelar prestisius dari pemerintah Inggris yang hanya diberikan kepada segelintir orang.
SBY merasa tersentuh karena dia diberikan jamuan mewah saat ke Inggris untuk mendapatkan gelar tersebut.
Anehnya, persetujuan itu diberikan sebulan setelah bersamaan dengan pemberian gelar Knight Grand Cross in the Order of the Bath oleh Ratu Elizabeth II kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 31 Oktober 2012. Saat kunjungan itu, Perdana Menteri Inggris David Cameron memberikan kejutan dengan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden SBY atas persetujuan kepada BP Berau. Sumber
Setelah SBY dapat gelar istimewa dari kerajaan Inggris, lalu perusahaan Inggris yang bernama British Petroleum (BP) Berau Ltd dapat proyek miliar dollar di Papua?
Hmmm…
Jika Presiden Jokowi secara tegas menolak pemberian grasi terhadap terpidana mati kasus narkoba selama ini, sedangkan SBY adalah Presiden pertama dalam sejarah republik Indonesia yang memberikan ‘pengampunan’ bagi narapidana narkoba bernama Corby. Dan pembebasan ini muncul setelah memanasnya kasus penyadapan oleh pihak Australian Signals Directorate (ASD) terhadap pemerintah SBY.
Setelah 1 bulan SBY mendapatkan penghargaan dari kerajaan Inggris, lalu perusahaan Inggris mendapat proyek miliar dollar di Papua.
Apakah semua ini sebuah kebetulan?
Silahkan rakyat Indonesia untuk menilai sendiri apakah benar SBY adalah orang yang tidak bisa didikte selama beliau jadi Presiden?
Wassalam,
Nafys Seword