AFGANISTAN: LEMBAH PANJSHIR KAWASAN MUJAHIDIN YANG TAK PERNAH JATUH KE TANGAN TALIBAN, ‘KAMI TAHU HARI INI AKAN DATANG’

“Saya menulis dari Lembah Panjshir hari ini, dan siap mengikuti langkah ayah saya, dengan para pejuang Mujahidin dan siap kembali menghadapi Taliban.”

“Kami punya simpanan amunisi dan senjata yang kami kumpulkan dengan sabar sejak zaman ayah saya karena kami tahu hari ini akan datang.”

Pernyataan yang diterbitkan Kamis lalu (19/08) di The Washington Post, memastikan rumor bahwa pasukan perlawanan Taliban kembali terbentuk di Lembah Panjshir, hanya sekitar 113 kilometer di utara Kabul.

Kata-kata itu ditulis oleh Ahmad Massoud, putra pemimpin legendaris Mujahidin Ahmad Shah Massoud, yang memimpin pasukan pembebasan dari Panjshir dan berhasil dalam menghadapi Soviet dan kemudian Taliban.

Wartawan BBC Yalda Hakim dalam cuitannya menulis, “hanya tiga jam dari Kabul, Wakil Presiden @AmrullahSaleh2 dan para pejuang anti-Taliban bermain voli – Lembah Panjshir, Agustus 2021.”

Berita tentang bangkitnya pasukan perlawanan anti-Taliban itu muncul setelah Taliban menguasasi ibu kota Kabul dengan foto-foto tank Humvee dengan bendera Afghanistan.

Selain itu juga muncul berita tentang kemungkinan perundingan damai kelompok itu dan Taliban. Tapi bagaimana sejarah pasukan perlawanan ini?

Kawasan ini bertahan dari pendudukan pasukan Soviet pada 1980an dan juga Taliban pada 1990an (1996-2001), dan menjadi markas bagi penentang kelompok milisi itu.

“Dalam sejarah kontemporer Afghanistan, Panjshir tak pernah ditaklukkan, oleh pasukan asing dan juga Taliban,” kata wartawan BBC Afghanistan, Mariam Aman.

“Dalam dua dekade terakhir, kawasan ini dianggap sebagai wilayah paling aman di Afghanistan dan juga kawasan perlawanan bagi banyak orang Afghanistan,” kata Aman kepada BBC Mundo.

Sekarang ini, hanya Lembah Panjshir, dari 34 provinsi Afghanistan yang belum takluk di tangan Taliban.

Kepala Departemen Ekonomi Panjshir, Abdul Rahmad mengatakan minggu ini, “Kami siap menghadapi Taliban untuk kedua kalinya.”

Pesannya, senada dengan wakil presiden Amirullah Saleh yang berada di Lembah Panjshir. Dalam cuitannya dia menulis, “Saya tidak akan pernah berkhianat atas jiwa dan peninggalan pahlawan saya Ahmad Shah Massoud.”

Amirullah menyebut diri sendiri sebagai “presiden sementara yang sah dengan absennya Presiden terpilih Ashraf Ghani yang lari dari Afghanistan dan tinggal di pengasingan.”

Saleh, mantan kepala dinas rahasia Afghanistan, menyerukan rakyat untuk bergabung dengan kelompok perlawanan di lembah itu.

Pesan itu diserukan kepada mayoritas rakyat Afghanistan, kata Mariam Aman.

Saleh diduga berada di Panjshir bersama putra Ahmad Massoud yang disebut sebagai “Singa Panjshir”, panglima perang yang memimpin pasukan anti-Taliban.

Namun apa kuncinya Lembah Panjshir bisa bertahan dan tidak pernah ditundukkan oleh Taliban selama ini?

Benteng alami

Jurang dan tebing Panjshir merupakan benteng alami, dan jalan masuk ke kawasan pegunungan terjal itu amat sulit.

Dilintasi Sungai Panjshir, lembah ini sangat dekat dengan pegunungan Hindu Kush yang membentang antara Afghanistan dan bagian barat laut Pakistan.

Jalur ini penting bagi tentara Alexander Agung dan Tamerlane atau Tamburlaine Agung, penakluk nomaden besar Asia Tengah.

Kawasan ini juga memiliki sumber alam seperti tambang zamrud, bendungan pembangkit listrik tenaga air, dan tenaga angin.

Amerika Serikat sendiri lebih mementingkan pembangunan prasarana seperti jalan-jalan dan menara transmisi radio untuk menerima sinyal dari ibu kota Kabul.

Namun, daerah kantung ini secara ekonomi kurang vital.

“Kawasan ini sangat cocok untuk perang gerilya, namun tidak strategis, tak begitu dekat dengan pelabuhan penting. Tidak ada industri sehingga tidak ada sumbangan bagi produk domestik bruto negara itu,” kata wartawan Afghanistan, Haroon Shafiqi, dari BBC World Service.

“Yang paling penting adalah kawasan ini memiliki jalan raya. Yang paling dekat adalah Salang Pass [Lintas Salang],” kata Shafiqi.

“Pada 1997, Taliban memotong semua rute ke Panjshir dan semua yang tinggal di sana kekurangan makan,” tambah Shafiqi.

Namun, perlawanan di lembah ini berlanjut.

Saat ini penduduk di kawasan ini berjumlah antara 150.000 dan 200.000 jiwa, sebagian besar berasal dari etnis Tajikistan, atau sekitar seperempat dari 38 juta orang yang tinggal di Afghanistan.

Secara historis, penduduk di sana memang merupakan anti-Taliban.

“Simbol perlawanan”

Tokoh utama perlawanan anti-Talliban dalam sejarah Panjshir adalah Ahmad Shah Massoud, gerilyawan Mujahidin yang dibunuh oleh Al-Qaeda, dua hari sebelum serangan 11 September 2001. Ia memimpin perjuangan untuk otonomi di kawasan itu pada 1980an dan 1990an.

Dijuluki “Singa Panjshir” (Panjshir berarti lima singa), fotonya bisa ditemukan di banyak tempat di Ibu Kota Afghanistan, mulai dari monumen, baliho dan poster di jendela-jendela toko, serta sepanjang Provinsi Panjshir.

“Panjshir digunakan sebagai benteng pertahanan Ahmad Shah Massoud selama perang Afghanistan-Soviet [pada tahun 1980an],” kata wartawan BBC, Aman.

“Lembah itu menjadi simbol perlawanan saat itu dan juga kemudian dalam perang berbagai faksi Mujahidin dan Taliban, dari pertengahan 1990an sampai 2001 [ketika kekuasaan Taliban berakhir].”

Wartawan BBC Afghanistan itu mengatakan “sejak kematian Massoud pada 2001, kawasan itu tetap menjadi markas rakyat Afghanistan dalam menghadapi Taliban.”

Ahmad Shah Massoud adalah seorang panglima perang yang dihormati banyak orang Afghanistan.

Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Hamid Karzai dan sejak 2012, setiap tanggal 9 September, hari kematiannya dirayakan sebagai hari para martir dan hari Ahmad Shah Massood.

Wakil Presiden Amirullah Saleh — yang berasal dari Panjshir dan etnis Tajikistan, dulu adalah bagian dari Sekutu Utara, panglima perang yang berada di garis depan dalam menghadapi Taliban pada 1990an.

Ada juga suara-suara yang menyebutkan Mujahidin adalah penjahat perang.

Menurut penyelidikan Human Rights Watch pada 2005, “Ahamd Shah Massood disebutkan terlibat dalam banyak pelanggaran” yang dilakukan pasukan militer di bawah komandonya selama perang di Afghanistan.

“Kami tahu hari ini akan datang”

Bagaimanapun, salah seorang yang merasa lega karena lembah ini digunakan untuk perlawanan adalah putra pemimpin gerilya itu sendiri, Ahmad Massoud, yang kini berusia 32 tahun.

Wakil Presiden Saleh tampak berfoto bersama dengan Massoud pada Senin, 16 Agustus. Berbagai foto yang disebarkan di media sosial menunjukkan mereka siap bekerja sama.

Dalam kolom opini yang diterbitkan Kamis (19/08) di The Washington Post, putra “Singa Panjshir” itu mengatakan para pejuangnya memiliki dukungan militer dari tentara Afghanistan serta pasukan khusus yang memiliki “amunisi dan senjata” di gudang yang secara sabar mereka simpan sejak masa ayahnya karena mereka tahu “hari ini akan datang” (hari saat Taliban kembali berkuasa).

Tetapi ia meminta bantuan.

“Perlawanan Mujahidin menghadapi Taliban dimulai sekarang, namun kami perlu bantuan,” tulis Massoud.

“Bila panglima perang Taliban meluncurkan serangan, mereka tentu akan menghadapi perlawangan sengit dari kami […] Namun kami tahu, pasukan militer kami dan logistik tak akan cukup. Perlengkapan kami akan habis dengan cepat kecuali jika mereka teman-teman kami di Barat dapat menemukan cara untuk memasok kami tanpa penundaan.”
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *