Xhardy – Kemarin terjadi aksi unjuk rasa tolak PPKM di Bandung yang berakhir ricuh.
Sebanyak 150 orang diamankan polisi. Tiga orang dinyatakan reaktif usai menjalani tes swab antigen. “Dari hasil sementara untuk swab antigen, ternyata sudah ada tiga orang dinyatakan reaktif,” kata Kapolrestabes Bandung Kombes Ulung Sampurna Jaya.
Massa aksi sendiri sebelumnya ricuh saat melakukan aksi demo tolak PPKM di Bandung. Polisi membubarkan dan mengamankan sejumlah orang.
Dan seolah mengulang kembali style demo-demo sebelumnya, pelajar dikerahkan. Sudah paham, kan, kalau pelajar ikut demo, berarti demo ini sudah pasti adalah bagian dari politisasi sebuah isu. Ini bukan gerakan murni unjuk rasa, tapi ada maksud lain yaitu memancing keributan dan gejolak sosial.
Mereka yang diamankan berjumlah 150 orang. Rata-rata dari mereka berstatus sebagai pelajar. 9 orang mahasiswa, 35 pelajar SMA, 6 pelajar SMP dan 34 lainnya warga biasa. Selain membuat ricuh, mereka yang diamankan juga tidak menerapkan protokol kesehatan. Mereka tak memakai masker bahkan berkerumun. Mereka menutup jalan sehingga terjadi kemacetan panjang, melakukan perusakan.
Tak hanya itu, polisi juga menemukan demonstran yang membawa molotov. Molotov itu didapat dari lima orang demonstran. Kelimanya saat ini sudah diamankan untuk dilakukan pemeriksaan mendalam.
Seperti yang tadi saya jelaskan di awal, ini bukan unjuk rasa tolak PPKM, tapi upaya membuat kerusuhan dengan kedok menolak PPKM Darurat. Pengerahan pelajar adalah buktinya. Pelajar tahu apa soal PPKM Darurat dan pandemi? Mereka cukup belajar saja, bukan ikut demo karena masih belum paham masalahnya.
Apalagi kalau sudah membawa bom molotov. Mana ada demo bener itu sampai bawa bom molotov, kecuali memang niatnya bikin rusuh doang. Maka mungkin ada yang membiayai mereka dan mensponsori demo ini. Kejadian ini adalah ulangan dari demo penolakan RUU KPK, RKUHP dan RUU Cipta Kerja. Ada pengerahan pelajar dalam membuat kerusuhan. Dalangnya? Kalau melihat pola ini, maka dalangnya sama. Kelompok yang sedang pusing mencari cara untuk mengganggu pemerintah lewat politisasi isu pandemi.
Pelajar ini, meski masih dianggap bocil, tapi banyak yang tidak punya otak. Disuruh apa pun, mau saja melakukan. Dibayar sedikit, langsung jadi kerbau dicocok hidung. Otaknya mampet, tidak bisa paham akibat dari apa yang diperbuat. Tidak bisa berpikir, kalau sudah tertangkap, maka dia tidak akan dibantu.
Buat polisi, rasanya sudah perlu dibuat sebuah aturan baru atau setidaknya hukuman lain yang lebih keras. Jangan hanya ditangkap, lalu buat pernyataan maaf pakai materai, dijemput orang tua lalu kasus selesai. Kalau prosedurnya begini terus, tak akan ada rasa takut. Besok-besok ya kumat lagi gilanya.
Berikan hukuman, apa pun itu, misalnya hukuman sosial, misalnya jadi relawan Covid-19 biar paham kengerian di lapangan. Atau suruh kerja bersihkan sampah dan kekacauan akibat demo tadi. Biarkan mereka merasakan capek bekerja. Enak aja bikin rusuh lalu pulang begitu saja.
Inti dari semua ini adalah tindakan tegas. Harus tegas. Ketegasan berbanding lurus dengan tingkat jera. Semakin tegas, maka bisa bikin makin jera.
Sebenarnya di beberapa daerah, sudah ada demo terkait penolakan PPKM Darurat. Tapi di Bandung ini yang agak kacau. Semoga saja tidak diikuti oleh daerah lain. Rasa-rasanya, sejak pemerintah umumkan perpanjangan PPKM Darurat hingga 25 Juli, ada yang mulai serius merancang situasi agar masyarakat membangkang dan melakukan perlawanan.
Coba pikir, setelah amati situasi politik di negara ini, kalian pasti setuju kalau kelompok sebelah sangat haus dan lapar akan kekuasaan. Bahkan sangat ngeri melihat nafsu mereka dalam melakukan segala cara. Isu apa pun pasti akan dijadikan senjata politik untuk berseteru dengan pemerintah.
Memangnya mereka tidak akan manfaatkan kegelisahan rakyat terkait PPKM Darurat untuk melancarkan aksi lain? Kesempatan ini terlalu sayang untuk dilewatkan, bukan? Alasannya, sangat mudah memancing emosi masyarakat di kala susah seperti ini. Dikompori sedikit saja sudah cukup kok.
Seperti yang pernah dikatakan Ngabalin, pemerintah kerja double, mengatasi pandemi sekaligus menangkis serangan dari sampah demokrasi atau warga kelas kambing.
Bagaimana menurut Anda?
sumber: seword