COVID DI INDONESIA: PRESIDEN JOKOWI ‘BUKA BERTAHAP’ PPKM DARURAT PADA 26 JULI, TAPI ADA SYARATNYA

Presiden Joko Widodo menyatakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat akan dibuka secara bertahap pada 26 Juli mendatang jika “tren kasus terus mengalami penurunan”.

Dalam pernyataan kepada publik, Presiden Jokowi menegaskan PPKM Darurat yang diterapkan sejak 3 Juli lalu merupakan kebijakan yang tidak bisa dihindari.

“Ini dilakukan untuk menurunkan penularan Covid dan mengurangi kebutuhan masyarakat untuk pengobatan di rumah sakit sehinga tidak membuat lumpuhnya RS lantaran overkapasitas pasien Covid serta agar layanan kesehatan pasien dengan penyakit kritis lainnya tidak terganggu dan terancam nyawanya,” papar Jokowi, pada Selasa malam (20/07).

Lebih lanjut, Presiden mengeklaim bahwa data menunjukkan penambahan kasus dan kepenuhan bed rumah sakit (BOR) mengalami penurunan setelah dilaksanakan PPKM Darurat.

“Karena itu jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka pada tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap.”

Pembukaan yang dimaksud Presiden mencakup antara lain, pembukaan pasar tradisional sampai pukul 20.00 dengan kapasitas pengunjung 50%.

Kemudian toko kelontong, pangkas rambut, binatu, pedagang asongan, bengkel, cuci kendaraan, dan usaha kecil dizinkan buka dengan prokes ketat hingga pukul 21.00.

Adapun warung makan, pedagang kaki lima, serta lapak jajan yang berada di ruang terbuka diizinkan buka dengan prokes ketat sampai pukul 21.00 dan maksimum waktu makan di tempat selama 30 menit.

Pada 20 Juli 2021, jumlah kasus harian Covid mencapai 38.325, sedangkan angka kematian harian mencapai 1.280 orang.

Kasus Covid harian pada Sabtu (17/07) mencapai 51.952. Adapun jumlah kematian harian tercatat mencapai 1.092 orang.

Angka ini menurun dari dua hari sebelumnya. Pada Kamis (15/07), jumlah kasus mencapai rekor 56.757. Jumlah kematian mencapai 982 orang.

Kasus pada Selasa (20/07) mencapai 38.325 dalam 24 jam namun jumlah tes yang dilakukan juga menurun sehingga sejumlah epidemiolog mengatakan data itu tidak menunjukkan penurunan kasus.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meminta maaf dalam konferensi pers mengenai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat, pada Sabtu (17/07).

“Sebagai Koordinator PPKM Jawa dan Bali, dari lubuk hati paling dalam saya ingin meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, jika dalam penanganan PPKM Jawa dan Bali ini belum optimal,” ujarnya.

Ucapan ini berbeda dibanding dengan apa yang dikatakannya pada Senin (12/07).

Saat itu, Luhut menyatakan bahwa pandemi di Indonesia masih terkendali.

Dia menantang siapa pun yang menuding pemerintah tak bisa mengendalikan Covid-19 untuk datang menemuinya.

“Jadi kalau ada yang berbicara bahwa tidak terkendali keaadannya, sangat-sangat terkendali. Jadi yang bicara tidak terkendali itu bisa datang ke saya nanti saya tunjukin ke mukanya bahwa kita terkendali,” ujar Luhut.

PPKM diperpanjang?

Dalam pernyataan pada Sabtu (17/07), Luhut mengaku sedang melakukan evaluasi apakah PPKM diperpanjang lebih lanjut. Evaluasi tersebut berlandaskan indikator penambahan kasus konfirmasi dan Bed Occupancy Rate (tingkat keterisian tempat ridur RS).

“Dalam dua-tiga hari ke depan, kami akan mengumumkan secara resmi,” cetusnya.

Wacana perpanjangan PPKM Darurat dilontarkan pada Selasa (13/07) tatkala kasus Covid terus mencetak rekor.

“Jika kondisi belum cukup terkendali, maka perpanjangan kebijakan maupun penerapan kebijakan lain, bukanlah hal yang tidak mungkin dilakukan demi keselamatan dan kesehatan masyarakat secara luas,” ujarnya, menjawab pertanyaan wartawan dalam keterangan pers secara daring.

Wiku tidak menjelaskan secara detil apa yang disebutnya sebagai “kebijakan lain”. Adapun PPKM darurat, yang dimulai 3 Juli lalu, akan berakhir pada 20 Juli nanti.

‘Khawatir banyak kesakitan dan kematian’

Sementara, ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, Hermawan Saputra, mengatakan, kalau sampai memasuki hari ke-14 masa pemberlakuan PPKM belum terlihat penurunan kasus Covid-19, dia khawatir “akan banyak kesakitan dan kematian yang tidak terdeteksi”.

“Bukan berarti kita menakuti-nakuti, tapi kekhawatiran kita akan banyak kesakitan dan kematian yang tidak terdeteksi,” kata Hermawan Saputra kepada BBC News Indonesia, Selasa sore.

“Karena banyak yang tak ter-cover pelayanan kesehatan karena stagnasi kecepatan virus yang boleh jadi lebih cepat daripada penanganan dan penyediaan kita,” paparnya.

Dia kemudian mengutarakan kembali rekomendasi Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) agar pemerintah menerapkan kebijakan ‘lockdown’ regional.

“Semua [daerah di pulau Jawa] harus dalam kesimpulan dianggap zona merah [semua], supaya ada tindakan sama, menyeluruh, tidak subyektif, dan tidak multi tafsir di lapangan,” ujar Hermawan.

Selama pemerintah menempuh kebijakan PPKM, menurutnya, sangat mungkin pemerintah untuk memperpanjang masa pemberlakuannya.

“Pada akhirnya, pilihan apabila PPKM tidak signifikan menahan laju kasus, ya boleh jadi akan diperpanjang, dan mungkin pemerintah sudah menyiapkan skenario itu,” tandasnya.

Dia kemudian menyontohkan ‘pola perpanjangan’ sudah berulangkali ditempuh oleh pemerintah Indonesia semenjak awal pandemi tahun lalu.

‘Siapkan skenario terburuk’

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, yang juga Koordinator PPKM Darurat, Luhut Binsar Pandjaitan memprediksi pandemi Covid-19 di Indonesia “bisa membaik dalam empat hingga lima hari mendatang”.

Tetapi menurutnya hal itu bisa dicapai apabila semua poin penanganan penularan Covid-19 berjalan maksimal.

“Saya pikir dengan pelaksanaan vaksinasi, kemudian PPKM jalan secara bersamaan, obat dan oksigen, kemudian tempat tidur, saya melihat dalam empat-lima hari ke depan kita situasinya akan membaik,” katanya dalam jumpa pers virtual, Senin (12/07).

Luhut mengeklaim pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini dapat dikendalikan. Dia menolak anggapan yang menyebutkan pandemi tidak terkendali.

Namun di sisi lain, menurut Luhut, pemerintah mulai menjalankan apa yang disebutnya sebagai ‘skenario terburuk’ untuk mengatasi lonjakan Covid-19.

Skenario itu disebutnya antara lain ditandai penambahan fasilitas layanan kesehatan, penyediaan obat-obatan, hingga pemenuhan kebutuhan oksigen.

“Penambahan tempat tidur di Jakarta dengan worst case scenario, saya kira berjalan terus. Dan juga di Jawa Barat, Bandung, di Semarang, sampai di Jawa Timur dan Bali,” kata Luhut dalam jumpa pers daring, Senin (12/07).

Mendekati 48 ribu kasus harian, ‘rekor baru selama pandemi’

Pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat di Indonesia yang sudah berjalan 10 hari, belum mampu menahan laju penularan kasus Covid-19, bahkan penambahan kasus harian secara nasional mencetak rekor baru selama pandemi, yaitu 47.899 kasus, Selasa (13/07).

Pemerintah melaporkan tambahan kasus baru Corona sebanyak 47.899 kasus positif Covid-19 pada Selasa (13/07). Sebanyak 20.123 pasien sembuh dan 864 kasus meninggal karena Covid-19.

Total positif Corona secara kumulatif sejak Maret 2020 hingga hari ini berjumlah 2.615.529 dan kasus sembuh kumulatif sebanyak 2.139.601.

Adapun jumlah yang tercatat meninggal akibat Covid-19 sampai Selasa (13/07) di Indonesia mencapai 68.219 orang.

Daerah yang melaporkan penambahan kasus baru terbanyak pada Selasai adalah DKI Jakarta dengan 12.182 kasus dan diikuti Jawa Barat dengan 7.192 kasus baru.

‘Kadang pakai masker, kadang enggak’ – kisah dari Kota Bandung

Sepuluh hari pelaksanaan PPKM darurat di Kota Bandung, sebagian besar warga sudah mengenakan masker, tapi juga sangat mudah menemukan warga yang tidak mengenakannya.

Beberapa di antaranya malah berkumpul tanpa masker atau mengenakan masker di dagu, seperti dilaporkan wartawan di Bandung, Yulia Saputra untuk BBC News Indonesia.

Keengganan warga mengenakan masker bisa ditemui di sejumlah tempat.

Yanti, pemilik warung kopi di Kecamatan Batununggal Kota Bandung, mengaku enggan mengenakan masker karena merasa sesak.

“Kadang pakai (masker), kadang enggak, soalnya sesak kalau pakai terus mah. Ketakutan (tertular) pasti ada, cuma berdoa saja.

“Gimana soalnya gak kuat kalau pakai (masker) terus-terusan. Terus sekarang disuruh double-double (maskernya), ah pakai satu juga gak (kuat),” aku perempuan 48 tahun itu.

“Katanya kalau gak pakai masker didenda Rp50.000, tapi gak ada pengontrolan. Di sini (lokasinya) di dalam sih, gak tahu kalau di pinggir jalan,” ungkapnya.

Sejauh pengamatannya, Yanti menyebutkan, banyak warga yang tidak memakai masker, termasuk saat belanja ke warungnya.

“Kebanyakan cuek, yang beli juga sama, jarang (pakai masker) pada cuek,” ujar ibu tiga orang anak ini.

Yanti juga masih tetap membuka warungnya meski tidak termasuk usaha esensial atau kritikal dengan alasan ekonomi.

“Karena kebutuhan sehari-hari, soalnya pendapatan suami gak tentu juga, yang namanya freelance. Lagi kondisi gini jarang ada yang nyuruh kerja,” ujarnya.

Alasan serupa diungkapkan Ruyana yang memperbolehkan konsumennya mengonsumsi makanan di rumah makan miliknya.

Ruyana paham hal itu melanggar aturan PPKM Darurat yang hanya memperbolehkan pembelian dibungkus atau dibawa pulang.

Namun, laki-laki 46 tahun itu, mengaku penjualannya merosot sejak PPKM darurat diberlakukan.

“Kalau (makan di tempat) enggak diterima gimana. Dulu mah kursinya diangkat ke meja (enggak terima makan di tempat), tapi enggak dapat uang sama sekali.

“Sampai nasi dibawa pulang lagi, sayur pada busuk. Dari pada saya enggak bisa belanja, ya sudah saya turunin kursi-kursinya. (Yang penting) diatur jaga jarak aja, jangan sampai berkerumun,” katanya.

Ditanya tentang masker, Ruyana juga mengaku kesulitan bernapas jika memasak mengenakan masker. Biasanya, ia baru mengenakan masker, setelah selesai memasak.

Lain halnya dengan Chendra Wiyarto, yang disiplin mengenakan masker dua rangkap, baik saat bekerja maupun keluar rumah.

Warga Taman Cibaduyut Kota Bandung ini berusaha menaati protokol kesehatan 5M. Selain selalu mengenakan masker, Chendra pun mengurangi mobilitas.

“Kalau mobilitas, hari Minggu biasanya jatahnya anak-anak jalan-jalan kalau sekarang sudah gak sama sekali.

“Jadi sekarang mah kalau liburan di rumah dulu. Kalau enggak perlu-perlu banget gak usah (keluar rumah), mending tunggu ini berlalu dulu, baru aktivitas normal,” kata Chendra.

Selama PPKM Darurat, Chendra melaksanakan work from home sesuai kebijakan kantornya dengan diberlakukannya shift dan jam kerja diperpendek.

Menurut Chendra, perusahaan tempatnya bekerja masuk kategori esensial sehingga masih tetap beroperasi dengan kapasitas 50%.

Chendra mengaku berusaha mematuhi aturan pemerintah sebagai kontribusi dalam mengakhiri pandemi, disamping kekhawatiran tertular virus SAR CoV2.

“Kalau saya pribadi ada kekhawatiran tertular dan pengen cepat pandemi ini selesai. Pasti ada pihak yang dikorbankan, tapi kalau enggak ada kayak gini, enggak beres-beres,” kata laki-laki 47 tahun ini.

Di sepanjang Jalan Cidurian Utara hingga Jalan PSM yang merupakan jalan sekunder Kota Bandung, kegiatan ekonomi masih berdenyut dan aktivitas warga berjalan normal.

Beberapa toko nonesensial terlihat beroperasi, seperti konter telepon genggam, toko plastik, dan makanan ringan.

Namun, jika bergerak ke jalan primer, Jalan Ibrahim Adjie, toko-toko di sepanjang jalan itu tutup.

Sedangkan di area Pasar Kiaracondong masih terlihat sejumlah lapak atau kios yang masih buka, meski hari telah sore.

Jalan masih dipenuhi warga yang beraktivitas.

Mereka sebagian besar mengenakan masker, tapi juga sangat mudah menemukan warga yang tidak mengenakannya.

Beberapa di antaranya malah berkumpul tanpa masker atau mengenakan masker di dagu.

Tapi tidak semua sedisiplin Chendra. Hasil evaluasi seminggu PPKM Darurat, terhitung lebih dari 7.000 pelanggaran, yakni 6.083 pelanggaran perorangan dan 1.623 pelanggaran pelaku usaha.

Jenis pelanggaran perorangan seperti tidak mengenakan masker dan tidak membawa surat hasil negatif Covid-19 saat bepergian ke luar kota.

Sedangkan pelanggaran pelaku usaha antara lain; melanggar aturan jam operasional, tidak menyediakan tempat cuci tangan, hand sanitizer, dan alat pengukur suhu tubuh.

“Dari pelanggaran aturan itu ada tujuh ribuan sanksi administratif dan lima ratusan sanksi denda pidana,” ungkap Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, saat menggelar virtual konferensi pers, di Bandung, Senin (12/07).

Sementara mengenai mobilitas warga, Kota Bandung merupakan satu dari tiga wilayah di Jawa Barat yang masih tinggi mobilitasnya.

“Masih ada tiga wilayah yang belum terkendali (mobilitasnya) yaitu Depok, Kabupaten Sukabumi dan Kota Bandung.

“Ini dari sisi mobilitas masih kurang dari 10%. Tujuannya, tadi makin tinggi penurunan mobilitas, maka pengendalian bisa jauh lebih baik,” papar gubernur yang kerap dipanggil Emil ini.

‘Makan di warung, dibolehkan oleh pemiliknya’ – kisah dari Solo, Jateng

Sejumlah pengendara kendaraan bermotor tetap melintasi Jalan Slamet Riyadi, Solo, yang merupakan salah satu dari enam ruas jalan yang ditutup selama penerapan PPKM darurat di Kota Solo.

Akses masuk jalan itu mulai ditutup rapat dari simpang empat Gendengan, Solo.

Meskipun akses masuk jalan tersebut ditutup, namun sejumlah pengendara kendaraan bermotor masuk ke ruas jalan tersebut melalui sejumlah jalan lainnya yang menuju ruas jalan tersebut.

Kendati jalan-jalan yang akan menuju Jalan Slamet Riyadi ditutup, tetapi barrier digeser agar kendaraan bisa melintas, seperti dilaporkan wartawan di Solo, Fajar Sodiq untuk BBC News Indonesia.

Bahkan, mendekati kawasan ujung Jalan Slamet Riyadi di Bundara Gladak yang terdapat Patung Brigjen Slamet Riyadi itu volume kendaraan terlihat banyak.

Tak ada petugas yang berjaga, mereka pun bebas melintas di jalan yang seharusnya ditutup untuk mengurangi mobilitas masyarakat.

Tak hanya itu, sejumlah warung makan kaki lima dan warung wedangan atau hiks juga terlihat masih berjualan dengan menyediakan makan di tempat.

Padahal menurut aturan selama penerapan PPKM darurat warung makan hanya diperbolehkan melayani untuk take away atau dibawa pulang.

Salah satu penjual warung wedangan – yang tidak mau disebutkan namanya – mengatakan selama pemberlakukan PPKM darurat jam operasional warung makanannya berubah dari biasanya jualan sore hingga tengah malam, kini bergeser dari siang hingga pukul 20.00 WIB.

Adanya perubahan jam buka itu menyebabkan omset penjualannya menjadi turun drastis.

“Biasanya itu kalau ramai malam hari di atas jam 20.00 WIB. Terus sekarang buka mulai siang hingga jam 20.00 WIB, ya, penjualannya anjlok,” kata dia yang berjualan wedangan di pinggir salah satu ruas jalan di Kota Solo.

Selain mengatur jam buka, selama penerapan PPKM darurat itu pembeli juga dilarang untuk makan di tempat.

Hanya saja kebijakan itu dirasa cukup memberatkan karena biasa para pembeli itu makan di tempat.

Kemudian ia pun nekat mempersilahkan kepada sejumlah pembelinya untuk makan di tempat dengan catatan jika warungnya tidak terlalu ramai.

“Ya bisa makan di sini ketika sepi tapi kalau ramai saya tidak berani. Apalagi kalau malam nggak berani karena biasanya petugas itu patroli jadi takut.

“Wong dulu teman saya ada yang ketahuan jualan dan melanggar jam buka kena semprot air,” jelasnya.

Selama penerapan PPKM darurat, dia juga memberlakukan penerapan protokol kesehatan yang ketat kepada para pembeli yang akan membeli di wedangan miliknya.

Selain menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun, pihaknya juga mengurangi jumlak bangku untuk mengurangi kerumunan.

“Ya takut kan jika tertular Corona. Makanya protokol kesehatan dikuatin,” kata dia.

Sementara itu salah satu pembeli, Tyo Harsono mengaku nekat makan di tempat di warung itu lantaran saat melintas melihat sejumlah pembeli masih diperbolehkan makan di tempat oleh pemilik warung.

“Ternyata masih ditoleransi oleh pemilik warung, jadi saya pilih makan di tempat karena lebih praktis ya, datang makan sebentar, setelah selesai langsung pulang,” ungkapnya kepada wartawan di Solo Fajar Sodiq yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Selain itu keputusannya untuk makan di tempat lantaran tempatnya juga terlihat sepi.

“Kalau saya lihat situasi dan kondisi. Kalau ramai saya lebih baik menghindar tapi misalnya sepi cuma beberapa itu saya berani makan di tempat. Selain itu juga tetap prokes, misalnya makan masker dibuka, terus setelah selesai makan terus masker langsung dipakai,” ujar dia.

Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka mengakui pada awal penerapan PPKM darurat di Solo memang tingkat mobilitas warga masih tinggi.

Hal ini menurutnya perlu dimaklumi karena penerapan itu sangat mendadak sehinga butuh waktu untuk melakukan sosialisasi ke warga.

“Banyak yang kaget, banyak yang belum tahu, banyak yang belum memahami isi dari surat edaran itu. Iya awal itu mobilitas warga masih tinggi, banyak kantor-kantor yang belum WFH. Banyak lah kelurangan-kekurangannya,” akunya.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, menurut Gibran, warga sudah mulai paham terkait aturan tersebut.

Terlebih saat ini juga ditambah dengan penutupan sejumlah ruas jalan sehingga pelaksanaan PPKM darurat itu diklaim oleh Wali Kota Solo itu sudah sangat efektif.

Sedangkan terkait masih banyaknya warung makan yang membolehkan makan di tempat, ia pun mengatakan akan terus melakukan pengawasan di lapangan.

Sedangkan bagi pengelola warung yang tidak patuh mentaati aturan, Gibran menegaskan akan memberikan teguran dan hukuman kepada pemilik warung.

Namun hukuman yang diberikan tidak akan sampai menutup usahanya tersebut. Pasalnya adanya pemberlakuan PPKM ini juga sangat berdampak terhadap kegaitan ekonomi para pelaku UMKM.

“Ya nanti ada teguran, SP 1, SP 2.Yang jelas kita nggak mau ini lah namanya orang mencari rezeki, kita nggak pingin sampai menutup memberi denda atau ngambil kursi atau sampai menyemprot warungnya pakai water canon kan kasihan sekali. Kita inginnya yang damai-damai saja,” tegas dia.

‘Kalau saya benar-benar ikuti PPKM, saya enggak dapat apa-apa – kisah dari Pamekasan, Madura

Nurul Hidayah, 33 tahun, tengah sibuk melayani pembeli yang datang ke warungnya di kawasan Jalan Amin Jakfar, Kota Pamekasan pada Selasa (13/07) siang.

Ada sekitar delapan orang yang tengah menunggu pesanan bakso dan mie ayam di rumah makan miliknya.

Nurul Hidayah tetap melayani makan di tempat selama PPKM Darurat. Padahal, menurut aturan, warung makan hanya diperbolehkan melayani pesan antar dan take away untuk menekan penyebaran Covid-19.

Polisi juga memberlakukan penyekatan di sejumlah ruas jalan sejak pukul 20.00 sampai 24.00 WIB.

Rumah makan bakso dan mie ayam milik Nurul Hidayah sebenarnya berada tepat di pusat Kota Pamekasan.

Hanya berjarak sekitar 700meter dari Pos Pembatasan PPKM Darurat Polres Pamekasan yang berada di sisi sebelah timur Monumen Arek Lancor.

Perempuan kelahiran Sumenep tersebut nekat melanggar aturan PPKM Darurat karena mengejar keuntungan yang lebih besar.

Sebab, Nurul Hidayah tidak hanya mengandalkan bakso dan mie ayam untuk mendapat penghasilan, tapi juga dari jualan minuman.

“Kalau misalkan dibungkus semua, pemasukan saya kurang, enggak ada. Apalagi kalau untuk ibu rumah tangga banyak kebutuhan. Jadi kalau saya tutup (tidak melayani makan di tempat), makan apa anak saya,” kata Nurul Hidayah, kepada wartawan di Pamekasan Mustopa, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Nurul Hidayah sebenarnya sudah tahu bahwa ada larangan makan di tempat selama PPKM Darurat.

Sudah ada petugas dari kelurahan yang datang ke warungnya dan memberikan surat edaran terkait penerapan PPKM Darurat di Kota Pamekasan.

Namun, sejak pemberian surat edaran tersebut, belum ada petugas lain yang datang ke rumah makan miliknya. Bahkan, belum ada patroli dari Polres Pamekasan dan instansi terkait.

“Saya berharapnya enggak ada (patroli), karena kalau saya pas benar-benar mengikuti ini (aturan PPKM Darurat), saya enggak dapat apa-apa,” harap Nurul Hidayah.

Sementara pembeli yang masih nekat untuk makan di tempat, justru tidak tahu bahwa ada larangan tersebut selama masa

Dia menganggap tidak ada larangan karena selama PPKM Darurat dia mendapati sebagian besar rumah makan di kawasan Kota Pamekasan masih melayani makan di tempat.

“Yang saya tahu hanya aturan jam malamnya saja, bahwa jam delapan atau jam sembilan sudah tutup,” ujar pria asal Bogor, Jawa Barat tersebut.

Namun, dia tetap berupaya memproteksi diri dengan mendatangi rumah makan yang tidak terlalu ramai.

Dia juga menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker dan menjaga jarak dengan pembeli yang lain.

Berbeda dengan Haikal, Mohammad Baihaqi (42) yang berdomisili di kompleks Perumahan Jalan Bonorogo, Pamekasan, memilih tetap di rumah selama PPKM Darurat.

Dia ingin melindungi keluarga dan orang lain dari penyebaran Covid-19 yang semakin ganas.

Sejak awal pandemi sampai 13 Juli 2021, jumlah kasus Covid-19 di Kabupaten Pamekasan sudah menembus angka 1529 orang. Dan saat ini, ada 181 orang yang masih menjalani isolasi.

Baihaqi yang bekerja sebagai content creator juga memilih membuat konten yang bisa dikerjakan dari rumah. Dia terpaksa menunda pembuatan video yang menuntut keluar rumah.

“Jadi tidak ada interaksi dengan orang lain, praktis hanya dengan anak dan istri di rumah,” ujar Baihaqi yang sudah menekuni profesi itu dalam empat tahun terakhir.

Untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, Baihaqi membeli dengan jumlah besar untuk persiapan selama beberapa minggu.

“Untuk kebutuhan sehari-hari saya nggak pernah ke pasar karena beberapa waktu lalu di pasar juga pernah ada kasus Corona. Jadi yang mau ke pasar jadi takut,” pungkasnya.

Wartawan Fajar Sodiq di Solo, wartawan Yulia Saputra di Bandung, dan wartawan Mustopa di Pamekasan, Madura, berkontribusi dalam laporan ini.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita, Informasi Kesehatan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *