COVID-19 : BERBAGI MAKANAN BAGI WARGA ISOMAN, DEMI ‘MENULARKAN VIRUS KEBAIKAN, BUKAN VIRUS CORONA’

Sebanyak 60 ribuan orang dengan kasus aktif Covid-19 di Jawa Barat dengan berbagai gejala terpaksa isolasi mandiri (isoman) di rumah seiring keterbatasan kapasitas tempat isolasi dan rumah sakit.

“Saya bingung, kata dokter saya harus isoman. Pas lagi isoman nggak boleh ke mana-mana, kan isoman. Saya bingung cari makan, sedangkan saudara kena [Covid] juga istrinya. Jadi dia tidak bisa ke mana-mana juga,” kata Naufal Rabani.

Naufal didiagnosa positif Covid-19 pada awal Juni lalu. Ia mengaku kebingungan memenuhi kebutuhan pokok harian.

Di satu sisi, dia harus tetap di rumah, namun di sisi lain tidak ada orang yang membantu memenuhi kebutuhan pokoknya, terutama perihal makan.

Satgas Covid-19 setempat dan tetangga di sekitar rumahnya tidak memberikan bantuan seperti yang diharapkan, padahal warga Cibeunying Kidul, Kota Bandung, ini sudah melapor ke pengurus RT/RW agar mendapat pertolongan.

“Saya mengontak rumah singgah [tempat isolasi], kondisinya juga penuh. Padahal kondisi saya OTG, isteri saya bergejala. Jadi harus di rumah. Saya bingung makan gimana,” ujarnya kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (12/07).

“Saya kontak-kontak ke dokter puskesmas, katanya suruh orang lain saja. Saya nggak ada siapa-siapa di rumah. Malah dokter itu [bilang] saya yang lagi positif ini nggak apa-apa keluar, tapi memakai masker. Saya kaget juga, saya positif kenapa dokter nyaranin begitu,” ungkap Naufal melalui sambungan telepon.

Terpaksa, Naufal pun keluar rumah untuk mencari makan buat dirinya dan sang istri. Naufal mengaku paham risiko penularan bila kontak dengan orang lain. Tapi, Naufal tak tahu harus berbuat apa lagi.

“Saya berjuang sendiri [selama isoman],” tutur Naufal yang sekarang sudah sembuh.

Naufal tak sendiri. Sebagian warga warga Bandung yang melakukan isoman kesulitan memenuhi kebutuhan pokok lantaran larangan keluar rumah. Mereka harus memikirkan bagaimana bisa makan, di tengah perjuangan untuk sembuh.

‘Selangkah lebih maju dari pemerintah’

Naufal tidak seberuntung Mira Sari. Perempuan 36 tahun ini mendapat cukup bantuan dari berbagai pihak selama isoman.

Selain dari tetangga dan satgas setempat, Mira yang terpapar Covid-19 bersama suami dan ibunya ini, mendapat bantuan dari gerakan berbagi makanan bagi warga isoman yang digagas Nadya Rizki Amatullah dan kawan-kawan.

“Alhamdulillah, sangat membantu sekali karena makanan yang diberikan ini healthy food,” ujar Mira.

Saat dinyatakan positif Covid-19, Mira sempat khawatir memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Terlebih lagi, di rumahnya ada dua anaknya yang masih kecil, juga dua orang lansia.

Beruntung warga Coblong, Kota Bandung, ini mendapat informasi ada gerakan berbagi makanan bagi warga isoman.

“Awalnya ada yang menghubungi, salah satu teman saya via WhatsApp, katanya suruh menghubungi [nomor penggagas gerakan] itu, nanti kalau ada rezekinya dari pihak itu bisa membantu.

“Lalu suami saya menghubungi via WhatsApp, Alhamdulillah, direspons. Katanya, kirim hasil swab-nya, fotokopi KTP. Besoknya baru kita dapat bantuan,” kata Mira.

Mira dan dua anggota keluarganya dinyatakan positif pada tanggal 1 Juli 2021. Sehari setelahnya, dia sudah menerima bantuan berupa tiga nasi boks untuk makan siang dan malam, vitamin, dan kebutuhan lainnya. Bantuan itu, ujarnya, akan diterima hingga masa isomannya selesai.

Warga Kabupaten Bandung, Hendi Setiawan beruntung pula mendapat bantuan logistik selama isoman dari komunitas Solidaritas Sosial Bandung (SSB).

Hendi mendapat paket sembako, vitamin, susu, dan popok bayi. Bantuan itu membuatnya bisa melalui masa isoman dengan nyaman, di saat dia dan keluarga tidak mendapat bantuan dari warga sekitar rumahnya.

“Kalau dibilang membutuhkan, ya membutuhkan. Karena kan dari puskesmas itu cuma dikasih vitamin selama lima hari, dan setelah saya diperpanjang isolasi mandiri juga nggak dikasih vitamin lagi.”

Meski begitu, Hendi mengaku tak memanfaatkan situasi. Dia hanya menerima bantuan untuk kebutuhan yang kurang saja.

“Susu, alhamdulillah, masih bisa beli. Tapi dibilang kurang, ya kurang. Karena mau minta tolong ke saudara, seperti kakak, orang tua, [mereka juga] sama juga, sedang isolasi mandiri.

“Belum pernah saya mendapat bantuan dari [warga] sini. Penyemprotan disinfektan juga tidak ada. Padahal banyak [yang positif],” kata Hendi.

Hendi berkata pernah mengakses fitur isoman di Pikobar Jabar, sebuah aplikasi ponsel yang berisi informasi Covid-19 di Jawa Barat, namun sampai saat ini bantuan obat dan vitamin belum diterimanya.

“[Gubernur Jawa Barat] Ridwan Kamil ada obat gratis, bagi-bagi, saya sempat daftar, tapi udah beberapa hari ke belakang [daftarnya, sampai sekarang obatnya] belum sampai,” ujar Hendi merujuk ke program bantuan suplemen vitamin dan obat yang diluncurkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pekan lalu.

Ayah dua anak itu mengapresiasi langkah komunitas SSB yang selangkah lebih maju dibanding pemerintah dalam membantu warga yang tengah isoman.

“Kan sekarang banyak yang isoman malah pusing, stress, takut, ini harus bagaimana nanti saya. Makanya saya apresiasi banget buat kegiatan seperti ini. Sebelum pemerintah turun, bisa dibilang komunitas ini sudah melangkah duluan.

“Yang saya tahu warung-warung ditutup, apa saja ditutup, tapi nggak mikirin orang-orang nanti gimana, buat cari makan susah. Itu mereka yang sehat, apalagi saya yang nggak bisa ke mana-mana,” tutur Hendi.

Virus kebaikan, bukan virus corona

Akhir Juni tahun ini, Nadya Rizki Amatullah terpapar Covid-19 dengan gejala ringan sehingga dia memutuskan isoman di rumahnya di Jakarta.

Selama isoman, Nadya tidak terlalu kesulitan memenuhi kebutuhan harian lantaran suaminya negatif hingga bisa tetap beraktifitas.

Namun di hari keenam masa isoman, Nadya mulai memikirkan orang-orang yang sedang isoman, tapi tidak seberuntung dirinya, seperti anak kos atau supir ojek online yang menjadi tulang punggung keluarga.

Dari situlah, Nadya terpikir membantu orang-orang yang kesulitan saat menjalani isoman. Ia pun mengunggah ide tersebut di akun Instagramnya.

“Saya kepikiran juga, kasihan kalau anak-anak kos yang kena [Covid-19]. Atau sopir ojol yang cari makan, dia yang kerja, makannya bagaimana. Sebenarnya cuma kepikiran dari situ saja.

“Akhirnya saya posting di Instagram. Alhamdulillah, saya sedang ada uang, kalau misalnya ada yang mau dibantu untuk makanan selama isoman, boleh DM saya. Kasih lihat bukti PCR dan KTP, maksudnya biar tahu benar atau enggak dia sedang isoman,” papar Nadya.\a

Di luar dugaan Nadya, unggahan itu direspons banyak orang. Ada yang ingin menyumbang, membuat gerakan serupa di daerahnya, juga berkolaborasi. Dimulai oleh Nadya di Jakarta, gerakan ini mulai menular ke Bandung, Cibinong, Solo, dan Yogyakarta.

“Sebenarnya tidak menyangka jadi viral, karena memang awalnya benar-benar niat pribadi, terus makin ke sini orang banyak yang jiwa sosialnya tinggi tapi kadang-kadang mereka suka bingung mau bergerak dari mana. Itu banyak banget yang mau nyumbang.

“Untuk yang daerah Bandung saya cari-cari, akhirnya ada teman saya juga, yang mengusulkan bikin di daerah Bandung,” ujar perempuan 37 tahun ini.

Hingga kini, sebanyak 130 orang dari Bandung dan Jakarta telah mendapat bantuan. Nadya menerapkan sistem orang tua asuh, yakni satu orang donatur membantu kebutuhan harian satu orang atau satu keluarga selama masa isoman.

Permintaan bantuan masih berdatangan melalui pesan langsung di akunnya. Karena keterbatasan, Nadya terpaksa menyeleksi penerima bantuan.

“Kalau yang masuk masih banyak, tapi yang memang kita pilih. Pertama, yang isomannya masih di awal-awal. Kedua, yang memang dia sendiri di sini, ngekos, terus yang dia kepala keluarga. Kalau yang masih punya saudara, kami tidak masukkan,” katanya.

Melihat respon positif dari banyak orang atas gerakan ini, Nadya yakin banyak orang-orang baik di luar sana yang bisa saling membantu dan menularkan virus kebaikan.

Gerakan ini bisa diartikan pula sebagai itikad memberikan sesuatu yang bermanfaat dibanding mengeluhkan keadaan.

“Saya cuma, sudah tidak usah nyinyir dengan keadaan, sudah seperti ini, mau bagaimana lagi. Yang penting kita bisa ngasih manfaat, dari pada kita komentar yang aneh di sosmed lebih baik menyebarkan manfaat dengan repost yang baik, berbuat yang baik,” ungkapnya.

Nadya tidak memiliki target sampai kapan gerakan ini akan dilakukan.

“Mengalir saja selama masih ada rejekinya, teman-teman yang mau bantu juga masih ada, masih jalan terus,” pungkas dia.

Tak mau bergantung donasi saja

Minggu siang (11/07), Dani Chrisdian baru selesai belanja kebutuhan bagi pasien Covid-19 yang isoman.

Kebutuhan berupa sembako, vitamin, dan logistik lainnya itu akan dikemas sore hari, sebelum diantar ke penerimanya. Setiap hari, Solidaritas Sosial Bandung (SSB), komunitas di mana Dani menjadi relawan, mengirimkan sebanyak 20 hingga 30 paket logistik.

Paket-paket itu tidak hanya diantar di wilayah Kota Bandung saja, tapi hingga ke wilayah Kabupaten Bandung dan Bandung Barat, seperti Ngamprah, Jayagiri, dan Majalaya.

“Untuk pengiriman kita sesuaikan dengan ketersediaan tenaga kawan-kawan kurir. Kita pun saat ini kondisinya lumayan terbatas untuk antar ke rumah. Jadi dari data yang masuk biasanya kita pilih juga per area, berapa paket ke area Selatan, Barat, Timur, begitu teknisnya,” kata Dani.

Karena keterbatasan, Dani menyebutkan, SSB baru bisa memenuhi separuh dari 275 jiwa yang mengajukan bantuan. Gerakan ini cakupannya menjadi luas lantaran infonya semakin sering dibagikan melalui sosial media.

Kondisi itu juga seiring semakin banyaknya warga yang isoman di rumah.

“Laporannya untuk saat ini tidak hanya logistik saja, tapi juga ketersediaan ruang isoman, oksigen, terus ambulan. Ya laporan [kebutuhan] seperti itu sudah lumayan masuk ke kami, tapi kami hanya bisa memberikan informasi dari teman-teman, kami lanjutkan [informasinya] saja.

“Laporan untuk oksigen, kami cukup kesulitan. Kemarin hampir dua hari mengantri belum dapat juga,” tutur Dani.

Untuk satu keluarga yang isoman, Dani menyebutkan, pihaknya akan mendampingi minimal selama isoman atau 14 hari.

Tapi jika ada warga yang masih positif setelah masa isoman selesai, SSB akan mengkaji ulang apakah pendampingan akan dilanjutkan atau tidak.

Komunitas SSB aktif berkegiatan sosial sejak pandemi Covid-19 tahun lalu. Diawali dengan melakukan gerakan solidaritas pangan, yakni menginisiasi 15 dapur umum untuk membantu pekerja jalanan yang terdampak pandemi akibat kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Sedangkan kebijakan PPKM saat ini, membuat SSB menggeser fokus kegiatannya.

“Untuk kondisi PPKM sekarang, kita lebih fokus dengan kondisi rumah sakit yang full dan lain sebagainya. Jadi kita berpikir banyak warga yang sedang isoman di rumah dan mungkin [menyebabkan] banyak kendala dari warga yang isoman tentang distribusi kebutuhannya. Dari situlah kami muncul untuk mendampingi,” ujar Dani.

Kegiatan ini, lanjut Dani, didanai secara swadaya para relawan. Selain itu, dilakukan cara-cara kreatif penggalangan dana, misalnya menjual barang-barang sumbangan dari musisi, sablon donasi, atau membuat album kompilasi.

SSB juga berkolaborasi dengan ilustrator. “Jadi si ilustrator berdonasi dalam bentuk gambar, akhirnya kita cetak [menjadi kaos], kita jual,” ungkap Dani.

“Kalau misalkan terus mengandalkan donasi agak susah juga karena kita juga enggak tahu ‘bensinnya’ sampai kapan.”

Tujuan dari gerakan sosial ini, menurut Dani, adalah merespon ketidakhadiran pemerintah dalam kondisi pandemi ini.

“Salah satunya itu, merespon ketidakhadiran pemerintah karena bicara pangan dan kesehatan menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi semua warganya. Di luar itu pun kita jadi membangun kembali semangat gotong royong antar warga,” tegas Dani.

Dani berharap, komunitas SSB bisa terus hadir membantu dan mendampingi warga yang membutuhkan selama pandemi Covid 19 yang entah kapan berakhir.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita, Informasi Kesehatan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *