INILAH BEM UI, UNDANG VERONIKA, TAK SETUJU PEMBUBARAN FPI, BIKIN MEME JOKOWI

Xhardy – BEM UI dielu-elukan, apakah itu pertanda mereka sudah hebat? Apakah mereka sudah mewakili keseluruhan mahasiswa di Indonesia? Apakah dengan manuver mereka yang terbaru ini, membuktikan bahwa mereka ini intelektual atau bahkan terlihat seperti orang tak cerdas?

Oh, mari kita flashback sebentar biar pembaca menilai sendiri kualitas BEM UI ini sudah sampai sejauh mana.

Pertama, ketua BEM UI yang dulu pernah memberi kartu kuning kepada Jokowi, langsung di hadapannya. Saya akui, ini berani banget. Tapi terlihat bodoh dan blunder. Kartu kuning dia simbolkan sebagai berbagai isu yang tidak terselesaikan, salah satunya gizi buruk di Asmat.

Etiskah seorang mahasiswa, masih kuliah aja belagu, beri kartu kuning ke presiden atas masalah yang bahkan dia sendiri tak tahu tantangannya gimana? Dia diminta terjun langsung, dan sejauh yang saya baca di berita, dia tidak berangkat. 8 orang anggota lain yang ke sana.

Kedua, ini lebih lucu. BEM UI pernah menggelar diskusi online bertajuk ‘Papuan Lives Matter: Rasisme Hukum di Papua’. Diskusi itu menghadirkan beberapa narasumber, yang salah satu di antaranya asalah Veronica Koman. You know this woman? Orang yang sekarang tinggal di Australia, tapi jadi tersangka terkait kasus dugaan penyebaran hoaks dan provokasi insiden Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.

Tersangka jadi narasumber? Ini benar-benar tidak logis dan aneh. Dan ini dilakukan oleh BEM UI pula.

Pihak UI sempat menyayangkan tindakan BEM UI yang mengadakan diskusi tanpa pertimbangan dan perencanaan yang optimal, dan juga tidak mengindahkan peraturan dan ketentuan yang ada di UI. Mereka juga mengatakan BEM UI tidak menghadirkan pembicara yang layak dalam diskusi itu.

Memalukan memang. Sekelas BEM UI seolah berpikir pendek dan mempermalukan diri sendiri. Mengundang seseorang yang sebenarnya tidak layak, apalagi berstatus tersangka, apalagi suka menebar provokasi dan hasutan seenak jidat, suka memperkeruh situasi di negara ini, khususnya Papua, seolah membuktikan kalau BEM UI ini turun kelas, tak bermutu. Gak sekalian undang bocil untuk diskusi masalah negara?

Selanjutnya, ini juga tidak kalah lucunya. BEM UI juga tak setuju atas pembubaran FPI. Alasannya, mereka menganggap keputusan itu hanya berlandaskan surat keputusan bersama menteri atau SKB, bukan melalui mekanisme peradilan.

Padahal UU Ormas sudah ada, dan yang merasa tidak puas bisa menempuh jalur hukum untuk menggugat. Kembali BEM UI menunjukkan kalau mereka itu mulai tak jelas. Nalarnya entah ke mana. Harusnya, logikanya, mereka tegur FPI jangan bertingkah seolah negara ini punya nenek moyangnya sendiri. Apakah BEM UI pura-pura tidak tahu soal kiprah FPI yang berkali-kali membuat keributan atau kurang update berita atau memang dasarnya tidak suka dengan pemerintah sehingga berubah jadi tukang nyinyir?

Dari sini saja sudah kelihatan kalau BEM UI ini mulai aneh. Pemikirannya mulai tidak sejalan dengan kebanyakan orang. Mayoritas hepi dengan pembubaran FPI, lebih hepi lagi Rizieq dipenjara 4 tahun. Mereka malah tidak setuju, dengan alasan netral pula. Hahaha, netral apaan, asik nyinyir ke pemerintah terus.

Dan yang terkahir, you already know, meme Jokowi disebut The King of Lip Service. Memang ini tidak seberapa jika dibandingkan fitnah brutal yang pernah dilontarkan kepadanya pada tahun politik. Tapi ini mahasiswa lho. Dari salah satu universitas terbaik di Indonesia.

Gini deh, saya beri ilustrasi, UI itu ibarat seperti NUS atau NTU di Singapura. Atau ibarat Oxford atau Cambridge di Inggris. Atau ibarat universitas Ivy League di Amerika. Bersama dengan UGM, ITB dan lainnya, UI itu universitas bergengsi di Indonesia (terlepas dari kualitasnya yang masih kalah dengan universitas terbaik negara tetangga). Harusnya keren, kan?

Tapi BEM UI kualitasnya makin lama makin receh saat mengkritik Jokowi dengan cara seperti itu. Bangga pula. Mereka bangga dan merasa paling hebat, seolah dunia ini sempit, padahal orang lain merasa mual melihat tingkah mereka. Bikin malu UI. Mahasiswa ya harusnya pakai cara intelektual dan kreatif dalam mengkritik, bukan pakai cara ala kelompok pengobral surga yang songongnya minta ampun.

Bagaimana menurut pembaca?

sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *