KAYAKNYA ADA UPAYA PROVOKASI MELALUI DISINFORMASI SOAL POLEMIK PEMBATALAN HAJI.

Xhardy – Semoga saya salah. Tapi saya melihat ini ada upaya sistematis untuk memicu kericuhan dan keributan. Polanya selalu mirip.

Pemerintah membatalkan keberangkatan jemaah haji tahun ini. Bukan kemauan pemerintah, tapi karena masih belum ada kejelasan pasti dari pihak Arab Saudi. Arab Saudi hingga saat ini belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021. Selain itu, ada alasan lain yaitu kesehatan dan keselamatan jemaah haji akibat pandemi Covid-19.

Tapi belakangan muncul banyak disinformasi entah itu sengaja atau tidak, hoax bertebaran, hasutan dan narasi provokatif mulai marak bermunculan. Polanya berujung pada satu pihak yaitu pemerintah.

Silakan Googling berita atau cobalah gentayangan di media sosial. Menag dan pemerintah jadi kambing hitam. Pemerintah dianggap tidak becus dan tidak mampu melobi pemerintah Arab Saudi. Menag disebut tidak berfaedah. Bahkan yang paling mengerikan dan berpotensi terjadi masalah besar adalah isu dana haji ditilep sehingga pemerintah tidak mampu memberangkatkan jemaah haji. Narasi yang diembuskan adalah, kemana dana haji?

Saya tak perlu sebut nama. Ada satu pengamat, sudah terkenal, mulut sampahnya sudah terkenal karena terlalu benci kepada pemerintah. Dia menggiring opini dengan kecurigaan masyarakat soal dana haji yang sudah terpakai untuk membiayai kebutuhan negara. Memakai nama rakyat untuk membuat narasi provokatif.

Ada juga mantan menteri yang memelintir informasi dan menyalahkan pemerintah dengan menyebut negara tetangga dapat tambahan kuota haji.

Saya tak begitu jelas siapa yang pertama kali mengembuskan isu Indonesia tak dapat kuota haji. Tapi yang saya tahu, ada seorang anggota dewan yang mengatakan ini, lalu kemudian dibantah keras oleh Dubes Arab Saudi lewat surat protes yang kemudian anggota dewan ini klarifikasi.

Intinya informasi mulai simpang siur, baik karena ketidakjelasan atau pun dikompori oleh kelompok-kelompok yang selama ini tak senang dengan pemerintah. Kelompok ini ya orangnya itu-itu juga. Coba lihat narasi busuk yang beredar, siapa yang ngomong? Orangnya itu-itu juga, yang hatinya busuk dan mulutnya sampah.

Tujuannya apa? Iseng? Tak mungkin. Mereka tak mungkin setolol itu untuk habiskan waktu berbuat iseng. Ada semacam niat untuk membuat provokasi agar terjadi keributan dan isu besar. Kuncinya, adalah agama. Ini sentimen berbau agama, kan? Sentimen agama gampang menyulut emosi masyarakat di negara ini. Agama masih jadi komoditas politik yang ampuh hingga saat ini. Mudah dipakai untuk mempengaruhi emosi sebagian orang untuk menyalakan api masalah ke skala yang lebih besar.

Indonesia tak berangkatkan jemaah haji, padahal Malaysia dapat kuota. Dana haji mulai diragukan dan dipertanyakan. Bahkan sampai yang terkonyol sekali pun, misalnya karena Rizieq dizalimi sehingga pemerintah Arab Saudi marah dan tidak mau memberi kuota haji untuk Indonesia tahun ini. Banyak lagi isu liar yang bermunculan dalam waktu bersamaan. Apakah ini hanya kebetulan atau memang dirancang?

Dan kali ini, saya akui, pemerintah seolah tidak belajar dari pengalaman masa lalu. Munculnya sebuah isu, dikembangbiakkan, diprovokasi kelompok sakit hati, lalu jadi polemik dan masyarakat jadi bimbang, sebagian jadi percaya. Banyak isu yang terjadi, tapi pemerintah seolah tidak berbuat sesuatu untuk mencegah hal ini terjadi ke depannya. Ibarat, hobi kecolongan dan doyan pusing kepala untuk counter sana sini informasi sesat yang bermunculan.

Biang keroknya ada di orang-orang yang selama ini selalu mengompori isu dengan narasi-narasi licik dan berbahaya. Orangnya itu-itu saja. Mereka hanya mendaur ulang isu dengan pola yang sama.

Harusnya mereka ditindak tegas. Atas nama demokrasi, mereka menjalankan taktik licik memecah belah dan membuat pernyataan meresahkan. Lebih liciknya lagi, mereka pura-pura bertanya, pura-pura tak tahu, sok lugu dengan tujuan memancing opini liar masyarakat menjadi.

Saya beritahu cara mudah memancing dan menggiring spekulasi dan opini masyarakat. Misalnya saya ingin memfitnah seseorang tanpa perlu memfitnah langsung, tapi melalui kesimpulan yang dibuat orang lain. Misalnya saya bilang ke orang-orang, “Bener gak ya, kabarnya si A selingkuh? Bener gak kabarnya dia sering pulang larut malam?”

Dari situ orang jadi penasaran, dan informasi bisa simpang siur. Ada saja hal yang mengarah ke sana. Pada akhirnya ada saja yang percaya. Itulah yang dipakai kelompok pengacau sakit hati untuk mengompori sebuah isu.

Bagaimana menurut Anda?
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *