DR Harris Turino – Tertulislah kisa tentang sebuah kota kecil yang penduduknya hidup terlilit hutang-piutang yang saling berkelindan. Suatu hari ada sebuah hajatan besar yang diselenggarakan di kota kecil tersebut. Seluruh kamar hotel terisi penuh. Satu-satunya kamar yang tersedia adalah ruang kerja manajer hotel yang memang sudah disulap menjadi kamar VIP. Ketika ada pengunjung yang memaksa untuk menyewa kamar tersebut, yang manajer mangatakan bahwa tarifnya adalah 2,5 juta rupiah per hari dan minimal booking selama 2 hari.
Sang tamu keberatan karena merasa bahwa harga itu terlalu mahal, apalagi dia belum tahu kondisi kamarnya. Manajer hotel mengijinkan tamu untuk meninjau dulu kondisinya setelah membayar jaminan sebesar 5 juta rupiah. Bila tamu batal, maka uang 5 juta akan dikembalikan penuh. Karena tidak ada pilihan lain, akhirnya sang tamu menyetujui dan membayar tunai 5 juta rupiah dan diantar oleh petugas concierge untuk melihat kamarnya.
Begitu menerima uang 5 juta rupiah, manajer hotel langsung menemui pemilik toko serba ada satu-satunya di kota tersebut dan membayar lunas hutangnya sebesar 5 juta rupiah. Sang pemilik toko serba ada tersebut langsung menghubungi pemasok daging dan membayar lunas hutangnya kepada pemasok daging sebesar 5 juta rupiah. Kemudian si pemasok daging menghubungi bengkel dan juga menggunakan uang 5 juta tersebut untuk melunasi hutangnya ketika dia mereparasi mobilnya. Si pemilik bengkel diam-diam menghubungi Sisca, pelacur langganannya dan membayar hutang sebesar 5 juta rupiah. Kemudian Sisca bergegas menuju ke hotel untuk membayar hutang sewa kamarnya sebesar 5 juta rupiah. Demikianlah uang 5 juta rupiah itu berputar dan akhirnya kembali ke tangan manajer hotel, yang terpaksa harus mengembalikan kepada tamunya yang tidak jadi menginap di hotel tersebut.
Begitu menerima uang 5 juta rupiah, manajer hotel langsung menemui pemilik toko serba ada satu-satunya di kota tersebut dan membayar lunas hutangnya sebesar 5 juta rupiah. Sang pemilik toko serba ada tersebut langsung menghubungi pemasok daging dan membayar lunas hutangnya kepada pemasok daging sebesar 5 juta rupiah. Kemudian si pemasok daging menghubungi bengkel dan juga menggunakan uang 5 juta tersebut untuk melunasi hutangnya ketika dia mereparasi mobilnya. Si pemilik bengkel diam-diam menghubungi Sisca, pelacur langganannya dan membayar hutang sebesar 5 juta rupiah. Kemudian Sisca bergegas menuju ke hotel untuk membayar hutang sewa kamarnya sebesar 5 juta rupiah. Demikianlah uang 5 juta rupiah itu berputar dan akhirnya kembali ke tangan manajer hotel, yang terpaksa harus mengembalikan kepada tamunya yang tidak jadi menginap di hotel tersebut.
Begitu menerima uang 5 juta rupiah, manajer hotel langsung menemui pemilik toko serba ada satu-satunya di kota tersebut dan membayar lunas hutangnya sebesar 5 juta rupiah. Sang pemilik toko serba ada tersebut langsung menghubungi pemasok daging dan membayar lunas hutangnya kepada pemasok daging sebesar 5 juta rupiah. Kemudian si pemasok daging menghubungi bengkel dan juga menggunakan uang 5 juta tersebut untuk melunasi hutangnya ketika dia mereparasi mobilnya. Si pemilik bengkel diam-diam menghubungi Sisca, pelacur langganannya dan membayar hutang sebesar 5 juta rupiah. Kemudian Sisca bergegas menuju ke hotel untuk membayar hutang sewa kamarnya sebesar 5 juta rupiah. Demikianlah uang 5 juta rupiah itu berputar dan akhirnya kembali ke tangan manajer hotel, yang terpaksa harus mengembalikan kepada tamunya yang tidak jadi menginap di hotel tersebut.
Dalam kisah di atas, para “aktor” penduduk kota kecil yang tadinya hidupnya terlilit oleh hutang-piutang yang saling berkelindan, kini semuanya merasa lega bahwa hutangnya sudah lunas. Ajaibnya adalah hutang itu lunas tidak ada transaksi bisnis baru apa-apa dan tidak ada nilai tambah yang tercipta di kota tersebut.
Semoga kisah di atas membuka mata dan pikiran banyak pihak yang selama ini selalu mencerca pemerintah. Tidak ada satu negarapun di dunia yang tidak berhutang. Bahkan negara-negara super kaya seperti Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara Eropa pun memiliki hutang yang berjibun. Beberapa negara bahkan hutangnya lebih besar dibandingkan skala ekonominya (GDP). Sementara hutang Indonesia saat ini hanya 38% dari GDPnya, masih jauh di bawah batas aman di 60%. Kata kuncinya adalah menggunakan hutang itu untuk aktivitas produktif. Jangan seperti si pemilik bengkel yang doyan melacur dan berhutang. Analogi yang pas untuk menggambarkan hutang negara yang hanya dihabiskan untuk subsidi BBM yang tidak produktif seperti jaman dulu. Mari kita berpikir waras, agar negeri ini semakin maju.
Merdeka.
sumber: seword