PEGAWAI KPK YANG TIDAK LOLOS TKW: DIMINTA SERAHKAN TUGAS KE ATASAN, ‘INI DIGANTUNG, DIBUNUH PELAN-PELAN’

Pengungkapan kasus-kasus besar korupsi dikhawatirkan terhambat setelah 75 orang pegawai KPK, yang beberapa di antaranya disebut tengah menangani kasus besar, dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).

Akibatnya, mereka tak diizinkan memegang kasus hingga KPK memberi keputusan selanjutnya.

TWK sendiri diadakan terkait dengan alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sujanarko, adalah salah satu pegawai yang disebut tak lulus tes wawasan kebangsaan.

Ia diminta menyerahkan seluruh pekerjaannya ke atasannya.

“Bisa diartikan saya sedang dihukum karena nggak boleh kerja. Jadi disuruh kerja di kantor, disuruh duduk-duduk manis tapi digaji penuh.

“Menurut saya zalim banget itu. Ini lebih sadis dibanding dipecat. Ini digantung, dibunuh pelan-pelan,” ujar Sujanarko.

Sementara KPK membantah telah melakukan pemecatan atau penonaktifan 75 pegawai itu.

KPK mengatakan masih berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) terkait status karyawannya itu.

Bagaimana status mereka yang tak lulus TWK?

Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK, Sujanarko memandang fakta ia tak lolos tes kebangsaan sebagai sebuah anomali.

Di tahun 2015, Sujanarko, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, pernah menerima piagam ‘Satyalancana Wira Karya’ dari presiden Joko Widodo karena dianggap berkontribusi bagi negara.

“Saya dianggap warga negara yang punya dharma bakti besar terhadap nusa dan bangsa. Presiden lho, bunyi keppresnya seperti itu… Lalu, melalui tes yang hanya dalam dua jam, saya dinyatakan nggak Pancasilais, nggak berwawasan kebangsaan, itu anomali,” tambahnya.

Dalam kiprahnya di KPK, Sujanarko mengatakan ia terlibat dalam pengembangan sistem penelusuran aset hingga anti-corruption learning center (pusat pembelajaran antikorupsi).

“Dari sisi kinerja saya nggak rendah diri,” katanya.

Sujanarko dan para pegawai lain yang dinyatakan tak lolos TWK berencana untuk melakukan konsolidasi untuk menentukan langkah mereka selanjutnya.

Di sisi lain, juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan hingga saat ini badan antirasuah itu belum memutuskan status 75 orang itu.

“Kami tidak melakukan pemecatan, kami tidak menyingkirkan para pegawai tersebut. Inilah hasil tes wawasan kebangsaan BKN.

“Kami memandang semua pegawai adalah aset KPK maka kami akan memberi putusan terbaik terkait status mereka, setelah ada koordinasi dengan Kemenpan-RB dan BKN,” kata Ali Fikri.

Bagaimana dengan pengusutan kasus?

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan sejumlah nama dalam daftar mereka yang tak lolos TWK memiliki rekam jejak panjang dalam pemberantasan korupsi.

Salah satunya, Novel Baswedan.

“Ada yang menangani kasus korupsi bansos, suap benih lobster, pencarian Harun Masiku, kasus KTP elektronik. Kami menduga penyingkiran ini dilakukan atas motif supaya perkara-perkara ini tak dikembangkan ke pihak-pihak lain,” ujarnya.

Pengungkapan kasus, kata Kurnia, juga dikhawatirkan terganggu.

“Sangat berpotensi terganggu karena yang mengetahu substansi adalah orang-orang yang dihentikan paksa itu,” ujarnya.

Namun, KPK membantah hal ini akan menghambat kinerjanya.

Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan tidak semua dari 75 orang itu ada di bagian penyidikan atau penindakan. Ia mengatakan pegawai itu tersebar di berbagai direktorat.

“Kalau kita khusus bicara mengenai penindakan, kerja-kerja KPK, baik itu di penindakan, pencegahahan, pendidikan masyarakat, semuanya tak ada yang individual. Kerja KPK itu kerja tim, dalam Satuan Tugas (Satgas), yang terdiri dari 4-5 orang.

“Tidak ada dalam satu satgas itu yang tak memenuhi syarat (TMS) semua. Kalau ada satu yang TMS di satgas itu, kan masih ada empat orang,” ujarnya.

Ia menambahkan 75 orang itu diminta menyerahkan pekerjaanya ke atasan demi mencegah polemik hukum di kemudian hari.

Apa yang ditanyakan saat tes kebangsaan?

Sujanarko mengaku apa yang ditanyakan dalam TWK tidak sulit.

Salah satu yang ditanyakan adalah apakah ia setuju organisasi Hizbut Tahir Indonesia (HTI) dibubarkan pemerintah.

“Saya jawab itu keputusan negara, bahkan HTI sudah banding dan keputusannya inkracht. Ya harus setuju. Pertanyaannya ya gitu-gitu saja, nggak ada yang aneh-aneh.

“Kalau dibuka kertas kerjanya, saya berani meyakini saya pasti lulus. Saya dinyatakan tak lulus bukan karena tes…itu menurut pandangan saya,” ujarnya.a

Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo, yang dikabarkan juga tak lolos TWK, juga percaya diri bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Salah satunya pertanyaan mengenai toleransi, seperti apa ia pernah memberi ucapan selamat hari raya pada umat beragama lain.

“Saya jawab, bukan hanya memberi ucapan, saya juga memberi sambutan pada kegiatan Natal di KPK, baik sebelum pandemi maupun virtual,” ujarnya.

Sebelumnya, di tahun 2018, Wadah Pegawai KPK yang diketuainya, mengajukan gugatan terhadap lima orang pimpinan KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait Surat Keputusan Pimpinan KPK tentang Cara Mutasi di lingkungan KPK.

Gugatan itu kemudian ditolak PTUN.

Mengapa perlu dilakukan tes wawasan kebangsaan?

KPK mengatakan tes wawasan kebangsaan dilakukan sebagai prasyarat pegawai KPK diubah statusnya menjadi ASN.

Soal-soal dalam tes wawasan kebangsaan itu dibuat dan dinilai oleh BKN.

Penjabat sementara Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerjasama BKN Paryono dalam keterangannya yang dilaporkan kompas.com, mengatakan tes wawasan kebangsaan CPNS berbeda dengan tes pegawai KPK.

Tes itu mencakup tiga aspek, yakni integritas, netralitas ASN, dan anti radikalisme,

Sementara, metode yang digunakan serta pihak yang menilai juga disebut lebih dari satu, yakni melibatkan Dinas Psikologi TNI AD, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), BAIS dan Pusat Intelijen TNI AD.

Meski demikian, menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, syarat tes wawasan kebangsaan semestinya tak perlu.

Tes itu hanya diatur dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang tata cara pengalihan status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN), tapi tak diatur di UU KPK.

Kurnia mengatakan mereka yang dianggap tak lolos tes dan dibebastugaskan bisa mengajukan uji materiil aturan itu ke Mahkamah Agung.

“Bisa pula masukkan laporan maladministrasi ke Ombudsman, menggugat di pengadilan TUN, dan laporkan pelanggaran kode etik ke dewan pengawas,” ujarnya.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *