2024, AKANKAH PARTAI UMMAT MERAIH SIMPATI PUBLIK?

Putri DianiĀ – Partai Ummat baru saja dideklarasikan. Bernafaskan Islam, Partai Ummat disokong sejumlah nama yang telah aktif di politik, misalnya Amien Rais, MS Kaban, Hanafi Rais dan beberapa orang lainnya. Bahkan, kabar terakhir Buni Yani akan masuk dalam jajaran partai tersebut. Usut punya usut, jika pembentukan Partai Ummat juga menjadi perhatian publik sejak beberapa waktu ke belakang. Sebab, Amien Rais membentuk partai tersebut pasca konflik dengan Zulkifli Hasan di Kongres V PAN, 11 Februari 2020.

Di berbagai kesempatan, Amien Rais kerap menyampaikan bahwa Partai Ummat bakal menjadi saluran politik dalam menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman. Tapi, kita perlu berpikir lagi, apakah benar yang dikatakan oleh Amien Rais? Kita perlu melihat sejauh mana perkataan Amien Rais tersebut. kan tetapi, tak ada yang tahu bagaimana dan seberapa lama Partai Ummat mampu menjalankan fungsinya. Respons publik terhadap partai baru itu biasa-biasa saja.

Dengan respon yang biasa-biasa, kita sudah bisa menilai jika asyarakat Indonesia sudah paham dengan eksistensi partai politik selama ini. Masyarakat, akan memberikan respons yang biasa saja atau bahkan sinis dengan kemunculan partai baru karena tidak berpengaruh kepada kehidupan mereka secara konkret.

Respons publik yang biasa saja terhadap Partai Ummat, bukan karena faktor Islam dalam identitas yang diusungnya. Setiap parpol yang muncul, apapun ideologi yang diusung, tidak pernah disambut antusias oleh publik. Tahun lalu, PSI dan Perindo dianggap biasa saja oleh masyarakat. Hingga akhirnya, banyak manuver yang dilakukan PSI hingga akhirnya PSI mulai diperhatikan oleh publik.

Respon masyarakat biasa saja dan tidak ada yang spesial karena pada dasarnya parpol di Indonesia punya cacat bawaan. Bekerja kalau mau pemilu saja. Hal tersebut disambut publik dengan hambar bahkan cenderung sinis, karena mereka orientasinya untuk kepentingan mereka

Partai politik dibentuk dengan tujuan mengikuti pemilihan umum (pemilu). Begitu pula dengan Partai Ummat. Partai yang digawangi Amien Rais itu bakal sulit mendapat suara besar. Ada beberapa alasan yang dia utarakan. Pertama, masyarakat Indonesia memposisikan Islam sebagai identitas sosial. Bukan politik. Oleh karena itu, jika Partai Ummat mengedepankan keislamannya, maka justru akan sulit mendapat suara yang besar dalam pemilu.

Islam hanya untuk identitas sosial bukan preferensi politik. Itu yang bisa menjelaskan partai Islam itu selalu kalah. Kedua, Partai Ummat harus bersaing dengan partai Islam lainnya yang sudah memiliki banyak pemilih tetap. Sebut saja Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Jika dianalisis lebih jauh, Partai Umat ini akan mengambil basis PKS dan PAN. Untuk PAN sendiri, sebelumnya Amien Rais berasal dari PAN. Sehingga, kedepan jika Partai Ummat ini direstui pada tahun politik mendatang, basis Muhammadiyah akan terpecah menjadi dua. Namun, apakah Partai Ummat akan mendapatkan suara yang unggul?

Dalam dua periode pemilu di Indonesia, partai-partai baru sulit lolos. Bahkan, pada tahun politik 2019, sejumlah partai lama malah terjun bebas. Partai Bulan Bintang sudah masuk jajaran Jokowi untuk menggeret suara. Nyatanya, partai tersebut gagal untuk menaikan suara. Partai Ummat pun diprediksi bakal sulit jika bertekad menggerus suara dari partai Islam yang sudah ada. Partai-partai lain sudah memiliki mesin politik yang kuat dan solid, sehingga tak mudah untuk merebut pemilihnya.

Masalah yang seringkali muncul dari parpol baru ini, suka mengganggu atau bernafsu merebut basis pemilih partai Islam lain. Hal lainnya yang diperhatikan mayoritas masyarakat menggunakan hak suara saat pemilu didasari sejumlah faktor. Pertama, mayoritas masyarakat akan memilih dengan tokoh yang sudah dikenalnya. Terutama, kinerja politiknya menjelang pemilu.

Kedua, faktor ketokohan pemimpin atau sosok kunci dalam partai. Adi mencontohkan, seperti Partai PDIP dengan sosok Megawati atau trah Soekarno-nya. Partai Demokrat dengan Susilo Bambang Yudhoyono, dan Gerindra dengan Prabowo Subianto. Sehingga yang dikenal bukan platform misi dan visi partai. Namun, sosok partai tersebut. Bagaimana dengan sosok Amien Rais? Kita perlu menilai jika sosok Amien Rais ini, sudah kadaluarsa untuk sejumlah perpolitikan di Indonesia.
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *